Liturgical Calendar

KHOTBAH PASTOR RANIERO CANTALAMESSA DALAM PERAYAAN HARI JUMAT AGUNG 18 April 2014 YANG DIPIMPIN PAUS FRANSISKUS : KISAH YUDAS SEHARUSNYA MENGGERAKKAN KITA MENYERAH PADA KRISTUS


Paus Fransiskus memimpin Perayaan Sengsara Tuhan Kita di Basilika Santo Petrus, Vatikan pada Jumat sore 18 April 2014. Perayaan Sengsara Tuhan Kita, juga dikenal sebagai Jumat Agung, adalah liturgi yang mengingatkan penyaliban dan kematian Yesus. Pastor Raniero Cantalamessa, pengkhotbah rumah tangga kepausan, menyampaikan khotbahnya dalam perayaan tersebut. Berikut adalah khotbah lengkap Pastor Raniero Cantalamessa dalam perayaan tersebut.
****************

‘Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka’ (Yoh 18:5)

Dalam sejarah ilahi-manusiawi sengsara Yesus, ada banyak cerita kecil tentang para laki-laki dan perempuan yang masuk ke dalam sinar cahayanya atau bayangannya. Kisah yang paling tragis adalah kisah Yudas Iskariot. Ini adalah salah satu dari beberapa peristiwa yang diperlihatkan dengan penekanan yang sama oleh masing-masing dari keempat Injil dan kitab Perjanjian Baru lainnya. Komunitas Kristen awal merefleksikan banyak perlakuan mengenai kejadian ini dan kita akan lalai melakukan sebaliknya. Banyak yang diberitahukan kepada kita.

Yudas dipilih dari awal untuk menjadi salah seorang dari Kelompok Dua Belas. Dengan memasukkan namanya dalam daftar para rasul, pengarang Injil Lukas mengatakan, "Yudas Iskariot yang kemudian menjadi (egeneto) pengkhianat" (Luk 6:16). Jadi Yudas tidak lahir sebagai seorang pengkhianat dan bukan seorang pengkhianat pada saat Yesus memilih dia; ia menjadi seorang pengkhianat! Kita berada di hadapan salah satu drama paling kelam dari kebebasan manusia.

Mengapa ia menjadi
seorang pengkhianat? Belum lama, ketika tesis "Yesus yang revolusioner" menjadi mode, orang-orang mencoba menganggap motivasi idealis terhadap tindakan Yudas itu. Beberapa orang melihat dalam namanya "Iskariot" suatu penyelewengan sicariot, yang berarti bahwa ia milik sekelompok ekstremis fanatik yang menggunakan semacam belati (sica) melawan orang-orang Romawi; orang-orang lain berpikir bahwa Yudas kecewa dengan cara Yesus mengedepankan konsep "Kerajaan Allah" itu dan ingin memaksakan tangannya bertindak melawan orang-orang kafir pada tingkat politik juga. Ini adalah Yudas dari musikal Jesus Christ Superstar yang terkenal dan film baru lainnya serta novel-novel - seorang Yudas yang menyerupai pengkhianat terkenal lain karena kedermawanannya, Brutus, yang membunuh Julius Caesar untuk menyelamatkan Republik Romawi!

Ini adalah rekonstruksi-rekonstruksi yang harus dihormati ketika mereka memiliki beberapa nilai sastra atau seni, tetapi mereka tidak memiliki dasar sejarah apapun. Injil-injil - satu-satunya sumber terpercaya yang kita miliki tentang karakter Yudas - berbicara tentang motif yang lebih membumi : uang. Yudas dipercayakan kas umum kelompok; pada saat pengurapan Yesus di Betania, Yudas telah memprotes terhadap pemborosan minyak urapan wangi yang mahal yang Maria dituangkan pada kaki Yesus, bukan karena ia memperhatikan nasib orang miskin, tetapi sebagaimana dicatat Yohanes, "karena ia adalah seorang pencuri, dan karena ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya” (Yoh 12:6). Usulannya kepada imam-imam kepala secara gamblang : "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya"(Mat 26:15).

