Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA BERSAMA 20 KARDINAL BARU 15 Februari 2015 : KARDINAL ADALAH HAMBA GEREJA

Bacaan Ekaristi : Im 13:1-2,44-46; 1 Kor 10:31-11:1; Mrk 1:40-45

Paus Fransiskus memimpin Misa di Basilika Santo Petrus pada hari Minggu, 15 Februari 2015, dengan memberikan berkat Allah bersama-sama dengan Dewan Kardinal, satu hari setelah beliau mengangkat dua puluh kardinal baru. Di bawah ini, homili Bapa Suci yang disampaikannya dalam Misa tersebut.
************************

"Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku" ..... Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir" (Mrk 1:40-41)!. Belas kasihan Yesus! Belas kasihan itu yang membuat-Nya mendekat kepada setiap orang dalam penderitaan! Yesus tidak keberatan; sebaliknya, Ia terlibat dalam penderitaan orang-orang dan kebutuhan mereka ... karena alasan sederhana bahwa Ia paham dan ingin menunjukkan belas kasihan, karena Ia memiliki hati yang tidak malu untuk memiliki "belas kasihan".

"Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru" (Mrk 1:45). Ini berarti bahwa Yesus tidak hanya menyembuhkan penderita kusta tetapi juga mengambil atas diri-Nya sendiri pengucilan yang diperintahkan oleh hukum Musa (bdk. Im 13:1-2,45-46). Yesus tidak takut mengambil risiko berbagi dalam penderitaan orang lain; Ia membayar harganya secara penuh (bdk. Yes 53:4).

Belas kasihan mengarahkan Yesus kepada tindakan nyata : Ia mengembalikan orang-orang yang terkucil! Ini adalah tiga gagasan kunci yang diusulkan Gereja dalam liturgi sabda hari ini : belas kasihan Yesus dalam menghadapi pengucilan dan keinginan-Nya untuk mengembalikan.

Pengucilan : Musa, dalam hukumnya tentang para penderita kusta, mengatakan bahwa mereka dibiarkan sendirian dan terpisah dari masyarakat selama penyakit mereka. Ia menyatakan mereka: "najis!" (bdk. Im 13:1-2,45-46).

Bayangkan berapa banyak penderitaan dan rasa malu yang harus dirasakan para penderita kusta : secara jasmani, sosial, psikologis dan rohani! Mereka bukan hanya korban-korban penyakit, tetapi mereka merasa bersalah tentangnya, dihukum karena dosa-dosa mereka! Diri mereka merupakan sebuah kematian yang hidup; mereka seperti seseorang yang ayahnya telah meludahi wajahnya (bdk. Bil 12:14).

Selain itu, para penderita kusta menimbulkan ketakutan, penghinaan dan kebencian, sehingga mereka ditinggalkan oleh keluarga-keluarga mereka, dijauhi oleh orang lain, diusir oleh masyarakat. Memang, masyarakat menolak mereka dan memaksa mereka untuk hidup terpisah dari orang-orang sehat. Ini mengucilkan mereka. Sedemikian sehingga jika seorang yang sehat mendekati seorang penderita kusta, ia akan dihukum berat, dan sering diperlakukan sebagai seorang penderita kusta sendiri.

Tujuan peraturan ini adalah "untuk melindungi orang-orang sehat", "untuk melindungi orang-orang benar", dan, dalam rangka untuk menjaga mereka dari resiko apapun, untuk menyingkirkan "mara bahaya" dengan memperlakukan orang yang sakit keras. Sebagai Imam Besar Kayafas menetapkan : "Lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yoh 11:50).

Pengembalian : Yesus melakukan revolusi dan menumbangkan mentalitas penu ketakutan, dangkal dan berprasangka itu. Ia tidak menghapuskan hukum Musa, melainkan membawanya kepada penggenapan (bdk. Mat 5:17). Ia melakukannya dengan menyatakan, misalnya, bahwa hukum pembalasan adalah kontraproduktif, bahwa Allah tidak senang dengan ketaatan Sabat yang merendahkan derajat atau mengutuk seorang manusia. Ia melakukannya dengan menampik untuk mengutuk perempuan berdosa, tetapi menyelamatkannya dari semangat buta dari mereka yang siap merajamnya secara kejam dalam keyakinan bahwa mereka sedang menerapkan hukum Musa. Yesus juga melakukan revolusi hati nurani dalam Khotbah di Bukit (bdk. Mat 5), membuka cakrawala-cakrawala baru bagi umat manusia dan sepenuhnya mengungkapkan "logika" Allah. Logika kasih, yang tidak didasarkan pada rasa takut tetapi pada kebebasan dan amal, pada semangat waras dan kehendak Allah yang menyelamatkan. Karena "Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran" (1 Tim 2:3-4). "Aku menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan" (Mat 12: 7; Hos 6: 6).

