Bacaan Ekaristi : 1Mak 2:15-28; Luk 19:41-44
Sama seperti Yesus menangisi Yerusalem, hari ini juga Ia menangisi seluruh dunia, karena kita telah memilih jalan perang, dan tidak mengerti perdamaian. Ini adalah pesan Paus Fransiskus yang disampaikannya dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 19 November 2015, di Casa Santa Marta, Vatikan.
Yesus mendekati Yerusalem, dan melihat kota tersebut di atas bukit dari kejauhan, menangis, dan berkata, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu". Paus Fransiskus mengulangi kata-kata Tuhan kita kepada Kota Suci, dan kemudian menambahkan : "Hari ini Yesus menangis juga : karena kita telah memilih jalan perang, jalan kebencian, jalan permusuhan. Kita dekat dengan Natal : akan ada lampu-lampu, akan ada pesta-pesta, pohon-pohon terang, bahkan pemandangan Kelahiran - semua mengenakan - sementara dunia terus berperang. Dunia belum mengerti jalan perdamaian".
Sama seperti Yesus menangisi Yerusalem, hari ini juga Ia menangisi seluruh dunia, karena kita telah memilih jalan perang, dan tidak mengerti perdamaian. Ini adalah pesan Paus Fransiskus yang disampaikannya dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 19 November 2015, di Casa Santa Marta, Vatikan.
Yesus mendekati Yerusalem, dan melihat kota tersebut di atas bukit dari kejauhan, menangis, dan berkata, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu". Paus Fransiskus mengulangi kata-kata Tuhan kita kepada Kota Suci, dan kemudian menambahkan : "Hari ini Yesus menangis juga : karena kita telah memilih jalan perang, jalan kebencian, jalan permusuhan. