Bacaan Ekaristi : Keb 13:1-9; Luk 17:26-37
Paus Fransiskus mengatakan Allah adalah kemuliaan terbesar dan memperingatkan orang-orang percaya terhadap godaan untuk mendewakan hal-hal duniawi dan bahkan mengidolakan kebiasaan-kebiasaan kita. Sebaliknya, beliau mengatakan, kita harus memandang melampaui luar hal-hal ini Yang Transenden, Allah Sang Pencipta, yang kemuliaannya tidak pernah memudar. Itulah pokok homili Paus Fransiskus yang disampaikannya pada Misa harian Jumat pagi 13 November 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Paus Fransiskus mengatakan Allah adalah kemuliaan terbesar dan memperingatkan orang-orang percaya terhadap godaan untuk mendewakan hal-hal duniawi dan bahkan mengidolakan kebiasaan-kebiasaan kita. Sebaliknya, beliau mengatakan, kita harus memandang melampaui luar hal-hal ini Yang Transenden, Allah Sang Pencipta, yang kemuliaannya tidak pernah memudar. Itulah pokok homili Paus Fransiskus yang disampaikannya pada Misa harian Jumat pagi 13 November 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Dalam homilinya, Paus Fransiskus merenungkan kemuliaan Allah yang kekal dan mengatakan ada dua bahaya yang menggerogoti orang-orang percaya : godaan untuk mendewakan hal-hal duniawi dan bahkan mengidolakan kebiasaan-kebiasaan kita, seolah-olah semua ini kekal selamanya. Sebaliknya, beliau mengatakan, Allah adalah kemuliaan terbesar dan hal ini dijelaskan dalam mazmur di mana kita membaca bagaimana "langit menceritakan kemuliaan Allah". Masalahnya, Paus Fransiskus mengatakan, yaitu manusia sering membungkuk di hadapan hal-hal yang kemegahannya hanya sebuah permenungan yang akan padam satu hari - atau lebih buruk lagi mereka bahkan mengabdi kenikmatan-kenikmatan yang bahkan lebih cepat berlalu.
Paus Fransiskus memperingatkan tentang "kesalahan" banyak orang yang, beliau berkata, tidak mampu melihat melampaui keindahan hal-hal duniawi menuju Yang Transenden, menggambarkan sikap ini sebagai penyembahan berhala imanensi.
"Mereka melekat pada penyembahan berhala ini: mereka heran oleh kekuatan dan energi (dari hal-hal ini). Mereka belum memikirkan seberapa lebih besar kedaulatan mereka karena Ia menciptakan mereka, Ia yang adalah asal mula dan penggubah kecantikan ini. Penyembahan berhalalah yang menatap semua hal indah ini tanpa meyakini bahwa mereka akan memudar. Dan pemudaran itu juga memiliki keindahannya ... Dengan penyembahan berhala ini yang melekat pada keindahan tersebut di sini dan sekarang, tanpa (rasa) transendensi, kita semua menjalankan resiko memiliki hal itu. Ia adalah penyembahan berhala imanensi. Kita percaya bahwa hal-hal ini hampir-hampir merupakan ilah-ilah dan mereka akan bertahan selamanya. Kita melupakan pemudaran itu".
Perangkap atau penyembahan berhala lainnya yang ke dalamnya banyak orang jatuh, yang diperingatkan Paus Fransiskus, adalah kebiasaan-kebiasaan sehari-hari kita yang membuat hati kita tuli. Beliau mengatakan bahwa Yesus mengilustrasikan hal ini ketika Ia menggambarkan pria dan wanita pada zaman Nuh atau Sodom yang makan dan minum serta menikah tanpa peduli tentang apa pun sampai banjir itu datang atau TUHAN menurunkan hujan belerang.
"Segala sesuatunya menurut kebiasaan. Hidup adalah seperti itu: Kita hidup dengan cara ini, tanpa berpikir tentang akhir dari cara hidup ini. Ini juga merupakan penyembahan berhala : melekat pada kebiasaan-kebiasaan kita, tanpa berpikir bahwa hal ini akan berakhir. Tetapi Gereja membuat kita melihat akhir dari hal-hal ini. Bahkan kebiasaan-kebiasaan kita dapat dianggap sebagai ilah-ilah. Penyembahan berhala? Kehidupan adalah seperti ini dan kita berjalan maju dengan cara ini ... Dan sama seperti keindahan ini akan berakhir dalam (semacam) kecantikan lain, kebiasaan-kebiasaan kita akan berakhir dalam sebuah keabadian, dalam (semacam) kebiasaan lain. Tetapi ada Allah!"
Paus Fransiskus melanjutkan dengan mendesak para pendengarnya untuk mengarahkan pandangan mereka ke luar selalu kepada satu-satunya Allah yang mengatasi "akhir hal-hal tercipta" agar tidak mengulangi kesalahan fatal melihat ke belakang, seperti yang diperbuat istri Lot. Kita harus yakin, beliau menekankan, bahwa jika hidup ini indah maka akhirnya akan sama indahnya juga.
"Kita orang-orang percaya bukanlah orang-orang yang melihat ke belakang, yang mengalah, tetapi orang-orang yang selalu maju". Kita harus selalu berjalan maju dalam kehidupan ini, melihat hal-hal indah dan dengan kebiasaan-kebiasaan yang kita semua miliki tetapi tanpa mendewakan mereka. Mereka akan berakhir. Jadikanlah mereka keindahan-keindahan kecil ini, yang mencerminkan sebuah keindahan yang lebih besar, kebiasaan-kebiasaan kita sendiri untuk hidup terus dalam kidung abadi, merenungkan kemuliaan Allah".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.