Bacaan Ekaristi
: Rm 7:18-25a; Luk 12:54-59
"Kita selalu mencari sebuah cara pembenaran: ‘Tetapi ya, kita semua
orang-orang berdosa’. Tetapi kita
mengatakannya seperti itu, bukan? Ini mengatakannya secara dramatis
: merupakan perjuangan kita. Dan jika kita tidak menyadari hal ini, kita tidak akan pernah
dapat memiliki pengampunan Allah.
Karena jika menjadi seorang berdosa merupakan sebuah kata, sebuah cara berbicara,
sebuah
gaya berbicara, kita tidak
membutuhkan pengampunan Allah. Tetapi
jika merupakan sebuah kenyataan yang menjadikan kita para budak, kita
memerlukan pembebasan
batin
Tuhan
ini, pembebasan
kekuatan itu. Tetapi yang lebih penting di sini yaitu, menemukan jalan
keluar, Paulus mengakui dosanya kepada jemaat, kecenderungannya terhadap dosa. Ia tidak menyembunyikannya."
Bapa Suci menekankan
pentingnya orang
mengakui dosa dengan "kenyataan". Beberapa orang
memilih "mengaku kepada Allah" sehingga tidak
memiliki persentuhan dengan siapa
pun, sementara Paulus mengakui kelemahannya bertatapan muka
dengan saudara-saudaranya. Yang lainnya, beliau melanjutkan, akan pergi ke
pengakuan dosa, tetapi mengatakan "begitu
banyak hal
beterbangan di udara, sehingga hal-hal
itu tidak memiliki sesuatu yang nyata". Dalam pengakuan
dosa cara sama yang demikian
tidak dilakukan.
"Mengakukan dosa-dosa
kita bukan sedang pergi ke seorang psikiater, atau ke sebuah ruang penyiksaan : sedang
berkata kepada Tuhan, 'Tuhan, aku adalah orang
berdosa', tetapi mengatakannya melalui saudara,
karena hal ini mengatakannya secara nyata. "Aku adalah orang berdosa oleh karena ini, itu dan hal lain’,” Bapa Suci mengatakan. Paus berusia 76
tahun tersebut melanjutkan dengan mengatakan bahwa melalui kenyataan, kejujuran
dan "kesanggupan yang
tulus" untuk merasa malu karena dosanya dapat membawa orang menemukan kedalaman belas kasih dan
pengampunan Allah. Pendekatan
bagi
orang untuk mengaku dosa harus
merupakan
pendekatan anak-anak
kecil, yang "memiliki
kebijaksanaan itu."
"Ketika seorang anak datang untuk mengaku, ia tidak pernah mengatakan sesuatu yang umum. ‘Tetapi bapa, saya melakukan ini dan saya melakukan itu kepada bibi saya, lain kali
saya mengucapkan kata ini'
dan mereka mengucapkan kata
tersebut. Tetapi mereka nyata, eh? Mereka
memiliki kesederhanaan kebenaran itu. Dan kita selalu memiliki kecenderungan untuk menyembunyikan kenyataan kegagalan kita",
Paus berkata.
Merasa malu dalam saat orang mengakui dosa di hadapan Allah adalah suatu rahmat, beliau
menyimpulkan. "Rahmat malu" ini adalah rahmat yang sama yang diperlihatkan oleh Santo
Petrus.
"Kita berpikir
tentang Peter saat, setelah mukjizat Yesus di danau,
[ia mengatakan] 'pergilah daripadaku, Tuhan, karena aku ini seorang berdosa’. Ia malu karena dosa-dosanya
di hadapan kekudusan Yesus",
Paus mengatakan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.