Yesus, Musa baru, ingin menyembuhkan penderita kusta. Ia ingin menjamahnya dan mengembalikannya ke masyarakat tanpa "dikelilingi" oleh prasangka, menurut dengan pola pikir yang berlaku atau kekhawatiran tentang terjangkiti. Yesus menanggapi dengan segera permohonan si penderita kusta, tanpa menunggu mempelajari situasi dan semua konsekuensinya yang mungkin terjadi! Bagi Yesus, perkara apapun terutama sedang menjangkau untuk menyelamatkan mereka jauh, menyembuhkan bilur-bilur orang yang sakit, memulihkan semua orang kepada keluarga Allah! Dan ini adalah skandal bagi beberapa orang!

Yesus tidak takut skandal semacam ini! Ia tidak memikirkan orang yang berpikiran tertutup yang tersinggung bahkan oleh sebuah karya penyembuhan, tersinggung di hadapan segala keterbukaan, dengan tindakan apapun di luar kotak mental dan rohani mereka, oleh belaian atau tanda kelembutan apapun yang tidak sesuai dengan pemikiran biasa mereka dan kemurnian ritual mereka. Ia ingin mengembalikan orang-orang yang terbuang, untuk menyelamatkan orang-orang yang berada di luar kandang (Yoh 10).

Ada dua cara berpikir dan memiliki iman : kita bisa takut kehilangan yang diselamatkan dan kita bisa ingin menyelamatkan yang hilang. Bahkan hari ini hal ini bisa terjadi bahwa kita berdiri di persimpangan dua cara berpikir ini. Pemikiran para ahli Taurat, yang akan menghilangkan bahaya dengan mengusir orang yang terkena penyakit, dan pemikiran Allah, yang dengan kerahiman-Nya merangkul dan menerima dengan mengembalikannya dan mengubah kejahatan menjadi kebaikan, kutukan menjadi keselamatan dan pengucilan menjadi pemberitaan.

Kedua cara berpikir itu hadir sepanjang sejarah Gereja: menyingkirkan dan mengembalikan. Santo Paulus, mengikuti perintah Tuhan membawa pesan Injil sampai ke ujung bumi (bdk. Mat 28:19), menyebabkan skandal dan menemui hambatan yang kuat dan permusuhan besar, terutama dari mereka yang menuntut ketaatan tanpa syarat kepada hukum Musa, bahkan dari pihak orang-orang kafir yang bertobat. Santo Petrus, juga, secara pahit dikritik oleh masyarakat ketika ia masuk ke dalam rumah perwira kafir Kornelius (Kis 10).

Jalan Gereja, sejak zaman Konsili Yerusalem, selalu merupakan jalan Yesus, jalan kerahiman dan pengembalian. Ini tidak berarti meremehkan bahaya-bahaya membiarkan serigala masuk ke dalam kawanan domba, tetapi menyambut anak laki-laki yang hilang yang bertobat; penyembuhan bliur-bilur dosa dengan keberanian dan tekad; menyingsingkan lengan baju kita serta tidak berdiri dan menonton secara pasif penderitaan dunia. Jalan Gereja tidak mengutuk siapa pun selamanya; mencurahkan balsem kerahiman Allah pada semua orang yang memintanya dengan hati yang tulus. Jalan Gereja justru meninggalkannya empat dinding di belakang dan pergi mencari orang-orang yang jauh, orang-orang di "pinggiran" kehidupan. Ini mengadopsi sepenuhnya pendekatan Allah sendiri, mengikuti Sang Guru yang mengatakan: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat".

