Bacaan
Ekaristi : Kis 7:51-8:1a; Yoh 6:30-35
Orang-orang Kristiani yang tidak bersaksi terhadap iman menjadi mandul. Inilah fokus homili Paus Fransiskus dalam Misa harian Selasa pagi 6 Mei 2014 di Casa Santa Marta, Vatikan. Paus Fransiskus mengacu homilinya dari kemartiran Santo Stefanus, yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul (7:51-8:1a). Gereja, beliau berkata, "bukan sebuah perguruan tinggi agama", tetapi adalah orang-orang yang mengikuti Yesus. Hanya dengan cara ini, beliau menambahkan, Gereja "berbuah dan ibu".
Dalam homilinya, Paus Fransiskus menelusuri jalan yang menyebabkan kematian martir pertama Gereja, sebuah kematian yang persis merupakan replika Kristus. Ia juga seperti Yesus, telah mengalami "kecemburuan para pemimpin yang sedang berusaha" melenyapkannya. Ia juga mendapati "para saksi palsu", dan menderita "penghakiman yang gegabah".
Stefanus memperingatkan para penganiayanya bahwa mereka sedang menolak Roh Kudus, seperti telah dikatakan Yesus, tetapi orang-orang ini "gelisah, tidak ada kedamaian dalam hati mereka", Paus berkata. Orang-orang ini, beliau menambahkan, memiliki "kebencian" dalam hati mereka. Itu sebabnya, saat mendengar kata-kata Stefanus, mereka sangat marah. "Kebencian ini ditaburkan dalam hati mereka oleh iblis", Paus menambahkan. "Ini adalah kebencian iblis terhadap Kristus".
Iblis "yang melakukan apa yang ia inginkan terhadap Yesus Kristus dalam Sengsara-Nya sekarang melakukan hal yang sama" terhadap Stefanus. "Pergumulan antara Allah dan iblis" ini jelas terlihat dalam kemartiran. "Di sisi lain, Yesus telah mengatakan kepada para murid-Nya bahwa mereka harus bersukacita dianiaya dalam nama-Nya : "Dianiaya, menjadi seorang martir, memberikan nyawanya demi Yesus, adalah salah satu Sabda Bahagia". Itulah sebabnya, Paus menambahkan, "iblis tidak tahan melihat kesucian sebuah gereja atau kesucian seseorang, tanpa berusaha melakukan sesuatu". Inilah apa yang ia lakukan terhadap Stefanus, tetapi "ia meninggal seperti Yesus, mengampuni".
"Kemartiran adalah terjemahan dari kata Yunani yang juga berarti kesaksian", lanjut Paus. "Jadi kita dapat mengatakan bahwa bagi seorang Kristiani jalan mengikuti jejak langkah kesaksian ini, jejak langkah Kristus, menjadi saksi-Nya dan, berkali-kali, kesaksian ini berakhir dengan memberikan nyawanya. Anda tidak dapat memahami seorang Kristiani tanpa kesaksian. Kita bukan sebuah 'agama' gagasan, sebuah ‘agama’ teologi murni, hal-hal indah, sebuah ‘agama’ perintah. Bukan, kita adalah sekelompok orang-orang yang mengikuti Yesus Kristus dan bersaksi - yang ingin bersaksi bagi Yesus Kristus - dan kadang-kadang kesaksian ini menyebabkan pemberian nyawa kita".
Pada kematian Stefanus, seperti yang kita baca dalam Kisah Para Rasul, "penganiayaan berat diawali terhadap Gereja di Yerusalem". Orang-orang ini, Paus mengamati, "merasa kuat dan iblis menghasut mereka untuk melakukan hal ini" dan maka "orang-orang Kristiani tercerai-berai ke daerah Yudea dan Samaria". Penganiayaan ini, Paus mencatat, berarti bahwa "orang-orang tercerai-berai jauh dan luas" dan ke mana pun mereka pergi mereka menjelaskan Injil, memberi kesaksian tentang Yesus, dan dengan demikian "perutusan Gereja" dimulai. "Begitu banyak orang bertobat, ketika mendengarkan orang-orang ini", kata Paus. Salah seorang Bapa Gereja menjelaskan hal ini dengan mengatakan : "Darah para martir adalah benih orang-orang Kristiani". Dengan "kesaksian mereka, mereka mewartakan iman".
"Kesaksian, baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam kesulitan-kesulitan, dan bahkan dalam penganiayaan dan kematian, selalu berbuah", beliau berkata. "Gereja berbuah dan seorang ibu ketika ia bersaksi bagi Yesus Kristus. Sebaliknya, ketika Gereja menutup ke dalam dirinya sendiri, ketika ia memikirkan tentang dirinya sebagai – dapat dikatakan – sebuah 'sekolah agama', dengan begitu banyak gagasan besar, dengan banyak tempat penyembahan yang indah, dengan banyak museum yang baik, dengan banyak hal yang indah, tetapi tidak memberikan kesaksian, ia menjadi mandul. Orang Kristiani pun sama. Orang Kristiani yang tidak bersaksi adalah mandul, tanpa memberikan kehidupan yang ia terima dari Yesus Kristus".
Paus melanjutkan : "Stefanus dipenuhi dengan Roh Kudus", dan "kita tidak bisa bersaksi tanpa kehadiran Roh Kudus di dalam diri kita". Paus Fransiskus menyarankan mereka yang hadir agar dalam masa-masa sulit, di mana kita harus memilih jalan yang benar, di mana kita harus mengatakan 'tidak' terhadap banyak hal yang mungkin mencoba menggoda kita, "ada doa kepada Roh Kudus, dan Ia membuat kita cukup kuat untuk mengambil jalan kesaksian ini".
"Hari ini memikirkan tentang dua ikon ini - Stefanus, yang meninggal, dan orang-orang, orang-orang Kristiani, yang melarikan diri, tercerai-berai jauh dan luas oleh karena penganiayaan bengis - marilah kita bertanya : Bagaimana kesaksian saya?
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.