Bacaan Ekaristi : 2Kor 1:18-22; Mat 5:13-16
"Jatidiri Kristiani" menemukan kekuatannya dalam kesaksian, dan ia tidak memungkinkan adanya makna ganda : oleh karena itu, Kekristenan tidak dapat "dilemahkan". Sifat dasar "skandal"-nya tidak dapat disembunyikan dengan mengubahnya ke dalam sebuah "gagasan yang indah" bagi mereka yang selalu membutuhkan "kebaruan". Kita juga harus waspada terhadap godaan-godaan duniawi, mereka yang "memperluas hati nurani" sehingga memungkinkan segalanya masuk. Paus Fransiskus menawarkan beberapa pemikiran ini dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi, 9 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau mengingat bahwa "kata terakhir Allah disebut 'Yesus' dan tidak lebih".
"Liturgi hari ini berbicara kepada kita tentang jatidiri Kristiani", Paus Fransiskus mengawali, segera menindaklanjuti dengan pertanyaan pokok : "Apa jatidiri Kristiani ini?". Mengacu pada Bacaan Pertama (2 Kor 1:18-22), Paus Fransiskus mengingatkan bahwa "Paulus mulai dengan berbicara kepada jemaat Korintus tentang hal-hal yang telah mereka alami, beberapa peristiwa penganiayaan", dan "kesaksian mereka menanggung bagi Yesus Kristus". Akibatnya, ia menulis kepada mereka: "Aku membanggakan ini - yaitu, aku membanggakan tentang jatidiri Kristianiku - yang telah menjadi seperti ini. Allah adalah saksi bahwa perkataan kami terhadapmu adalah 'ya', dengan kata lain, bahwa kami berbicara kepadamu tentang jatidiri kami".
"Untuk sampai pada jatidiri Kristiani ini", Paus Fransiskus menjelaskan, "Allah, Bapa kita, membuat kita melakukan sebuah perjalanan panjang dalam sejarah, berabad-abad, dengan gambaran-gambaran bersifat kiasan, dengan janji-janji, perjanjian-perjanjian dan yang sejenis, sampai saat kepenuhan waktu, ketika Ia mengutus Putra-Nya, yang lahir dari seorang perempuan". Oleh karena itu, ia merupakan "sebuah perjalanan panjang". Dan, Paus Fransiskus menegaskan, "kita juga harus membuat sebuah perjalanan panjang dalam hidup kita, sehingga jatidiri Kristiani ini dapat menjadi kuat dan memikul kesaksian". Sebuah perjalanan, beliau menunjukkan, "yang kita dapat tetapkan dari makna ganda menjadi jatidiri sejati".
Dengan demikian, dalam Surat kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menulis bahwa "perkataan kami kepadamu bukan Ya dan Tidak", makna ganda. Bahkan, Paulus menambahkan, "Putra Allah, Yesus Kristus, yang tentangnya kami beritakan di antara kamu ... bukan Ya dan Tidak; tetapi di dalam Dia selalu Ya". Di sinilah kemudian, Paus Fransiskus mengatakan, bahwa "jatidiri kita sebenarnya ditemukan: dalam mencontoh, dalam mengikuti Yesus Kristus ini, yang adalah Tuhan 'ya' demi kita". Dan "ini adalah hidup kita: berjalan setiap hari untuk memperkuat jatidiri ini dan memberi kesaksian padanya, langkah demi langkah, tetapi selalu menuju 'ya', tidak bermakna ganda".
"Memang benar", Paus Fransiskus mengakui, "ada dosa dan dosa membuat kita jatuh, tetapi kita memiliki kekuatan Tuhan untuk mengangkat diri kita dan bergerak maju dengan jatidiri kita". Tetapi, beliau menambahkan, "Saya juga akan mengatakan bahwa dosa adalah bagian jatidiri kita: kita adalah orang-orang berdosa, melainkan orang-orang berdosa dengan iman di dalam Yesus Kristus". Memang, "itu bukan hanya sebuah iman kesadaran" tetapi "sebuah iman yang merupakan sebuah karunia Allah yang telah memasuki kita dari Allah". Dengan demikian, Paus Fransiskus menjelaskan, "Allah sendirilah yang meneguhkan kita di dalam Kristus". Dan Ia telah mengurapi kita, memetereikan kita, memberikan kita dengan sebuah jaminan, janji Roh Kudus di dalam hati kita". Ya, Paus Fransiskus menekankan, "Allahlah yang memberi kita karunia jatidiri ini" dan "masalahnya adalah menjadi setia kepada jatidiri Kristiani ini dan mengijinkan Roh Kudus, yang adalah jaminan kita yang sesungguhnya, janji di dalam hati kita, untuk memimpin kita maju dalam hidup".
