Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 25 Juni 2015 : SEORANG NABI BENAR TAHU BAGAIMANA MENDENGARKAN

Bacaan Ekaristi : Kej 16:1-12.15-16; Mat 7:21-29

Bagaimana seorang Kristen dikenali? Dari sikapnya. Dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 25 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mengulas Bacaan Injil hari itu (Mat 7:21-29), membandingkan gambaran rumah yang dibangun di atas batu karang dengan kehidupan sehari-hari umat beriman.

Bapa Suci mengawali dengan menunjukkan bahwa perikop dari Injil Matius tersebut menyimpulkan "serangkaian katekese yang diberikan Yesus kepada orang-orang" dan bahwa orang-orang yang mengikuti Tuhan "heran", karena "Ia mengajar mereka layaknya orang yang memiliki kuasa, dan bukan seperti ahli-ahli Taurat mereka". Paus Fransiskus segera menarik darinya sebuah pelajaran untuk semua orang : "orang-orang tahu kapan seorang imam, seorang uskup, seorang katekis, seorang Kristen, memiliki konsistensi yang memberikan mereka kuasa itu", ketika ia "benar-benar tahu bagaimana membedakan".

Lagipula, dalam perikop sebelumnya, Yesus sendiri "menegur murid-murid-Nya, orang-orang tersebut, semua orang: 'Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu'". Kata yang benar tersebut, "meskipun itu sebuah bentukan kata baru", Paus Fransiskus mengatakan, bisa menjadi "nabi-nabi palsu". Nabi-nabi palsu ini "tampak seperti  domba-domba kecil, domba-domba yang baik, tetapi mereka adalah serigala-serigala pemangsa". Bacaan Injil mengingat tepatnya ayat yang di dalamnya Yesus menjelaskan bagaimana membedakan "di mana para pengkhotbah Injil yang benar, dan di mana orang-orang yang memberitakan sebuah Injil yang bukan Injil".

Ada, Paus Fransiskus menjelaskan, "tiga kata kunci untuk memahami hal ini: berbicara, melakukan, dan mendengarkan". Dimulai dengan "berbicara". Yesus menyatakan: "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga". Ia melanjutkan: "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?". Namun, Ia akan menanggapi mereka: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!".

Mengapa ada pertentangan ini? Karena, Paus Fransiskus mengatakan, "orang-orang ini berbicara, mereka melakukan", tetapi mereka sedang kehilangan "sikap lain, yang sangat mendasar, yang sebenarnya merupakan dasar dari berbicara, dasar dari melakukan" : mereka tidak "mendengarkan". Memang, Yesus melanjutkan: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya...". Oleh karena itu, "orang yang serentak berbicara-mendengarkan tidaklah memadai" - pada kenyataannya, bahkan itu bisa menipu. Keserentakan yang benar adalah hal lainnya : ia adalah "mendengarkan dan melakukan, menerapkan". Tentu saja, Yesus mengatakan: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu". Tetapi "setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir".

Berikutnya adalah kunci untuk mengakui nabi-nabi palsu : "Kalian akan tahu mereka oleh buah-buah mereka". Dengan kata lain, Paus Fransiskus mengatakan, "dari sikap mereka: begitu banyak kata, mereka berbicara, mereka hebat, mereka melakukan hal-hal besar, tetapi hati mereka tidak terbuka untuk mendengarkan Sabda Allah, mereka takut akan keheningan Sabda Allah". Ini adalah "orang-orang Kristen palsu, gembala-gembala palsu", yang "melakukan hal-hal yang baik" tetapi "batu karangnya hilang".

Doa kolekte hari itu berkumandang : "Engkau jangan pernah meninggalkan mereka yang percaya dalam batu karang kasih-Mu". Tetapi "orang-orang Kristen palsu" ini, sebaliknya, tidak memiliki "batu karang kasih Allah, batu karang Sabda Allah". Dan, Paus Fransiskus menambahkan, "tanpa batu karang ini mereka tidak dapat membangun: mereka sedang bersandiwara, karena pada akhirnya itu semua runtuh".

Ini adalah "gembala-gembala palsu, gembala-gembala duniawi, gembala-gembala atau orang-orang Kristen yang berbicara terlalu banyak", kata Paus Fransiskus. Mungkin itu karena "mereka takut akan keheningan" dan "mungkin mereka melakukan terlalu banyak". Mereka tidak mampu bertindak dari sudut pandang "mendengarkan"; mereka menjalankan mulai dari diri mereka sendiri, "bukan dari Allah".

Dengan demikian, Paus Fransiskus merangkum, "orang yang hanya berbicara dan bertindak, bukan seorang nabi yang benar, bukan seorang Kristen yang benar, dan pada akhirnya semuanya akan runtuh", karena "ia tidak berada pada batu karang kasih Allah, ia bukan 'terbuat dari batu'". Di sisi lain, "orang yang tahu bagaimana mendengarkan dan dari mendengarkan, melakukan, dengan kekuatan kata lainnya, bukan katanya sendiri", orang ini "tetap teguh seperti batu karang : meskipun ia adalah seorang yang rendah hati, yang tampaknya tidak penting", ia luar biasa. Dan "berapa banyak dari orang-orang luar biasa ini ada di dalam Gereja!", Paus Fransiskus menekankan, menambahkan: "Berapa banyak uskup yang luar biasa, berapa banyak imam yang luar biasa, berapa banyak umat yang luar biasa yang tahu bagaimana mendengarkan dan dari mendengarkan, melakukan!".

Paus Fransiskus juga menarik sebuah teladan zaman modern dalam sosok Beata Teresa dari Kalkuta, yang "mendengar suara Tuhan: ia tidak berbicara, dan dalam keheningan ia tahu bagaimana mendengarkan", dan oleh karena itu, bagaimana bertindak. "Ia berbuat begitu banyak", kata Paus Fransiskus. Dan seperti rumah yang dibangun di atas batu karang, baik dia maupun karyanya tidak runtuh". Dari kesaksiannya kita tahu bahwa "orang-orang luar biasa itu tahu bagaimana mendengarkan dan dari mendengarkan, mereka melakukan. Karena iman mereka dan kekuatan mereka 'berdiri' di atas batu karang kasih Yesus Kristus".

Paus Fransiskus mengakhiri permenungannya dengan menghubungkannya ke perayaan Ekaristi yang diikuti. Beliau ingat bagaimana liturgi menggunakan "altar batu, yang kuat, yang kokoh" sebagai "lambang Yesus". Di atas altar ini Yesus menjadi "lemah, Ia adalah sepotong roti" yang diberikan kepada semua orang. Tuhan "menjadi lemah" untuk membuat kita kuat. "Semoga Ia menyertai kita dalam perayaan ini", Paus Fransiskus berdoa, "dan mengajarkan kita untuk mendengarkan dan melakukan", dan melakukan awalan "dari mendengarkan, bukan dari kata-kata kita sendiri".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.