Bacaan
Ekaristi : 1Kor 15:12-20; Luk 8:1-3
Kebangkitan sebagai meterai jatidiri Kristiani. Itulah pokok homili Paus Fransiskus dalam Misa harian Jumat
pagi 19 September 2014 di Casa Santa Marta, Vatikan. Homili
Paus Fransiskus mengacu pada kata-kata Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (1Kor 15:12-20) yang berbicara
tentang kesulitan bahwa beberapa orang Kristiani - dan orang lainnya, yang malahan mungkin terpikat pada iman -
memiliki pemahaman dan hidup dengan pengetahuan
tertentu dalam iman bahwa tubuh kita akan diubah dan
bahwa kita akan mengenakan tubuh itu kembali.
"[Orang-orang Korintus]", kata Paus Fransiskus, "memiliki
gagasan-gagasan lain: 'yakin,
orang-orang mati dibenarkan, mereka
tidak akan pergi ke neraka - hal yang baik, juga!
- tetapi mereka akan pergi ke jagat raya, ke udara - hanya
jiwa di hadapan Allah'",
dan sehingga Santo Paulus harus mengajukan sebuah "pembetulan yang sulit ": gagasan tentang Kebangkitan. Tidak hanya orang-orang Kristiani di Korintus yang mengalami kesulitan dengan ajaran. Orang-orang Yunani di Athena, yang kepada mereka Paulus juga berkhotbah – para filsuf yang bijaksana - bahkan takut akan pengartian
tersebut:
"[Ajaran Kristiani tentang kebangkitan badan] adalah sebuah skandal : mereka tidak dapat memahaminya. Inilah sebabnya mengapa Paulus menawarkan garis penalaran berikut, yang cukup jelas
: 'jika Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana
mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang
mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka
Kristus juga tidak dibangkitkan'. Ada penolakan terhadap pengubahan, penolakan terhadap karya Roh yang
kita terima saat Pembaptisan, yang benar-benar
mengubah kita, kepada Kebangkitan.
Ketika kita berbicara tentang hal ini, bahasa
kita mengatakan
kepada kita
: ‘Saya ingin pergi ke surga, saya tidak ingin pergi ke neraka', tetapi kita berhenti di situ.
Tak satu pun dari kita mengatakan, "Saya akan bangkit seperti Kristus [bangkit]'. Tidak, bahkan bagi kita sulit untuk memahami hal ini".
Paus Fransiskus lebih
lanjut mengatakan bahwa semacam
"panteisme kosmik" lebih mudah dipahami, karena
ada penolakan terhadap pengubahan ini - kata Santo Paulus - dan, "dalam
Kebangkitan, kita semuanya akan diubah" :
"Ini adalah masa depan yang menanti kita
dan ini adalah fakta yang membawa kita pasang badan terhadap begitu banyak penolakan
: penolakan terhadap pengubahan tubuh kita. Juga - penolakan terhadap jati diri Kristiani. Saya akan mengatakan
lebih : mungkin kita tidak begitu takut
terhadap
Penyingkapan Si Jahat, Penyingkapan Antikristus yang harus datang
pertama-tama - mungkin kita tidak begitu
takut [akan
dia]. Mungkin kita tidak begitu takut akan suara Malaikat Agung atau suara sangkakalanya -
yang akan memperdengarkan kemenangan Tuhan. Takut akan kebangkitan kita, bagaimanapun, kita miliki : kita semua akan
diubah. Pengubahan itu akan menjadi
akhir perjalanan Kristiani kita".
Paus Fransiskus melanjutkan dengan mengatakan bahwa esensi jatidiri Kristiani adalah, "berada bersama Tuhan, di dalam tubuh dan jiwa". Beliau melanjutkan dengan mengatakan, jatidiri Kristiani kita disempurnakan, oleh karena itu, "dengan kebangkitan tubuh kita, dengan kebangkitan
kita" : "Itulah akhir, di
sana : [titik itu yang di dalamnya kita] dipuaskan, oleh citra Tuhan. Jatidiri Kristiani adalah sebuah jalan,
sebuah perjalanan, yang padanya kita 'berada’ bersama Tuhan, seperti dua murid yang
'berada
bersama Tuhan’ pada malam itu. Segenap hidup kita dipanggil untuk menjadi bersama Tuhan, agar - pada akhirnya -
setelah suara malaikat
agung, setelah bunyi
sangkakalanya, tetap bersama-Nya
dan mematuhi Tuhan [selamanya]".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.