Bacaan Ekaristi : Keb 2:12,17-20; Mzm 54:3-4,5,6,8; Yak 3:16-4:3; Mrk 9:30-37
Injil menunjukkan kepada kita Yesus mengajukan sebuah pertanyaan dari murid-murid-Nya yang tampaknya tidak bijaksana : "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?". Ini adalah sebuah pertanyaan yang Ia juga bisa ajukan kepada kita masing-masing hari ini: "Apa yang kamu perbincangkan setiap hari?", "Apa adalah aspirasi kalian?". Injil mengatakan kepada kita bahwa para murid "diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka". Para murid merasa malu menceritakan kepada Yesus apa yang sedang mereka perbincangkan. Sebagaimana dengan murid-murid itu kemudian, kita juga dapat terjebak dalam argumen-argumen yang sama ini : siapa yang terbesar?
Injil menunjukkan kepada kita Yesus mengajukan sebuah pertanyaan dari murid-murid-Nya yang tampaknya tidak bijaksana : "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?". Ini adalah sebuah pertanyaan yang Ia juga bisa ajukan kepada kita masing-masing hari ini: "Apa yang kamu perbincangkan setiap hari?", "Apa adalah aspirasi kalian?". Injil mengatakan kepada kita bahwa para murid "diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka". Para murid merasa malu menceritakan kepada Yesus apa yang sedang mereka perbincangkan. Sebagaimana dengan murid-murid itu kemudian, kita juga dapat terjebak dalam argumen-argumen yang sama ini : siapa yang terbesar?
Yesus tidak mendesakkan pertanyaan tersebut. Ia tidak memaksa mereka untuk menceritakan apa yang mereka perbincangkan di tengah jalan. Tetapi pertanyaannya tetap hidup, tidak hanya di benak para murid, tetapi juga di dalam hati mereka.
Siapa yang terbesar? Ini adalah sebuah pertanyaan seumur hidup yang kepadanya, pada waktu-waktu yang berbeda, kita harus berikan sebuah jawaban. Kita tidak dapat melarikan diri dari pertanyaan tersebut; ia tertulis di hati kita. Saya ingat lebih dari sekali, pada pertemuan-pertemuan keluarga, anak-anak yang bertanya: "Siapa yang lebih kalian cintai, Mama atau Papa?". Ini seperti menanyai mereka: "Siapa yang terbesar bagi kalian?" Tetapi apakah ini hanya sebuah permainan yang kita mainkan bersama anak-anak? Sejarah kemanusiaan telah ditandai oleh jawaban tersebut yang kita berikan untuk pertanyaan ini.
Yesus tidak takut akan pertanyaan-pertanyaan orang-orang; Ia tidak takut akan kemanusiaan kita atau hal-hal berbeda yang sedang kita cari. Sebaliknya, Ia tahu "liku-liku" hati manusia, dan, sebagai seorang guru yang baik, Ia selalu siap untuk mendorong dan mendukung kita. Seperti biasa, Ia membicarakan pencarian-pencarian kita, aspirasi-aspirasi kita, dan Ia memberi mereka sebuah cakrawala baru. Seperti biasa, entah bagaimana Ia menemukan sebuah jawaban yang dapat menimbulkan sebuah tantangan baru, mengesampingkan "jawaban-jawaban yang benar", jawaban-jawaban baku yang diharapkan kita berikan. Seperti biasa, Yesus menetapkan di hadapan kita "logika" kasih. Sebuah pola pikir, sebuah pendekatan untuk kehidupan, yang mampu menjadi dihayati oleh semua orang, karena itu dimaksudkan untuk semua orang.
Jauh dari segala jenis elitisme, cakrawala yang Yesus tunjukkan kepada kita bukan untuk beberapa jiwa yang memiliki hak istimewa itu yang mampu mencapai puncak pengetahuan atau berbagai tingkat spiritualitas. Cakrawala yang Yesus tunjukkan kepada kita selalu bertalian dengan kehidupan sehari-hari, juga di sini di "pulau kita", sesuatu yang dapat membumbui kehidupan sehari-hari kita dengan keabadian.
Siapa yang terbesar? Yesus terang-terangan menjawabnya : "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya". Barangsiapa ingin menjadi besar harus melayani orang lain, bukan untuk dilayani orang lain.
Di sinilah letak paradoks besar Yesus. Para murid sedang bertengkar tentang siapa yang akan memiliki tempat tertinggi, yang akan dipilih untuk hak-hak istimewa, yang akan berada di atas hukum bersama, norma umum, menonjol dalam upaya untuk keunggulan atas orang lain. Siapa yang akan menaiki tangga tercepat untuk menerima pekerjaan yang membawa manfaat-manfaat tertentu.
Yesus mengganggu "logika" mereka, pola pikir mereka, hanya dengan mengatakan kepada mereka bahwa hidup dihayati secara otentik dalam sebuah komitmen nyata untuk sesama kita.