Tapi mengapa orang-orang terkejut dengan penjelasan ini, menemukannya terlalu dangkal? Apakah itu tidak selalu seperti ini dalam sejarah dan apakah masih seperti ini hari ini? Mamon, uang, bukan hanya satu-satunya berhala di antara banyak berhala : oleh keunggulannya uang merupakan berhala, secara harfiah "allah tuangan" (lihat Kel 34:17). Dan kita tahu mengapa itu terjadi. Siapa yang secara obyektif, jika tidak subyektif (pada kenyataannya, tidak dalam niat), musuh sejati, saingan terhadap Allah, di dunia ini? Setan? Tetapi tak seorang pun memutuskan untuk melayani Setan tanpa motif. Barangsiapa yang melakukannya karena mereka percaya bahwa mereka akan mendapatkan semacam kekuatan atau manfaat sementara darinya. Yesus mengatakan kepada kita dengan jelas siapa tuan lainnya, anti-Allah : "Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan..... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Mat 6:24). Uang adalah "allah yang kelihatan"[1] berbeda dengan Allah sejati yang tidak kelihatan.

Mamon adalah anti-Allah karena ia menciptakan alam semesta rohani alternatif; ia menggeser tujuan keutamaan-keutamaan teologis. Iman, pengharapan, dan kasih tidak lagi ditempatkan pada Allah tetapi pada uang. Sebuah pembalikan jahat dari semua nilai terjadi. Kitab Suci mengatakan, "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Mrk 9:23), tetapi dunia mengatakan, “Tidak ada hal yang mustahil bagi orang yang memiliki uang". Dan pada tingkat tertentu, semua fakta tampaknya menguatkan hal itu.

"Cinta uang", Kitab Suci mengatakan, "adalah akar segala kejahatan" (1 Tim 6:10). Di balik setiap kejahatan dalam masyarakat kita adalah uang, atau setidaknya uang juga disertakan di sana. Ini adalah Molokh yang kita ingat dari Kitab Suci yang kepadanya anak laki-laki dan perempuan dikorbankan (lihat Yer 32:35) atau dewa Astek yang baginya korban harian sejumlah hati manusia diperlukan. Apa yang ada di balik perusahaan obat yang menghancurkan begitu banyak kehidupan manusia, di balik fenomena mafia, di balik penyelewengan politik, di balik pembuatan dan penjualan senjata, dan bahkan di balik - betapa hal mengerikan untuk disebutkan - penjualan organ tubuh manusia yang diambil dari anak-anak? Dan krisis keuangan yang telah dilalui dunia dan yang negara ini masih akan lalui, bukankah itu sebagian besar disebabkan oleh "kelaparan untuk emas yang terkutuk", auri sacra fames[2], tentang bagian beberapa orang? Yudas mulai dengan mengambil uang dari kas umum. Apakah ini mengatakan sesuatu kepada para pengelola dana publik?

Tetapi selain cara-cara kriminal memperoleh uang ini, apakah tidak juga merupakan sebuah skandal bahwa beberapa orang yang memperoleh gaji dan mengumpulkan pensiun yang 100 kali lebih tinggi daripada orang-orang yang bekerja untuk mereka dan yang mereka suara sebagai obyek ketika sebuah usulan diajukan untuk mengurangi gaji mereka demi keadilan sosial yang lebih besar?

Pada 1970-an dan 1980-an di Italia, untuk menjelaskan pembalikan politik yang tak terduga, latihan-latihan kekuasaan yang tersembunyi, terorisme, dan segala macam misteri yang sedang mengganggu kehidupan sipil, orang-orang mulai menunjuk ke gagasan setengah mitos keberadaan "Orang Tua besar", sosok yang cerdas dan kuat yang menarik semua tali di balik tirai untuk tujuan yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. "Orang Tua" yang kuat ini benar-benar ada dan bukan sebuah mitos; namanya adalah Uang!

