Bacaan
Ekaristi : Sir 35:12-14,16-18; Mzm 34:2-3,17-18,19,23; 2Tim 4:6-8, 16-18;
Luk 18:9-14
Pertama: berdoa keluarga. Bagian Injil berbicara tentang dua cara berdoa, yang
pertama palsu - doa orang Farisi - dan yang lainnya sahih - doa pemungut cukai. Orang Farisi mewujudkan suatu sikap yang tidak mengungkapkan rasa
syukur kepada Allah atas berkat dan belas
kasih-Nya, melainkan kepuasan diri. Orang Farisi merasa dirinya dibenarkan, ia merasa hidupnya beres, ia membanggakan hal
ini, dan ia menghakimi
orang lain dari singgasananya. Pemungut cukai, di sisi lain, tidak mengumbar kata-kata. Doanya rendah hati, apa
adanya, diliputi oleh kesadaran akan
ketidaklayakannya, akan
kekurangannya sendiri. Inilah orang yang benar-benar menyadari bahwa ia membutuhkan pengampunan Allah dan belas
kasih-Nya.
Doa pemungut cukai adalah doa orang miskin, sebuah
doa yang
berkenan bagi Allah. Merupakan
sebuah doa yang, seperti dikatakan
Bacaan
Pertama "akan naik
sampai ke
awan" (Sir 35:16), tidak seperti doa orang Farisi, yang terbebani oleh kesombongan.
Dalam terang sabda Allah, saya ingin bertanya
kepada Anda, keluarga-keluarga
yang terkasih : Apakah Anda berdoa bersama-sama dari waktu ke waktu sebagai sebuah keluarga? Beberapa orang
di antara
Anda melakukan, saya tahu. Tetapi begitu banyak orang mengatakan kepada saya : Tetapi bagaimana kita bisa? Jelas,
seperti
yang dilakukan pemungut cukai
: dengan
rendah hati, di hadapan Allah. Masing-masing, dengan kerendahan hati, membiarkan diri
mereka ditatap
oleh Tuhan dan memohon kebaikan-Nya, supaya Ia sudi
mengunjungi kita. Tetapi dalam keluarga bagaimana hal ini dilakukan? Bagaimanapun
juga,
doa tampaknya
menjadi sesuatu yang pribadi, dan selain itu
tidak pernah
ada waktu yang baik, saat
damai ... Ya, semua itu cukup
benar, tetapi juga merupakan
soal kerendahan hati, soal
menyadari
bahwa kita membutuhkan
Allah, seperti pemungut pajak! Dan semua keluarga, kita membutuhkan Allah : kita semua! Kita membutuhkan pertolongan-Nya, kekuatan-Nya, berkat-Nya, belas
kasih-Nya, pengampunan-Nya. Dan kita membutuhkan kesederhanaan untuk berdoa sebagai sebuah keluarga
: kesederhanaan diperlukan! Berdoa Bapa kami bersama-sama, di
sekitar meja, bukanlah sesuatu yang luar biasa: itu mudah. Dan berdoa Rosario bersama-sama, sebagai sebuah keluarga, sangat indah dan sebuah
sumber
kekuatan besar! Dan juga mendoakan satu sama lain! Suami untuk istrinya, istri untuk suaminya, suami
dan istri
bersama-sama untuk anak-anak mereka, anak-anak untuk kakek-nenek mereka .... saling mendoakan. Inilah apa artinya berdoa dalam keluarga dan apa yang menjadikan keluarga kuat
: doa.
Bacaan Kedua mengusulkan
pemikiran
lain : keluarga memelihara iman. Rasul Paulus, di akhir hidupnya, membuat sebuah
niatan
akhir dan berkata: "Aku telah memelihara iman" (2 Tim 4:7). Tetapi bagaimana ia memelihara iman? Bukan dalam kotak yang kuat! Ataupun
ia juga
tidak menyembunyikannya di dalam tanah, seperti hamba yang
agak malas. Santo Paulus membandingkan hidupnya dengan
sebuah pertandingan dan sebuah
perlombaan. Ia memelihara iman karena ia tidak hanya mempertahankannya, tetapi memberitakannya, menyebarkannya, membawanya ke negeri-negeri yang
tak ramah. Ia
menghadapi dengan gagah semua orang yang ingin mempertahankan, "membalsem" pesan Kristus di
dalam
batas-batas Palestina. Itulah mengapa ia membuat keputusan yang
berani, ia pergi ke wilayah musuh, ia membiarkan dirinya ditantang oleh orang-orang
yang tak ramah dan budaya yang berbeda, ia berbicara dengan
terus terang dan tanpa rasa takut. Santo Paul memelihara iman karena, dengan cara
yang sama di waktu mana ia menerimanya, ia menyerahkannya, ia pergi ke pinggiran, dan tidak menggali dirinya ke
dalam kedudukan bertahan.