Panggilan untuk melayani melibatkan sesuatu yang istimewa, yang harus menjadi perhatian kita. Melayani orang lain terutama berarti peduli pada kerentanan mereka. Peduli pada keluarga-keluarga kita, masyarakat-masyarakat kita, orang-orang kita. Kerentanan mereka adalah wajah-wajah menderita, rapuh dan putus asa yang Yesus katakan kepada kita secara khusus untuk dilihat dan yang Ia mintakan dari kita untuk dikasihi. Dengan kasih yang mengambil bentuk dalam tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan kita. Dengan kasih yang menemukan ungkapan dalam apapun tugas-tugas kita, sebagai warga negara, dipanggil untuk melakukannya. Orang-orang dari daging dan darah, orang-orang dengan kehidupan-kehidupan dan cerita-cerita perorangan, dan dengan semua kelemahan mereka : ini adalah orang-orang yang Yesus mintakan kita untuk dilindungi, dipedulikan, dilayani. Menjadi seorang Kristiani perlu mempromosikan martabat saudara dan saudari kita, memperjuangkannya, menghayatinya. Itulah sebabnya orang-orang Kristen terus-menerus dipanggil untuk mengesampingkan keinginan dan kehendak mereka sendiri, pengejaran kekuasaan mereka, dan memandang bahkan mereka yang paling rentan.
Ada semacam "pelayanan" yang benar-benar "melayani", namun kita perlu berhati-hati untuk tidak tergoda oleh jenis lain pelayanan, sebuah "pelayanan" yang "mementingkan diri sendiri". Ada sebuah cara untuk mengusahakan pelayanan yang tertarik hanya dalam membantu "umat-Ku", "orang-orang kita". Pelayanan ini selalu meninggalkan "orang-orang kalian" di luar, dan menimbulkan sebuah proses pengecualian.
Kita semua dipanggil oleh keutamaan Kristiani kita kepada pelayanan yang benar-benar melayani itu, dan saling membantu untuk tidak tergoda oleh sebuah "pelayanan" yang benar-benar "mementingkan diri sendiri". Kita semua ditanyai, memang mendesak, oleh Yesus untuk saling peduli akan kasih. Tanpa melihat ke satu sisi atau orang lain untuk melihat apakah sesama kita sedang melakukan atau tidak. Yesus mengatakan kepada kita : "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya". Ia tidak mengatakan : jika sesamamu ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi pelayan! Kita harus berhati-hati untuk menghindari penampilan yang menghakimi dan memperbaharui keyakinan kita dalam penampilan yang berubah bentuk yang ke arahnya Yesus mengajak kita.
Kepedulian bagi orang lain demi kasih ini bukanlah tentang menjadi pelayan. Sebaliknya, itu berarti menempatkan saudara dan saudari kita di pusat. Pelayanan selalu terlihat di wajah mereka, menjamah daging mereka, merasakan kedekatan mereka dan bahkan, dalam beberapa kasus, "menderita" dalam mencoba untuk membantu. Pelayanan tidak pernah ideologis, karena kita tidak melayani gagasan-gagasan, kita melayani orang-orang.
Umat Allah yang kudus dan setia di Kuba adalah sebuah umat dengan sebuah citarasa untuk pesta, untuk persahabatan, untuk hal-hal yang indah. Ia adalah sebuah umat yang berpawai dengan lagu-lagu pujian. Ia adalah sebuah umat yang memiliki bilur-bilurnya, seperti setiap umat lainnya, hingga kini tahu bagaimana berdiri dengan tangan terbuka, terus berjalan dalam harapan, karena ia memiliki sebuah panggilan kemegahan. Hari ini saya meminta kalian untuk peduli akan panggilan milik kalian ini, peduli akan karunia-karunia ini yang telah diberikan Allah kepada kalian, tetapi terutama saya mengundang kalian untuk peduli dan berada di pelayanan kerapuhan saudara dan saudari kalian. Jangan mengabaikan mereka untuk rencana-rencana yang dapat menggoda, tetapi tidak prihatin tentang wajah orang di samping kalian. Kita tahu, kita adalah saksi-saksi dari kekuatan kebangkitan yang tak tertandingi, yang "di mana-mana memanggil keluar benih-benih dari sebuah dunia baru" (bdk. Evangelii Gaudium, 276, 278).
Marilah kita tidak melupakan Kabar Baik yang telah kita dengar hari ini : pentingnya sebuah umat, sebuah bangsa, dan pentingnya para individu, yang selalu didasarkan pada bagaimana mereka berusaha untuk melayani saudara dan saudari mereka yang rentan. Di sini kita berjumpa salah satu buah kemanusiaan sejati. "Barangsiapa tidak hidup untuk melayani, ia tidak 'melayani' untuk hidup".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.