Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 6 Oktober 2015 : BELAS KASIH PERTAMA-TAMA DAN TERUTAMA

Bacaan Ekaristi : Yun 3:1-10; Luk 10:38-42

Dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi, 6 Oktober 2015 di Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus berbicara tentang resiko gagal untuk memahami dan menerima belas kasih Allah. Beliau juga menganjurkan untuk tidak terlalu keras kepala dan kaku memikirkan khotbahnya sendiri, pemikirannya sendiri dan "seluruh daftar perintah" yang orang harus patuhi lebih penting. Pesan Paus Fransiskus adalah sebuah panggilan untuk mematuhi kehendak Allah, untuk membiarkan tindakan belas kasih-Nya, dan tidak menentangnya.

"Beberapa hari yang lalu, pada Pesta Para Malaikat Pelindung, kita merenungkan kepatuhan kepada Allah, kepatuhan kepada Roh Kudus, sebagai sebuah jalan kekudusan dan kehidupan Kristen", Paus Fransiskus mengingatkan di awal homilinya.

Kemudian, beliau melanjutkan, "dalam tiga hari ini - kemarin, hari ini dan besok - liturgi membuat kita merenungkan tentang yang berlawanan, yaitu, tentang menolak kehendak Allah: tidak melakukan apa yang Allah inginkan, tidak patuh".

Paus Fransiskus kemudian menunjukkan bahwa "pelaku yang menolak adalah nabi Yunus", yang "benar-benar adalah seorang yang keras kepala". Bacaan-bacaan hari itu (Yun 3:1-10; Luk 10:38-42) diambil dari kitab yang benar-benar menyandang namanya. Yunus, Paus Fransiskus menjelaskan, "memiliki gagasan-gagasannya, gagasan-gagasannya sendiri, dan tak seorang pun - bahkan bukan Allah! - yang bisa membuat dia berubah pikiran". Bacaan-bacaan dari "liturgi kemarin memberitahu kita ketika Tuhan mengutusnya ke Niniwe untuk berkhotbah bagi pertobatan Niniwe, dan ia melarikan diri ke arah yang berlawanan, menuju Spanyol". Kemudian "kapalnya karam dan seluruh cerita yang kita ketahui" (1:1-2:2,10).

"Setelah pengalaman itu", Paus Fransiskus mengatakan, membaca ulang perikop (3:1-10), Yunus "belajar bahwa ia harus mendengarkan suara TUHAN: 'Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu". Yunus kemudian "mematuhi, ia pergi dan berkhotbah. Ia berkhotbah dengan begitu baik: begitu banyak adalah belas kasih Allah beserta dia sehingga kota tersebut bertobat, melakukan penebusan dosa, mengubah hidup". Sesungguhnya, "ia melakukan sebuah mukjizat, karena dalam hal ini ia telah meninggalkan sikap keras kepalanya dan mematuhi kehendak Allah, dan ia telah melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya".

Dalam "bab tiga, yang ditawarkan Liturgi kepada kita besok" (4:1-11), Paus Fransiskus melanjutkan, "Niniwe bertobat dan, menghadapi pertobatan ini Yunus, orang yang tidak patuh kepada Roh Allah ini, menjadi marah". Alkitab menyatakan bahwa "hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya".

Dengan demikian, Paus Fransiskus merangkum, "bab pertama adalah perlawanan terhadap perutusan yang dipercayakan Tuahn kepadanya: 'Pergilah dan beritakanlah, sehingga mereka dapat bertobat'. Dan ia bersikeras". Kemudian, "bab kedua adalah ketaatan, dan ketika orang mematuhi, mukjizat terjadi". Dengan demikian, ketaatan Yunus kepada kehendak Allah adalah pertobatan Niniwe.

Akhirnya, "bab ketiga : ada perlawana terhadap belas kasih Allah". Yunus berpaling kepada Tuhan, seolah-olah mengatakan: "Aku melakukan semua pekerjaan pemberitaan, aku melakukan tugasku dengan baik, dan Engkau mengampuni mereka?". Hatinya, Paus Fransiskus menunjukkan, memiliki sebuah "kekerasan yang tidak memungkinkan belas kasih Allah masuk : khotbahku lebih penting, pikiranku lebih penting, bahwa seluruh daftar perintah yang aku harus membuat [mereka] ditaati lebih penting - semuanya, semuanya, semuanya - ketimbang belas kasih Allah".

Dan "drama ini", Paus Fransiskus menegaskan, "bahkan Yesus menjalankannya bersama para ahli Taurat yang tidak mengerti mengapa Ia tidak membiarkan perempuan yang berzinah itu dirajam" dan mengapa "Ia pergi untuk makan malam dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa" . Intinya adalah bahwa "mereka tidak mengerti belas kasih-Nya". Yunus mengatakan: "Engkau mahapengasih dan penyayang", sehingga "Ia tidak jadi melakukannya".

Mazmur 130 [129], "yang kita doakan hari ini", Paus Fransiskus melanjutkan, "memberitahu kita untuk menunggu Tuhan 'karena bersama Tuhan ada kasih setia dan bersama Dia adalah penebusan berlimpah'". Oleh karena itu, Paus Fransiskus mengatakan, "di mana ada Tuhan, di situ ada belas kasih". Dan "Santo Ambrosius menambahkan: 'di mana ada kekakuan di sana ada para pelayan-Nya', mengacu pada" sikap keras kepala yang menentang perutusan, yang menentang belas kasih".

Ketika kita "mendekati awal tahun kerahiman", Paus Fransiskus mendesak sebelum kembali ke perayaan - "marilah kita berdoa kepada Tuhan agar Ia membuat kita mampu memahami seperti apakah hati-Nya, apa artinya belas kasih, apa artinya ketika Ia mengatakan : 'Aku menginginkan belas kasih', bukan persembahan". Dan inilah sebabnya, Paus Fransiskus mengakhiri, "dalam doa Misa kita memohon banyak yang dengannya benar-benar frasa yang indah: "Curahkanlah belas kasih-Mu kepada kami", karena belas kasih Allah hanya terpahami jika ia telah dicurahkan ke atas kita, ke atas dosa-dosa kita, ke atas penderitaan kita".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.