Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI PLAZA DE LA REVOLUCION "CALIXTO GARCIA INIGUEZ", HOLGUIN - KUBA 21 September 2015

Bacaan Ekaristi : Ef 4:1-7,11-13; Mat 9:9-13

Kita sedang merayakan Pesta Santo Matius, Rasul dan Pengarang Injil. Kita sedang merayakan kisah sebuah pertobatan. Matius sendiri, dalam Injilnya, memberitahu kita seperti apa itu, perjumpaan yang mengubah hidupnya ini. Ia menunjukkan kita sebuah "pertukaran kilas pandang" mampu mengubah sejarah.

Pada suatu hari seperti orang lain, ketika Matius, sang pemungut cukai, duduk di mejanya, Yesus lewat, melihatnya, datang kepadanya dan berkata : "Ikutlah Aku". Matius bangkit dan mengikuti-Nya.

Yesus memandang dia. Seberapa kuat cinta dalam tatapan Yesus itu, yang menggerakkan Matius untuk melakukan apa yang Ia perbuat! Kuasa apakah yang harus ada di mata-Nya untuk membuat Matius bangun dari mejanya! Kita tahu bahwa Matius adalah seorang pemungut cukai : ia mengumpulkan pajak dari orang-orang Yahudi untuk diberikan kepada orang-orang Romawi. Para pemungut cukai dipandang rendah dan dianggap berdosa; dengan demikian, mereka hidup terpisah dan dibenci oleh orang lain. Orang hampir tidak bisa makan, berbicara atau berdoa dengan orang-orang seperti ini. Karena orang-orang tersebut, mereka adalah para pengkhianat : mereka memeras dari milik mereka sendiri untuk diberikan kepada orang lain. Para pemungut termasuk kelas sosial ini.

Yesus, di sisi lain, berhenti; Ia tidak segera mengambil jarak. Ia menatap Matius dengan tenang, penuh kedamaian. Ia menatapnya dengan mata belas kasih; Ia menatapnya ketika tak ada seorang pun pernah menatapnya sebelumnya. Dan tatapan ini tidak mengunci hati Matius; tatapan ini membebaskannya, tatapan ini menyembuhkannya, tatapan ini memberinya harapan, sebuah kehidupan baru, seperti sebagaimana ia terjadi pada Zakheus, pada Bartimeus, pada Maria Magdalena, pada Petrus, dan pada kita masing-masing. Bahkan jika kita tidak berani mengangkat mata kita kepada Tuhan, Ia menatap kita pertama-tama. Ini adalah cerita kita, dan itu adalah seperti cerita dari banyak orang lain. Kita masing-masing dapat mengatakan: "Aku, juga, seorang pendosa, yang telah ditatap Yesus". Saya meminta kalian, di rumah-rumah kalian atau di Gereja, hening sejenak dan mengingat dengan rasa syukur dan kebahagiaan situasi-situasi mereka, saat itu, ketika tatapan penuh belas kasih Allah dirasakan dalam kehidupan kita.

Kasih Yesus mendahului kita, tatapan-Nya mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan kita. Ia bisa melihat melampaui penampilan, melampaui dosa, melampaui kegagalan dan ketidaklayakan. Ia melihat melampaui peringkat kita dalam masyarakat. Ia melihat melampaui hal ini, untuk martabat kita sebagai putra dan putri, sebuah martabat yang berkali-kali dinodai oleh dosa, tetapi satu yang bertahan di kedalaman jiwa kita. Ia datang justru untuk mencari semua orang yang merasa tidak layak akan Allah, tidak layak akan orang lain. Marilah kita membiarkan Yesus untuk memandang kita. Marilah kita membiarkan tatapan-Nya mengarungi jalan-jalan kita. Mari kita membiarkan tatapan itu menjadi sukacita kita, harapan kita.