"Kita adalah orang-orang yang tidak mengikuti seorang filsuf", Paus Fransiskus menyatakan, karena "kita memiliki sebuah karunia, yaitu jatidiri kita: kita diurapi, kami memiliki meterei yang ditempatkan pada diri kita dan kita memiliki jaminan di dalam diri kita, jaminan Roh Kudus". Dan "Surga dimulai di sini, sebuah jatidiri yang indahlah yang menunjukkan dirinya dalam kesaksian". Inilah sebabnya, beliau menambahkan, "Yesus berbicara kepada kita kesaksian sebagai bahasa jatidiri Kristiani kita" ketika Ia mengatakan: "Kamu adalah garam dunia; tetapi jika garam telah kehilangan rasanya, bagaimana keasinannya harus dikembalikan?". Acuan tersebut diambil dari Bacaan Injil Matius (5:13-16).
Tentunya, Paus Fransiskus melanjutkan, "jatidiri Kristiani, karena kita adalah orang-orang berdosa, juga dicobai, dicobai - pencobaan selalu datang - dan ia dapat berjalan mundur, ia dapat melemahkan dan menjadi hilang". Tetapi bagaimana ini bisa terjadi? "Saya pikir", kata Paus Fransiskus, "bahwa orang dapat berjalan mundur pada dua jalan utama".
Jalan pertama, beliau menjelaskan, adalah "jalan yang bergerak dari kesaksian menuju gagasan-gagasan", yang "memperlemah kesaksian". Seolah-olah mengatakan, "Ya, aku seorang Kristiani, ini kekristenan, sebuah gagasan yang indah, saya berdoa kepada Allah". Tetapi "dengan cara ini, kita pergi dari Kristus yang berwujud, karena jatidiri Kristiani adalan berwujud - kita membacanya dalam Sabda Bahagia; keberwujudan ini juga berada dalam Bab 25 Injil Matius - dari agama yang agak lembut ini, menuju udara, dan menuju jalan agnostik". Di balik itu, bagaimanapun, "ada skandal: jatidiri Kristiani ini skandal". Akibatnya, "pencobaan untuk mengatakan 'tidak, tidak, tanpa skandal; salib adalah sebuah skandal; bahwa Allah menjadi manusia adalah "skandal lain", dan dikesampingkan; kita sedang mencari Allah "dengan spiritualitas Kristiani yang agak sangat halus, yang lapang ini". Dengan demikian, Paus Fransiskus mengatakan, "ada agnostik-agnostik modern, dan mereka mengusulkan kepada Anda ini dan itu: tidak, kata terakhir Alllah adalah Yesus Kristus, tidak ada yang lain".
"Pada jalan ini", Paus Fransiskus melanjutkan, ada juga "orang-orang yang selalu membutuhkan kebaruan dari jatidiri Kristiani: mereka telah lupa bahwa mereka dipilih, diurapi, bahwa mereka memiliki jaminan Roh, dan mereka mencari : 'Di mana para nabi yang memberitahu kami hari ini surat yang akan dikirimkan Bunda Maria kepada kami pada pukul 4.00 sore hari?', misalnya, bukan? Mereka hidup dengan hal ini". Tetapi "ini bukan jatidiri Kristiani. Kata terakhir Allah disebut 'Yesus' dan tidak lebih".