Seperti semua berhala, uang adalah menipu dan membohongi : uang menjanjikan keamanan dan malahan mengambilnya; uang menjanjikan kebebasan dan malahan menghancurkannya. Santo Fransiskus dari Asisi, dengan sebuah kesederhanaan yang bukan keistimewaan baginya, menggambarkan akhir kehidupan seseorang yang telah hidup hanya untuk meningkatkan "modal"-nya. Kematian semakin dekat, dan imam dipanggil. Ia bertanya kepada orang yang hampir mati itu, "Apakah Anda menginginkan pengampunan bagi semua dosa Anda?" dan dia menjawab, "Ya". Imam kemudian bertanya, "Apakah Anda siap untuk membetulkan kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan, kembalikan barang-barang yang telah Anda gelapkan dari orang lain?". Orang yang hampir mati itu menjawab, "Aku tidak bisa". “Mengapa Anda tidak bisa?" "Karena aku sudah meninggalkan segalanya di tangan para kerabatku dan para temanku". Dan maka ia mati tanpa pertobatan, dan tubuhnya baru saja dingin ketika para kerabat dan temannya mengatakan, "Naas baginya! Ia bisa mendapatkan lebih banyak uang untuk mewariskan kita, tetapi ternyata tidak"[3].

Berapa kali hari ini kita seharusnya telah mengingat kembali seruan Yesus yang ditujukan kepada orang kaya dalam perumpamaan yang telah menyimpan kekayaan yang tak habis-habisnya dan berpikir bahwa dia aman untuk sisa hidupnya : "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?"(Luk 12:20).

Orang-orang yang ditempatkan dalam posisi bertanggung jawab yang tidak tahu lagi bank atau surga moneter apa untuk menimbun hasil penyelewengan mereka telah menemukan diri mereka pada pemeriksaan di pengadilan atau di sel penjara hanya ketika mereka berkata kepada diri sendiri, "Miliki waktu yang baik sekarang, hai jiwaku". Untuk siapakah mereka melakukannya? Apakah itu layak? Apakah mereka bekerja untuk kebaikan anak-anak dan keluarga mereka, atau pihak mereka, apakah itu benar-benar apa yang mereka cari? Apakah mereka tidak malah merusak diri mereka sendiri dan orang lain?

Pengkhianatan Yudas berlanjut sepanjang sejarah, dan orang yang dikhianati selalu Yesus. Yudas menjual otak, sedangkan para penirunya menjual tubuh, karena orang miskin adalah anggota-anggota tubuh Kristus, apakah mereka mengetahuinya atau tidak. "sebagaimana yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40). Namun, pengkhianatan Yudas tidak berlanjut hanya dalam kasus-kasus high-profile yang telah saya sebutkan. Akan menjadi nyaman bagi kita untuk berpikir begitu, tetapi itu tidak terjadi. Homili yang diberikan Pastor Primo Mazzolari hari Kamis Putih tahun 1958, tentang "Yudas Saudara kita" masih terkenal. "Biarkan aku", beliau berkata kepada beberapa umat paroki di hadapannya "berpikir sejenak tentang Yudas yang ada dalam diri saya, tentang Yudas yang mungkin juga di dalam diri Anda".

Orang dapat mengkhianati Yesus untuk jenis-jenis kompensasi lain daripada 30 keping uang perak. Seorang laki-laki yang mengkhianati istrinya, atau seorang istri yang mengkhianati suaminya, mengkhianati Kristus. Pelayan Allah yang tidak setia pada keadaannya dalam hidup, atau alih-alih memberi makan domba dipercayakan kepadanya memberi makan dirinya sendiri, mengkhianati Yesus. Siapapun yang mengkhianati hati nurani mereka mengkhianati Yesus. Bahkan saya bisa mengkhianati-Nya pada saat ini - dan itu membuat saya gemetar - jika saat berkhotbah tentang Yudas saya lebih peduli tentang penerimaan hadirin daripada tentang keikutsertaan dalam kesedihan mendalam Sang Juru Selamat. Ada situasi yang meringankan dalam kasus Yudas yang tidak saya miliki. Dia tidak tahu siapa Yesus dan menganggap-Nya hanya sebagai "orang benar"; dia tidak tahu, seperti yang kita lakukan, bahwa Ia adalah Putra Allah.