Di sini juga, kita bisa bertanya : Bagaimana kita memelihara iman kita sebagai sebuah keluarga? Apakah kita memeliharanya untuk diri kita
sendiri, dalam keluarga-keluarga kita, sebagai sebuah
harta pribadi seperti sebuah
rekening bank, atau kita dapat membagikannya dengan kesaksian kita, dengan penerimaan kita akan orang lain, dengan keterbukaan kita?
Kita semua tahu bahwa keluarga, terutama keluarga muda,
sering sedang "berlomba" dari satu tempat
ke tempat lain, dengan banyak hal
yang harus
dilakukan. Tetapi apakah Anda pernah berpikir bahwa "perlombaan" ini juga bisa menjadi perlombaan
iman? Keluarga Kristiani adalah keluarga misionaris. Kemarin di lapangan
ini
kita mendengar
pernyataan keluarga misionaris. Mereka adalah
misionaris juga dalam kehidupan
sehari-hari, dalam melakukan hal-hal
sehari-hari mereka, karena mereka
membawa kepada segala sesuatu garam dan ragi
iman! Memelihara iman dalam keluarga dan membawa
kepada
hal-hal sehari-hari garam
dan ragi iman.
Dan satu pemikiran
lagi
kita dapat
ambil dari sabda Allah
: keluarga
mengalami sukacita. Dalam Mazmur Tanggapan
kita menemukan kata-kata ini: “biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita” (34: 2). Seluruh Mazmur adalah sebuah
nyanyian pujian bagi Tuhan yang adalah sumber sukacita dan
damai. Apa alasan untuk sukacita ini? Karena Tuhan sudah dekat, Ia mendengar jeritan orang-orang
hina dan
Ia membebaskan mereka dari kejahatan. Sebagaimana
Santo Paulus sendiri menulis: “Bersukacitalah senantiasa....
Tuhan sudah
dekat” (Flp 4:4-5). Saya ingin mengajukan
Anda semua sebuah
pertanyaan hari ini. Tetapi Anda
masing-masing menyimpannya
dalam hati dan membawanya
pulang. Anda dapat menganggapnya
sebagai semacam "pekerjaan
rumah". Hanya Anda harus menjawab.
Bagaimana halnya apabila datang sukacita di rumah? Apakah
ada sukacita dalam
keluarga Anda? Anda dapat menjawab
pertanyaan ini.
Keluarga-keluarga
terkasih, Anda
tahu betul bahwa sukacita sejati
yang kita alami dalam keluarga tidak dangkal; tidak berasal
dari
benda-benda materi, dari fakta bahwa segala sesuatu tampaknya berjalan dengan baik
... Sukacita sejati
berasal dari keselarasan yang mendalam antara pribadi-pribadi, sesuatu yang kita semua rasakan dalam hati kita dan yang membuat kita mengalami
keindahan kebersamaan, keindahan
saling mendukung di
sepanjang perjalanan hidup.
Tetapi dasar perasaan
sukacita yang mendalam
ini adalah kehadiran Allah, kehadiran
Allah dalam keluarga dan kasih-Nya, yang menyambut,
penuh
belas kasih, dan
penuh hormat
terhadap semua orang. Dan terutama, suatu kasih yang sabar
: kesabaran
adalah suatu kebajikan Allah
dan Ia mengajarkan kita bagaimana menanamkannya dalam kehidupan keluarga, bagaimana menjadi sabar, dan dengan begitu penuh kasih, dengan satu sama lain.
Menjadi
sabar di antara kita sendiri. Sebuah kasih
yang sabar. Allah sendiri tahu bagaimana menciptakan keselarasan dari perbedaan. Tetapi jika
tiada kasih
Allah, keluarga
kehilangan keselarasannya, pemusatan diri berlaku dan sukacita
memudar. Tetapi keluarga yang mengalami sukacita
iman menyampaikannya secara alami. Keluarga
itu adalah garam dunia dan terang dunia, keluarga adalah ragi masyarakat
secara keseluruhan.
Keluarga-keluarga
yang terkasih, hiduplah
selalu dalam iman dan kesederhanaan, seperti Keluarga Kudus Nazaret!
Sukacita dan damai
Tuhan selalu beserta Anda!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.