"Jalan lain untuk pergi ke belakang dari jatidiri Kristiani adalah keduniawian", kata Paus Fransiskus. Dan ini berarti "memperluas hati nurani sejauh segala sesuatu dapat masuk: 'Ya, kami adalah orang-orang Kristiani, tetapi ya ini ...', tidak hanya secara moral tetapi juga dalam arti manusiawi". Karena "keduniawian bersifat manusiawi, dan ini adalah bagaimana garam menjadi tawar". Inilah sebabnya, Paus Fransiskus menjelaskan, "kita melihat jemaat-jemaat Kristiani, bahkan orang-orang Kristiani, yang mengatakan mereka Kristiani, tetapi tidak bisa dan tidak tahu bagaimana memberikan kesaksian bagi Yesus Kristus". Dan "ini adalah bagaimana jatidiri berjalan mundur, mundur dan menjadi hilang". "nominalisme duniawi inilah yang kita lihat setiap hari".
"Dalam sejarah keselamatan, Allah, dengan kesabaran kebapaan-Nya, telah menuntun kita dari makna ganda menuju kepastian, menuju keberwujudan penjelmaan dan kematian yang menebus dari Putra-Nya: ini adalah jatidiri kita". Dan "Paulus membanggakan ini: Yesus Kristus, telah menjadi manusia: Allah, Putra Allah, telah menjadi manusia dan mati dalam ketaatan". Ya, Paus Fransiskus mengatakan, Paulus "membanggakan ini" dan "ini adalah jatidiri dan di sana terletak kesaksian". "Sebuah rahmat yang harus kita mohonkan dari Tuhan: agar Ia selalu memberi kita karunia ini, karunia sebuah jatidiri ini yang tidak berusaha untuk beradaptasi dengan hal-hal yang akan membuatnya kehilangan keasinannya".
Sebelum melanjutkan perayaan Ekaristi, Paus Fransiskus mengambil kesempatan untuk mengatakan bahwa itu juga adalah "sebuah 'skandal'". Selain itu, beliau mengakhiri, "Izinkan saya untuk mengatakan 'sebuah skandal ganda'". Pertama, beliau menjelaskan, "karena itu adalah 'skandal' Salib : Yesus, Putra Allah, yang memberikan hidup-Nya untuk kita". Dan kedua, "'skandal' di mana kita orang-orang Kristiani merayakan peringatan kematian Tuhan dan kita tahu bahwa di sini kenangan ini diperbarui". Dengan demikian perayaan Ekaristi yang sesungguhnya "adalah kesaksian jatidiri Kristiani kita".
"Jatidiri Kristiani" menemukan kekuatannya dalam kesaksian, dan ia tidak memungkinkan adanya makna ganda : oleh karena itu, Kekristenan tidak dapat "dilemahkan". Sifat dasar "skandal"-nya tidak dapat disembunyikan dengan mengubahnya ke dalam sebuah "gagasan yang indah" bagi mereka yang selalu membutuhkan "kebaruan". Kita juga harus waspada terhadap godaan-godaan duniawi, mereka yang "memperluas hati nurani" sehingga memungkinkan segalanya masuk. Paus Fransiskus menawarkan beberapa pemikiran ini dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi, 9 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau mengingat bahwa "kata terakhir Allah disebut 'Yesus' dan tidak lebih".
"Liturgi hari ini berbicara kepada kita tentang jatidiri Kristiani", Paus Fransiskus mengawali, segera menindaklanjuti dengan pertanyaan pokok : "Apa jatidiri Kristiani ini?". Mengacu pada Bacaan Pertama (2 Kor 1:18-22), Paus Fransiskus mengingatkan bahwa "Paulus mulai dengan berbicara kepada jemaat Korintus tentang hal-hal yang telah mereka alami, beberapa peristiwa penganiayaan", dan "kesaksian mereka menanggung bagi Yesus Kristus". Akibatnya, ia menulis kepada mereka: "Aku membanggakan ini - yaitu, aku membanggakan tentang jatidiri Kristianiku - yang telah menjadi seperti ini. Allah adalah saksi bahwa perkataan kami terhadapmu adalah 'ya', dengan kata lain, bahwa kami berbicara kepadamu tentang jatidiri kami".