Ketika Paskah mendekat setiap tahun, saya ingin mendengarkan lagi "Sengsara Menurut Santo Matius" karya Bach. Ini termasuk bagian kecil yang membuat saya tersentak setiap kali. Pada pemberitahuan pengkhianatan Yudas, semua rasul bertanya kepada Yesus, "Apakah aku, Tuhan?" Sebelum kita mendengar jawaban Kristus, sang penggubah - menghapus jarak antara kejadian dan peringatannya - menyisipkan sebuah nyanyian paduan suara yang dimulai dengan cara ini: "Ini saya; Saya pengkhianat! Saya perlu menebus dosa-dosa saya". Seperti semua nyanyian paduan suara dalam karya musik ini, itu mengungkapkan perasaan orang-orang yang sedang mendengarkan. Hal ini juga merupakan undangan bagi kita untuk membuat sebuah pengakuan dosa kita.

Injil menggambarkan akhir Yudas yang menghebohkan : "Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" Maka ia pun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri" (Mat 27:3-5). Tetapi mari kita tidak meluncurkan penghakiman yang terburu-buru di sini. Yesus tidak pernah meninggalkan Yudas, dan tak seorang pun tahu, setelah ia menggantung dirinya di sebuah pohon dengan tali di lehernya, ke mana ia akhirnya : di tangan Setan atau di tangan Allah. Siapa yang bisa mengatakan apa yang terjadi dalam jiwanya saat-saat akhir itu? "Teman" adalah kata terakhir yang ditujukan Yesus kepadanya, dan dia tidak bisa melupakannya, karena dia masih tidak bisa melupakan tatapan Yesus.

Memang benar bahwa dalam berbicara kepada Bapa tentang murid-murid-Nya Yesus berkata tentang Yudas, "Tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa" (Yoh 17:12). Tetapi di sini, seperti dalam banyak kejadian lain, Ia sedang berbicara dari sudut pandang waktu dan bukan dari sudut pandang keabadian. Besarnya pengkhianatan ini cukup dengan sendirinya saja, tanpa perlu mempertimbangkan sebuah kegagalan yang abadi, untuk menjelaskan pernyataan mengerikan lain yang dikatakan tentang Yudas : "Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan" (Mrk 14:21). Tujuan akhir manusia adalah rahasia yang tak bisa diganggu gugat yang disimpan oleh Allah. Gereja meyakinkan kita bahwa seorang laki-laki atau seorang perempuan yang dinyatakan sebagai seorang kudus telah mengalami kebahagiaan kekal, tetapi ia sendiri tidak tahu pasti bahwa orang tertentu berada di neraka.

Dante Alighieri, yang menempatkan Yudas di bagian terdalam dari neraka dalam bukunya Divine Comedy, bercerita tentang pertobatan menit terakhir Manfred, putra Frederick II dan Raja Sisilia, yang kepadanya semua orang pada saat itu menganggap terkutuk karena ia meninggal sebagai orang yang dikucilkan. Setelah terluka parah dalam pertempuran, ia mengaku kepada penyair bahwa dalam saat-saat terakhir hidupnya, "... menangis, aku memberikan jiwaku/kepada-Nya yang menganugerahkan pengampunan dengan rela" dan ia mengirimkan sebuah pesan dari Api Penyucian ke bumi yang masih bersangkutan bagi kita: Mengerikan adalah sifat dosa-dosaku, tetapi belas kasih tak terbatas membentangkan lengannya bagi setiap orang yang datang mencarinya[4].

Berikut adalah apakah kisah saudara kita Yudas dapat menggerakkan kita melakukan: menyerahkan diri kita kepada Dia yang dengan bebas mengampuni, melemparkan diri kita juga ke dalam tangan terentang Dia yang Tersalib. Hal terpenting dalam kisah Yudas bukanlah pengkhianatan, tapi tanggapan Yesus terhadap hal itu. Ia memahami dengan baik apa yang sedang tumbuh dalam hati murid-Nya, tetapi Ia tidak menyingkapkannya; Ia ingin memberikan Yudas kesempatan yang tepat hingga menit terakhir untuk berbalik, dan hampir-hampir melindunginya. Ia tahu mengapa Yudas datang ke kebun zaitun, tetapi Ia tidak memungkiri ciumannya yang dingin dan bahkan menyebutnya "teman" (lihat Mat 26:50). Ia mencari Petrus setelah penyangkalannya untuk memberinya pengampunan, jadi siapa yang tahu bagaimana Ia mungkin telah mencari Yudas di beberapa tempat dalam perjalanan-Nya menuju Kalvari! Ketika Yesus berdoa dari kayu salib, "Bapa, ampunilah mereka; karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34), Ia pasti tidak mengecualikan Yudas dari orang-orang yang Ia doakan.