Setelah Tuhan memandangnya dengan belas kasih, Ia berkata kepada Matius: "Ikutlah Aku". Matius bangkit dan mengikuti-Nya. Setelah tatapan tersebut, sebuah kata. Setelah kasih, perutusan. Matius tidak lagi sama; hati nuraninya berubah. Perjumpaan dengan Yesus dan rahmat-Nya yang penuh kasih telah mengubah dirinya. Ia meninggalkan mejanya, uangnya, pengecualiannya. Sebelumnya, ia duduk menunggu untuk mengumpulkan pajak, untuk mengambil dari orang lain; sekarang, bersama Yesus ia harus bangun dan memberi, memberikan dirinya kepada orang lain. Yesus menatapnya dan Matius berjumpa sukacita pelayanan. Bagi Matius dan bagi semua orang yang telah merasakan tatapan Yesus, orang lain tidak lagi menjadi "hidup dari", dipergunakan dan disalahgunakan. Tatapan Yesus menimbulkan kegiatan misioner, pelayanan, pemberian diri. Kasih Yesus menyembuhkan kepicikan kita dan mendorong kita untuk melihat melampaui, tidak puas dengan penampilan atau dengan apa yang benar secara politis.

Yesus berjalan di depan kita, Ia mendahului kita; Ia membuka jalan dan mengajak kita untuk mengikuti-Nya. Ia mengajak kita perlahan-lahan untuk mengatasi prasangka kita dan keengganan kita untuk memikirkan bahwa orang lain, apalagi diri kita sendiri, dapat berubah. Ia menantang kita sehari-hari dengan pertanyaan: "Apakah kamu percaya? Apakah kamu percaya adalah mungkin seorang pemungut cukai dapat menjadi seorang pelayan? Apakah kamu percaya adalah mungkin seorang pengkhianat dapat menjadi seorang sahabat? Apakah kalian percaya adalah mungkin anak seorang tukang kayu bisa menjadi Putra Allah?" Tatapan-Nya mengubah cara kita melihat hal-hal, hati-Nya mengubah hati kita. Allah adalah seorang Bapa yang mengusahakan keselamatan masing-masing putra dan putri-Nya.

Marilah kita menatap Tuhan dalam doa, dalam Ekaristi, dalam Pengakuan Dosa, dalam saudara dan saudari kita, terutama mereka yang merasa dikecualikan atau ditinggalkan. Semoga kita belajar melihat mereka seperti Yesus melihat kita. Marilah kita berbagi kelembutan dan belas kasih-Nya dengan orang-orang sakit, para tahanan, kaum lansia dan keluarga-keluarga dalam kesulitan. Lagi-lagi kita dipanggil untuk belajar dari Yesus, yang selalu melihat apa yang paling otentik dalam diri setiap orang, yang merupakan gambar Bapa-Nya.

Saya memahami upaya-upaya dan pengorbanan-pengorbanan yang dibuat oleh Gereja di Kuba untuk membawa sabda dan kehadiran Kristus kepada semua orang, bahkan di daerah-daerah terpencil. Di sini saya akan menyebutkan terutama "rumah-rumah misioner" yang, mengingat kekurangan gereja dan imam, memberikan bagi banyak orang sebuah tempat untuk berdoa, untuk mendengarkan sabda Allah, untuk katekese dan kehidupan jemaat. Mereka adalah tanda-tanda kecil kehadiran Allah di lingkungan-lingkungan kita dan sebuah bantuan harian dalam upaya kita untuk menanggapi permohonan Rasul Paulus: "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera (bdk. Ef 4:1-3).

Saya kini memalingkan mata saya kepada Perawan Maria, Bunda Maria Amal Kasih dari El Cobre, yang dirangkul orang-orang Kuba dan yang ia bukakan pintunya selamanya. Saya meminta Bunda Maria untuk melihat dengan kasih keibuan semua anak-anaknya di negara yang mulia ini. Semoga "mata belas kasih"-nya tetap mengawasi kita masing-masing, rumah-rumah kalian, keluarga-keluarga kalian, dan semua orang yang merasa bahwa mereka tidak memiliki tempat. Dalam kasihnya, semoga ia melindungi kita semua karena ia pernah merawat Yesus.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.