"Untuk sampai pada jatidiri Kristiani ini", Paus Fransiskus menjelaskan, "Allah, Bapa kita, membuat kita melakukan sebuah perjalanan panjang dalam sejarah, berabad-abad, dengan gambaran-gambaran bersifat kiasan, dengan janji-janji, perjanjian-perjanjian dan yang sejenis, sampai saat kepenuhan waktu, ketika Ia mengutus Putra-Nya, yang lahir dari seorang perempuan". Oleh karena itu, ia merupakan "sebuah perjalanan panjang". Dan, Paus Fransiskus menegaskan, "kita juga harus membuat sebuah perjalanan panjang dalam hidup kita, sehingga jatidiri Kristiani ini dapat menjadi kuat dan memikul kesaksian". Sebuah perjalanan, beliau menunjukkan, "yang kita dapat tetapkan dari makna ganda menjadi jatidiri sejati".
Dengan demikian, dalam Surat kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menulis bahwa "perkataan kami kepadamu bukan Ya dan Tidak", makna ganda. Bahkan, Paulus menambahkan, "Putra Allah, Yesus Kristus, yang tentangnya kami beritakan di antara kamu ... bukan Ya dan Tidak; tetapi di dalam Dia selalu Ya". Di sinilah kemudian, Paus Fransiskus mengatakan, bahwa "jatidiri kita sebenarnya ditemukan: dalam mencontoh, dalam mengikuti Yesus Kristus ini, yang adalah Tuhan 'ya' demi kita". Dan "ini adalah hidup kita: berjalan setiap hari untuk memperkuat jatidiri ini dan memberi kesaksian padanya, langkah demi langkah, tetapi selalu menuju 'ya', tidak bermakna ganda".
"Memang benar", Paus Fransiskus mengakui, "ada dosa dan dosa membuat kita jatuh, tetapi kita memiliki kekuatan Tuhan untuk mengangkat diri kita dan bergerak maju dengan jatidiri kita". Tetapi, beliau menambahkan, "Saya juga akan mengatakan bahwa dosa adalah bagian jatidiri kita: kita adalah orang-orang berdosa, melainkan orang-orang berdosa dengan iman di dalam Yesus Kristus". Memang, "itu bukan hanya sebuah iman kesadaran" tetapi "sebuah iman yang merupakan sebuah karunia Allah yang telah memasuki kita dari Allah". Dengan demikian, Paus Fransiskus menjelaskan, "Allah sendirilah yang meneguhkan kita di dalam Kristus". Dan Ia telah mengurapi kita, memetereikan kita, memberikan kita dengan sebuah jaminan, janji Roh Kudus di dalam hati kita". Ya, Paus Fransiskus menekankan, "Allahlah yang memberi kita karunia jatidiri ini" dan "masalahnya adalah menjadi setia kepada jatidiri Kristiani ini dan mengijinkan Roh Kudus, yang adalah jaminan kita yang sesungguhnya, janji di dalam hati kita, untuk memimpin kita maju dalam hidup".
"Kita adalah orang-orang yang tidak mengikuti seorang filsuf", Paus Fransiskus menyatakan, karena "kita memiliki sebuah karunia, yaitu jatidiri kita: kita diurapi, kami memiliki meterei yang ditempatkan pada diri kita dan kita memiliki jaminan di dalam diri kita, jaminan Roh Kudus". Dan "Surga dimulai di sini, sebuah jatidiri yang indahlah yang menunjukkan dirinya dalam kesaksian". Inilah sebabnya, beliau menambahkan, "Yesus berbicara kepada kita kesaksian sebagai bahasa jatidiri Kristiani kita" ketika Ia mengatakan: "Kamu adalah garam dunia; tetapi jika garam telah kehilangan rasanya, bagaimana keasinannya harus dikembalikan?". Acuan tersebut diambil dari Bacaan Injil Matius (5:13-16).
Tentunya, Paus Fransiskus melanjutkan, "jatidiri Kristiani, karena kita adalah orang-orang berdosa, juga dicobai, dicobai - pencobaan selalu datang - dan ia dapat berjalan mundur, ia dapat melemahkan dan menjadi hilang". Tetapi bagaimana ini bisa terjadi? "Saya pikir", kata Paus Fransiskus, "bahwa orang dapat berjalan mundur pada dua jalan utama".