Jadi apa yang akan kita lakukan? Siapa yang akan kita ikuti, Yudas atau Petrus? Petrus memiliki penyesalan atas apa yang ia lakukan, tetapi Yudas juga menyesal hingga menangis, "Saya telah menyerahkan darah orang yang tak bersalah!" dan ia mengembalikan tiga puluh keping uang perak. Lalu di mana perbedaannya? Hanya dalam satu hal: Petrus memiliki keyakinan dalam belas kasih Kristus, dan Yudas tidak! Dosa terbesar Yudas adalah bukan telah mengkhianati Kristus tetapi dalam meragukan belas kasih-Nya.

Jika kita telah meniru Yudas dalam pengkhianatannya, kurang lebih beberapa dari kita, mari kita jangan meniru dia dalam kekurangpercayaannya pada pengampunan. Ada sebuah sakramen yang melaluinya dimungkinkan untuk memiliki sebuah pengalaman meyakinkan akan belas kasih Kristus : sakramen tobat. Betapa indahnya sakramen ini! Manisnya mengalami Yesus sebagai Guru, sebagai Tuhan, tetapi bahkan lebih manis mengalami Dia sebagai Penebus, sebagai Dia yang menarik Anda keluar dari jurang, seperti Ia menarik Petrus dari danau, sebagai Dia yang menjamah Anda dan, seperti yang Ia lakukan dengan si kusta, mengatakan kepada Anda, "Aku mau, jadilah engkau tahir" (Mat 8:3).

Pengakuan dosa memungkinkan kita mengalami tentang diri kita sendiri apa yang dikatakan Gereja tentang dosa Adam pada malam Paskah dalam "Exultet" : "Hai kesalahan yang membahagiakan yang menerima begitu agung, begitu mulia seorang Penebus!". Yesus tahu bagaimana mengambil semua dosa kita, sekali kita telah bertobat, dan menjadikan mereka "kesalahan-kesalahan yang membahagiakan", kesalahan-kesalahan yang tidak lagi diingat jika bukan karena pengalaman belas kasih dan kelembutan ilahi yang disebabkan mereka.

Saya memiliki keinginan bagi diri saya sendiri dan bagi Anda semua, para Bapa yang Mulia, para saudara dan saudari : pada pagi Paskah, mungkin kita terbangun dan membiarkan kata-kata seorang pentobat besar di zaman modern, Paul Claudel, bergema dalam hati kita:

Allahku, aku telah dihidupkan kembali, dan aku bersama Engkau lagi!
Aku sedang tidur, berbaring seperti orang mati di malam hari.
Engkau, "Jadilah terang!" dan aku terbangun dengan cara sebuah tangisan diteriakkan!

Bapa-Ku, Engkau yang telah memberiku kehidupan sebelum Fajar menyingsing, aku menempatkan diriku dalam hadirat-Mu.
Hatiku bebas dan mulutku dibersihkan; tubuh dan jiwaku sedang berpuasa.
Aku telah terbebas dari segala dosaku, yang aku akui satu per satu.
Cincin pernikahan berada di jariku dan wajahku dibasuh.
Aku seperti makhluk yang tidak bersalah dalam rahmat yang telah Engkau limpahkan padaku.[5]

Ini adalah apa yang Paskah Kristus dapat lakukan untuk kita.


[1]William Shakespeare, The Life of Timon of Athens, Act IV, sc. 3, l. 386.
[2]Virgil, The Aeneid, 3.57.
[3]Lihat Fransiskus dari Asisi, “Surat kepada Seluruh Umat Beriman”, 12.
[4]Dante Alighieri, Purgatorio 3.118-120: Terjemahan Inggris. Mark Musa (Bloomington, IN: University of Indiana Press, 1985), 32.
[5]Paul Claudel, Prière pour le dimanche matin [Doa untuk Suatu Hari Minggu Pagi], dalam Œuvres poétiques (Paris: Gallimard, 1967), 377.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.