Bacaan Ekaristi : 1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64; Luk 18:35-43
Pemikiran tunggal, humanisme yang mengambil alih tempat Yesus, menghancurkan jatidiri Kristiani. Kita tidak mengajukan kartu jatidiri tersebut untuk dilelang. Itulah kata-kata Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi 16 November 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Pemikiran tunggal, humanisme yang mengambil alih tempat Yesus, menghancurkan jatidiri Kristiani. Kita tidak mengajukan kartu jatidiri tersebut untuk dilelang. Itulah kata-kata Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi 16 November 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Bacaan pertama dari Kitab 1 Makabe (1:10-15.41-43.54-57.62-64), bercerita tentang "akar kejahatan" yang muncul pada hari-hari ini : Raja Helenis Antiokhus Epifanes memaksakan adat istiadat kafir di Israel, kepada "umat pilihan", yaitu, "Gereja saat itu". Paus Fransiskus mengulas hal itu, "gambaran akar di bawah tanah". "Fenomenologi akar" adalah hal ini: "Apa yang tidak terlihat tampaknya tidak ada salahnya, tetapi ia kemudian tumbuh dan menunjukkan sifatnya yang sebenarnya". "Sebuah akar yang masuk akallah" yang mendorong beberapa orang Israel untuk bersekutu dengan negara-negara tetangga untuk minta perlindungan : "Mengapa begitu banyak perbedaan? Karena sejak kita menjalani cara kita sendiri banyak kejahatan datang kepada kita. Kita pergi ke mereka, kita adalah sama". Paus Fransiskus menjelaskan bacaan ini dengan tiga kata : "Keduniawian, kemurtadan, penganiayaan". Keduniawian dalam kehidupan adalah melakukan apa yang dilakukan dunia. Dapat dikatakan: "Kita mengajukan untuk dilelang kartu jatidiri kita, kita sama dengan semua orang". Dengan demikian, banyak orang Yahudi "menyangkal iman dan jatuh jauh dari Perserikatan Suci". Dan apa yang "tampak begitu masuk akal - 'kami seperti orang lain, kami biasa-biasa saja' - menjadi kehancuran mereka":
"Kemudian Raja menyarankan agar seluruh kerajaannya harus menjadi satu bangsa - satu pikiran, keduniawian - dan masing-masing meninggalkan kebiasaan-kebiasaan mereka sendiri. Semua orang menyesuaikan diri mereka dengan perintah raja, juga banyak orang Yahudi menerima ibadatnya : mereka mempersembahkan kepada berhala-berhala, menajiskan hari Sabat. Kemurtadan. Artinya, keduniawian yang akan membawa kalian ke salah satu pemikiran yang unik, dan kepada kemurtadan. Perbedaan-perbedaan tidak diijinkan : semua sama. Dan dalam sejarah Gereja, sejarah yang telah kita lihat, saya memikirkan suatu hal, di mana pesta-pesta keagamaan berganti nama - kelahiran Tuhan memiliki nama lain - untuk menghapus jatidirinya".
Di Israel kitab-kitab hukum dibakar "dan jika seseorang mematuhi hukum, keputusan raja menjatuhkan hukuman mati kepadanya". Itulah "penganiayaan", yang diprakarsai oleh "sebuah akar kepahitan". "Saya selalu terpukul - Paus Fransiskus mengatakan - bahwa Tuhan, pada Perjamuan Terakhir, dalam doa yang panjang itu, berdoa untuk kesatuan dan meminta kepada Bapa agar Ia sudi membebaskan mereka dari segala roh dunia, dari segala keduniawian, karena keduniawian menghancurkan jatidiri; keduniawian mengarah kepada pemikiran tunggal":
"Ia dimulai dari sebuah akar, tetapi ia kecil, dan berakhir dengan sebuah kekejian yang membinasakan, dalam penganiayaan. Hal ini adalah penipuan keduniawian, dan inilah sebab Yesus meminta kepada Bapa, pada Perjamuan Terakhir : 'Bapa, Aku tidak meminta Engkau untuk menghilangkan mereka dari dunia, tetapi menjaga mereka dari dunia', mentalitas ini, humanisme ini, yang mengambil alih tempat manusia yang sesungguhnya, Yesus Kristus, yang datang untuk mengambil jatidiri Kristiani tersebut dan membawa kita kepada pemikiran tunggal: 'Mereka semua melakukannya, mengapa kita tidak?'. Hal ini, dalam masa-masa ini, harus membuat kita berpikir : apa jatidiriku? Apakah jatidiri Kristiani atau duniawi? Atau apakah aku mengatakan kepada diriku Kristiani karena aku dibaptis sejak anak-anak atau dilahirkan di sebuah negara Kristiani, di mana semua orang Kristiani? Keduniawian yang datang perlahan-lahan, ia tumbuh, ia membenarkan dirinya sendiri dan menjangkiti : ia tumbuh seperti akar, ia membela dirinya sendiri - 'tetapi, kita melakukan seperti yang dilakukan orang lain, kita tidak begitu berbeda'-, selalu mencari sebuah pembenaran, dan akhirnya ia menjadi menjalar, dan banyak kejahatan datang dari sana".
"Liturgi, dalam hari-hari terakhir tahun liturgi ini" - kata Paus Fransiskus - mendesak kita untuk berhati-hati terhadap "akar-akar beracun" yang "menuntun jauh dari Tuhan" :
"Dan kita memohon kepada Tuhan bagi Gereja, agar Tuhan sudi menjaganya dari segala bentuk keduniawian. Agar Gereja sudi selalu memiliki jatidiri yang diberikan kepadanya oleh Yesus Kristus; agar kita semua sudi memiliki jatidiri yang kita terima dalam baptisan. Semoga Tuhan memberi kita rahmat untuk menjaga dan melestarikan jatidiri Kristiani kita terhadap roh keduniawian yang selalu tumbuh, membenarkan dirinya sendiri dan menjalar".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.