Jalan pertama, beliau menjelaskan, adalah "jalan yang bergerak dari kesaksian menuju gagasan-gagasan", yang "memperlemah kesaksian". Seolah-olah mengatakan, "Ya, aku seorang Kristiani, ini kekristenan, sebuah gagasan yang indah, saya berdoa kepada Allah". Tetapi "dengan cara ini, kita pergi dari Kristus yang berwujud, karena jatidiri Kristiani adalan berwujud - kita membacanya dalam Sabda Bahagia; keberwujudan ini juga berada dalam Bab 25 Injil Matius - dari agama yang agak lembut ini, menuju udara, dan menuju jalan agnostik". Di balik itu, bagaimanapun, "ada skandal: jatidiri Kristiani ini skandal". Akibatnya, "pencobaan untuk mengatakan 'tidak, tidak, tanpa skandal; salib adalah sebuah skandal; bahwa Allah menjadi manusia adalah "skandal lain", dan dikesampingkan; kita sedang mencari Allah "dengan spiritualitas Kristiani yang agak sangat halus, yang lapang ini". Dengan demikian, Paus Fransiskus mengatakan, "ada agnostik-agnostik modern, dan mereka mengusulkan kepada Anda ini dan itu: tidak, kata terakhir Alllah adalah Yesus Kristus, tidak ada yang lain".
"Pada jalan ini", Paus Fransiskus melanjutkan, ada juga "orang-orang yang selalu membutuhkan kebaruan dari jatidiri Kristiani: mereka telah lupa bahwa mereka dipilih, diurapi, bahwa mereka memiliki jaminan Roh, dan mereka mencari : 'Di mana para nabi yang memberitahu kami hari ini surat yang akan dikirimkan Bunda Maria kepada kami pada pukul 4.00 sore hari?', misalnya, bukan? Mereka hidup dengan hal ini". Tetapi "ini bukan jatidiri Kristiani. Kata terakhir Allah disebut 'Yesus' dan tidak lebih".
"Jalan lain untuk pergi ke belakang dari jatidiri Kristiani adalah keduniawian", kata Paus Fransiskus. Dan ini berarti "memperluas hati nurani sejauh segala sesuatu dapat masuk: 'Ya, kami adalah orang-orang Kristiani, tetapi ya ini ...', tidak hanya secara moral tetapi juga dalam arti manusiawi". Karena "keduniawian bersifat manusiawi, dan ini adalah bagaimana garam menjadi tawar". Inilah sebabnya, Paus Fransiskus menjelaskan, "kita melihat jemaat-jemaat Kristiani, bahkan orang-orang Kristiani, yang mengatakan mereka Kristiani, tetapi tidak bisa dan tidak tahu bagaimana memberikan kesaksian bagi Yesus Kristus". Dan "ini adalah bagaimana jatidiri berjalan mundur, mundur dan menjadi hilang". "nominalisme duniawi inilah yang kita lihat setiap hari".
"Dalam sejarah keselamatan, Allah, dengan kesabaran kebapaan-Nya, telah menuntun kita dari makna ganda menuju kepastian, menuju keberwujudan penjelmaan dan kematian yang menebus dari Putra-Nya: ini adalah jatidiri kita". Dan "Paulus membanggakan ini: Yesus Kristus, telah menjadi manusia: Allah, Putra Allah, telah menjadi manusia dan mati dalam ketaatan". Ya, Paus Fransiskus mengatakan, Paulus "membanggakan ini" dan "ini adalah jatidiri dan di sana terletak kesaksian". "Sebuah rahmat yang harus kita mohonkan dari Tuhan: agar Ia selalu memberi kita karunia ini, karunia sebuah jatidiri ini yang tidak berusaha untuk beradaptasi dengan hal-hal yang akan membuatnya kehilangan keasinannya".
Sebelum melanjutkan perayaan Ekaristi, Paus Fransiskus mengambil kesempatan untuk mengatakan bahwa itu juga adalah "sebuah 'skandal'". Selain itu, beliau mengakhiri, "Izinkan saya untuk mengatakan 'sebuah skandal ganda'". Pertama, beliau menjelaskan, "karena itu adalah 'skandal' Salib : Yesus, Putra Allah, yang memberikan hidup-Nya untuk kita". Dan kedua, "'skandal' di mana kita orang-orang Kristiani merayakan peringatan kematian Tuhan dan kita tahu bahwa di sini kenangan ini diperbarui". Dengan demikian perayaan Ekaristi yang sesungguhnya "adalah kesaksian jatidiri Kristiani kita".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.