Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 28 April 2015 :DOA YANG RENDAH HATI ADALAH KUNCI KEARIFAN

Bacaan Ekaristi : Kis 11:19-26; Yoh 10:22-30

Mintalah kepada Tuhan "rahmat untuk takut ketika Roh, dengan keyakinan, memberitahu saya untuk mengambil sebuah langkah maju". Juga mintalah "keberanian apostolik untuk menjalani hidup dan tidak untuk membuat sebuah museum kenangan hidup Kristiani kita". Dengan saran ganda ini Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dalam Misa harian Selasa pagi 28 April 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Paus Fransiskus berfokus terutama pada Bacaan Pertama hari itu, yang diambil dari Kisah Para Rasul (11:19-26), yang mengatakan bahwa "setelah masa-masa pertama sukacita, setelah pencurahan Roh Kudus, ada saat-saat yang indah dalam Gereja, tetapi juga banyak masalah". Salah satunya terlihat pada kenyataan bahwa beberapa orang sedang memberitakan "Injil kepada orang-orang Yunani, kepada orang-orang kafir, kepada orang-orang yang bukan orang-orang Israel". Bahkan, Paus Fransiskus menjelaskan, "ini begitu sukar dipahami, ia tampak seperti sebuah ajaran baru". Setelah semuanya, beliau berkata, ada peristiwa yang di dalamnya Petrus ditegur setelah pergi ke rumah Kornelius : "Engkau pergi ke sana, engkau memasuki rumah orang kafir! Engkau telah menjadi najis!".

Di sini sesuatu yang mirip sedang terjadi : "setelah penganiayaan, setelah kemartiran Santo Stefanus", para murid tersebar dan hanya para rasul yang tinggal di Yerusalem. Beberapa murid pergi ke "Antiokhia dan memberitakan di rumah-rumah ibadat orang Yahudi". Tetapi "orang-orang lain, yang berasal dari Siprus dan Kirene, 'berbicara kepada orang-orang Yunani juga memberitakan Tuhan Yesus : dan tangan Tuhan menyertai mereka, dan sejumlah besar yang percaya berbalik kepada Tuhan'".

Jadi, ketika "'berita dari hal ini sampai ke telinga gereja di Yerusalem', ia menciptakan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi". Pada titik ini para Rasul yang menyuruh "semacam 'kunjungan kanonik', mengatakan kepada Barnabas:" Pergilah, berkunjung ke sana dan kemudian kita akan melihat apa yang harus dilakukan". Namun, "ketika Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, ia senang, dan ia membawa pulang ketentraman dan kedamaian ke Yerusalem". Bagi Paus Fransiskus, cerita dari Kisah Para Rasul ini berbicara sekali lagi tentang "kebaruan", yang meledak "ke dalam mentalitas" yang berdasarkannya Yesus datang hanya "untuk menyelamatkan umat-Nya, umat yang dipilih oleh Bapa-Nya". Mentalitas ini masih tidak dapat memahami gagasan "bahwa orang-orang lain ambil bagian" dalam rencana keselamatan ilahi.

"Tetapi itu ada dalam nubuat-nubuat", Paus Fransiskus menunjukkan,yang mengacu pada Kitab Yesaya. Namun mereka "tidak mengerti. Mereka tidak mengerti bahwa Allah adalah Allah dari kebaruan : 'Aku menjadikan segala sesuatu baru'". Mereka tidak mengerti "bahwa Roh Kudus datang tepatnya karena alasan ini, untuk memperbaharui kita dan terus-menerus bekerja untuk memperbarui kita". Malahan, Paus Fransiskus mengamati, "hal ini menimbulkan rasa takut. Dalam sejarah Gereja kita dapat melihat sejak saat itu sampai hari ini berapa banyak rasa takut muncul dari kejutan-kejutan Roh Kudus". Beberapa orang mungkin keberatan, "Tetapi Bapa, ada kebaruan dan ada kebaruan! Beberapa kebaruan dapat dilihat sebagai kebaruan Allah, bukan kebaruan orang lain". Paus Fransiskus menanggapi mereka dengan kata-kata Petrus kepada saudara-saudaranya di Yerusalem, ketika mereka menegur dia karena memasuki rumah Kornelius : "Ketika aku melihat bahwa mereka diberi apa yang telah kami terima, siapakah aku ini sehingga menolak baptisan?".

