Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 5 MEI 2015 : KESULITAN, KEPERCAYAAN DAN DAMAI SEJAHTERA

Bacaan Ekaristi : Kis 14:19-28; Yoh 14:27-31a

Dalam "kesulitan-kesulitan hidup" yang terelakkan orang Kristen harus mempercayakan dirinya kepada Tuhan dalam doa, dengan kepastian bahwa ia akan menerima "perdamaian sejati" tersebut yang menanamkan "keberanian dan pengharapan". Paus Fransiskus mengatakan hal ini dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 5 Mei 2015, di Kapel Casa Santa Marta, Vatikan.

"Dalam liturgi hari ini", beliau berkata, ada tiga kata yang dapat membantu kita dalam perjalanan iman dan pengharapan kita". Beliau kemudian menjelaskan "pada awal Misa kita memohon kepada Tuhan [dalam Doa Pembukaan] untuk menguatkan kita dalam iman dan pengharapan ... dan tiga kata yang bersinar keluar dalam Bacaan-bacaan adalah "kesulitan", "kepercayaan" dan "perdamaian".

Paus Fransiskus menceritakan apa yang terjadi pada Paulus, menurut Kisah Para Rasul (14:19-28): setelah dilempari batu, ia diseret keluar kota dan ditinggalkan karena mati. Paulus, oleh karena itu, "menderita", tetapi kemudian, "ia bangkit", dan ia mendesak mereka untuk "bertekun dalam iman, karena kita harus masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui banyak kesulitan". Paus Fransiskus ingat bahwa "dalam kehidupan pencobaan-pencobaan sedang menunggu kita : itu adalah bagian dari kehidupan untuk melewati saat-saat gelap, masa-masa sulit".

Tetapi nasihat Paulus "untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui banyak kesulitan bukanlah sikap senang menderita (sadomasokis) : itu adalah perjuangan Kristen". Dan alasannya, Paus Fransiskus menjelaskan, yaitu, sebagaimana dikatakan Yesus, "penguasa dunia ini datang, ia dekat dan berusaha untuk memisahkan kita dari Kerajaan Allah, dari sabda Yesus, dari iman, dari pengharapan". Itulah sebabnya "kita meminta Tuhan untuk menguatkan kita dalam iman dan pengharapan".

"Kesulitan-kesulitan" akan selalu ada, oleh karena itu. Tetapi Yesus mendorong kita untuk mengambil keberanian : "Aku telah mengalahkan dunia". Dan "Ia berada di atas segala kesusahan, Ia membantu kita untuk maju". Kata-kata yang dipilih Kristus untuk menjelaskan hal ini bermakna : ketika "Ia berbicara tentang benih yang jatuh di tanah berbatu Ia mengatakan itu seperti seorang yang menerima sabda itu dengan sukacita dan kemudian di saat kesusahan tidak lagi mendengarkannya dan menjadi putus asa".

Hal ini kemudian adalah makna dari "mengalami kesusahan". Dan "bertahan", Paus Fransiskus menyatakan, "adalah sebuah kata yang kerap digunakan Paulus : itu lebih dari sekedar memiliki kesabaran, itu membawa pada bahu Anda, memikul beban kesusahan". Dan "kehidupan orang Kristen memiliki saat-saat seperti ini". Tetapi "Yesus mengatakan kepada kita : 'Milikilah keberanian pada saat itu. Aku telah menang, dan kamu juga akan menjadi para pemenang". Dengan demikian "kata pertama ini mencerahkan kita" dalam menghadapi "saat-saat yang paling sulit dalam hidup, saat-saat ini yang membuat kita menderita".

Paus Fransiskus kemudian ingat bagaimana Paulus, "setelah memberikan nasihat ini, menata Gereja, mendoakan para penatua, menumpangkan tangan atas mereka dan mempercayakan mereka kepada Tuhan". Dan kita sampai pada kata kedua : "kepercayaan". Memang, "seorang Kristen dapat membawa ke depan setiap kesusahan dan bahkan penganiayaan sekaligus dengan mempercayakan dirinya kepada Tuhan : Dialah yang mampu memberi kita kekuatan, memungkinkan kita untuk bertekun dalam iman, memberi kita pengharapan".

Kita perlu tahu bagaimana "mempercayakan sesuatu kepada Tuhan, mempercayakan saat sulit ini kepada Tuhan, mempercayakan diri kita kepada Tuhan, mempercayakan umat kita kepada Tuhan, imam-imam, uskup-uskup kita, mempercayakan keluarga-keluarga kita kepada Tuhan, teman-teman kita". Kita perlu tahu bagaimana mengatakan kepada Tuhan: "Jagalah ini, mereka adalah milik-Mu".

Namun, Paus Fransiskus menyoroti, itu "bukan sebuah doa yang selalu kita buat : doa pemercayaan". Itu adalah sebuah doa Kristen yang indah ketika kita mengatakan: "Tuhan, aku mempercayakan kepada-Mu hal ini, aku membawanya di sini di hadapan Engkau". Ini adalah "sebuah sikap kepercayaan dalam kuasa Tuhan, dan dalam kelembutan Tuhan yang adalah Bapa". Itulah sebabnya "ketika doa ini diucapkan - tetapi benar-benar, dari hati - kita merasakan bahwa orang ini yang dipercayakan kepada Tuhan aman: Ia tidak pernah mengecewakan".

Singkatnya, "kesulitan membuat Anda menderita, kepercayaan kepada Tuhan memberi Anda pengharapan dan, dari sini, kata ketiga muncul : damai sejahtera". Semua ini, Paus Fransiskus menunjukkan, "memberikan Anda damai sejahtera". Dan itu juga "apa yang Yesus katakan sebagai perpisahan kepada murid-murid-Nya : 'Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu', seperti yang kita baca dalam Injil Yohanes (14:27-31). Tetapi, Paus Fransiskus memperingatkan, ini bukan tentang "sekedar ketenangan". Yesus lebih tepat: "Damai sejahtera-Ku bukan sejenis damai sejahtera yang diberikan dunia", jenis yang memberikan semacam ketenangan. Sebaliknya damai sejahtera yang datang dari Yesus "menuju batin", itu adalah "sebuah damai sejahtera yang memberi Anda kekuatan, yang memperkuat apa yang hari ini kita mohon kepada Tuhan: iman kita dan pengharapan kita".

Kita seharusnya tidak lupa bahwa "dalam kehidupan kita harus menempuh kesulitan", karena itu "adalah hukum kehidupan"; tetapi kita harus selalu ingat pada saat-saat "mempercayakan diri kita kepada Tuhan" tersebut. Dan "Ia akan menanggapi kita dengan damai sejahtera". Tuhan "adalah Bapa, Ia sangat mengasihi kita dan tidak pernah mengecewakan kita", Paus Fransiskus menegaskan kembali. Dan beliau menutup homilinya dengan memohon agar Allah "menguatkan kita dalam iman kita dan dalam pengharapan kita", memberi kita "kepercayaan untuk mengatasi setiap kesusahan, karena telah mengalahkan dunia", dan kepada semua orang di mana pun Ia menawarkan damai sejahtera-Nya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.