Dalam penyembuhan penderita kusta, Yesus tidak merugikan yang sehat. Sebaliknya, Ia membebaskan mereka dari rasa takut. Ia tidak membahayakan mereka, tetapi memberi mereka seorang saudara. Ia tidak merendahkan hukum tetapi malahan menghargai mereka yang kepadanya Allah memberikan hukum. Memang, Yesus membebaskan yang sehat dari godaan "saudara tua" (bdk Luk 15:11-32), beban iri hati dan gerutuan para pekerja yang menanggung "beban hari dan panas" (bdk. Mat 20:1-16).

Dalam sebuah kata : amal tidak bisa netral, acuh tak acuh, suam-suam kuku atau tidak memihak! Amal menjangkit, ia menggairahkan, ia beresiko dan ia terlibat! Karena amal sejati selalu merupakan bersifat tidaklayak, tanpa syarat dan cuma-cuma! (bdk. 1 Kor 13). Amal bersifat kreatif dalam menemukan kata-kata yang tepat untuk berbicara kepada semua orang yang dianggap tidak dapat disembuhkan dan karenanya tak tersentuh. Kontak adalah bahasa komunikasi sejati, bahasa menawan yang sama yang membawa kesembuhan bagi penderita kusta. Berapa banyak penyembuhan yang dapat kita tunjukkan jika kita hanya belajar bahasa ini! Penderita kusta, setelah sembuh, menjadi seorang utusan kasih Allah. Injil mengatakan kepada kita bahwa "orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana" (bdk. Mrk 1:45).

Para kardinal baru yang terkasih, ini adalah "logika", pikiran Yesus, dan ini adalah jalan Gereja. Tidak hanya menyambut dan mengembalikan dengan keberanian injili semua orang yang mengetuk pintu kita, tetapi pergi keluar dan mencari, tanpa rasa takut dan tanpa prasangka, mereka yang jauh, dengan bebas berbagi apa yang diterima oleh kita sendiri dengan bebas. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup" (1 Yoh 2:6). Keterbukaan penuh untuk melayani orang lain adalah ciri khas kita, itu saja gelar kehormatan kita!

Dalam Ekaristi ini yang mendapati kita berkumpul di sekitar altar Tuhan, marilah kita mohon perantaraan Maria, Bunda Gereja, yang dirinya sendiri mengalami pengucilan sebagai akibat dari fitnahan (Yoh 8:41) dan pengasingan (bdk. Mat 2:13-23). Semoga ia mendapatkan rahmat bagi kita untuk menjadi para hamba Allah yang setia. Semoga ia - Bunda kita - mengajar kita menjadi tidak takut akan penyambutan secara lembut mereka yang terbuang; menjadi tidak takut akan kelembutan dan belas kasihan. Semoga ia mengenakan kita kesabaran ketika kita berusaha untuk menemani mereka dalam perjalanan mereka, tanpa mencari manfaat dari kesuksesan duniawi. Semoga ia menunjukkan kepada kita Yesus dan membantu kita untuk berjalan dalam jejak langkah-Nya.

Saudara-saudara terkasih, ketika kita memandang Yesus dan Maria Bunda kita, saya mendorong Anda untuk melayani Gereja sedemikian rupa sehingga orang-orang Kristiani - yang diteguhkan oleh kesaksian kita - tidak akan tergoda untuk berpaling kepada Yesus tanpa berpaling kepada mereka yang terbuang, menjadi sebuah kasta yang tertutup dengan sesuatu yang tidak otentik gerejawi berkaitan dengan hal itu. Saya mendorong Anda untuk melayani Yesus yang disalibkan dalam setiap orang yang terpinggirkan, karena alasan apa pun; melihat Tuhan dalam setiap orang yang terkucil yang lapar, haus, telanjang; melihat Tuhan yang hadir bahkan dalam mereka yang telah kehilangan iman mereka, atau berpaling dari praktek iman mereka; melihat Tuhan yang dipenjara, sakit, tidak memiliki pekerjaan, dianiaya; melihat Tuhan dalam penderita kusta - entah di dalam tubuh atau jiwa - yang menemukan diskriminasi! Kita tidak akan menemukan Tuhan kecuali kita benar-benar menerima mereka yang terkucil! Semoga kita selalu memiliki di hadapan kita gambar Santo Fransiskus, yang tidak takut untuk memeluk penderita kusta dan menerima setiap jenis orang yang terbuang. Sesungguhnya Injil dari mereka yang terkucil adalah di mana kredibilitas kita ditemukan dan diungkapkan!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.