Gagasan yang sama hadir dalam perikop dari Bacaan hari itu berkenaan dengan Barnabas, yang digambarkan sebagai "orang baik" dan "penuh dengan Roh Kudus". Hal ini menyoroti bahwa "dalam keduanya ada Roh Kudus, yang membiarkan kebenaran terlihat", sesuatu yang tidak bisa kita lakukan "pada diri kita sendiri". Kita tidak bisa melihatnya "dengan kecerdasan kita", Paus Fransiskus mengatakan, menjelaskan: "Kita bisa mempelajari seluruh sejarah keselamatan, kita bisa mempelajari seluruh teologi, tetapi tanpa Roh kita tidak bisa mengerti. Justru Rohlah yang memungkinkan kita memahami kebenaran atau - menggunakan kata-kata Yesus - Roh Kuduslah yang memungkinkan kita untuk mengenal suara Yesus : 'Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikuti Aku'".

Singkatnya, bagi Paus Fransiskus "Keluarnya Gereja adalah karya Roh Kudus. Dialah yang sedang berkarya". Demikian pula "Yesus berkata kepada para Rasul : 'Aku akan mengirimkan karunia Bapa serta Ia akan mengingatkan kamu dan mengajar kamu". Bagaimana? Dengan mengingat apa yang dikatakan Yesus dan dengan mengacu pada nubuat-nubuat : "Inilah sebabnya, dalam pengajaran-pengajaran pertama, bahkan pengajaran Santo Stefanus, ada sebuah pembacaan kembali", Paus Fransiskus menjelaskan, "semua nubuat. Karya Roh Kuduslah, yang membuat kita ingat sejarah bersama Yesus yang bangkit sebagai kunci : 'dan Ia akan mengajarkan kamu jalan tersebut'".

Dalam hal ini Paus Fransiskus juga menyarankan bagaimana kita bisa yakin bahwa suara yang kita dengar adalah suara Yesus, dan bahwa apa pun yang kita rasakan harus kita lakukan adalah karya Roh Kudus. Perlulah, beliau berkata, "berdoa. Tanpa doa, tidak ada ruang untuk Roh Kudus". Kita harus "meminta Allah untuk mengirimkan kepada kita karunia ini : 'Tuhan, berilah kami Roh Kudus, agar kami dapat membedakan dalam setiap saat apa yang harus kami lakukan'". Namun, ini "tidak berarti selalu mengulangi hal yang sama. Pesannya sama, tetapi Gereja pergi ke luar, Gereja pergi keluar dengan kejutan-kejutan ini, dengan kebaruan Roh Kudus ini".

Jadi "ia harus dibedakan, dan untuk membedakannya kita harus berdoa, meminta rahmat ini" - sama seperti Barnabas, yang "penuh dengan Roh Kudus dan yang langsung mengerti". Juga seperti Petrus, yang "melihat dan berkata : 'siapakah aku ini sehingga menolak baptisan di sini?'". Memang, Roh Kudus "tidak membiarkan kita melakukan kesalahan-kesalahan".

Dalam hal ini juga, Paus Fransiskus mengatakan ia menyadari keberatan-keberatan yang dapat diajukan terhadap alasannya : "Bapa, mengapa engkau menciptakan begitu banyak masalah? Mari kita melakukan hal-hal seperti yang selalu kita lakukan, dengan cara itu kita lebih pasti". Beliau menjawab bahwa hipotesis ini mungkin merupakan "sebuah alternatif", tetapi ia akan menjadi "sebuah alternatif yang mandul; sebuah alternatif yang 'mati'". Apa yang jauh lebih baik, beliau menyimpulkan, adalah "dengan doa, dengan kerendahan hati, mengambil resiko menerima apa yang diminta Roh kepada kita untuk berubah sesuai dengan waktu yang di dalamnya kita hidup : ini adalah caranya".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.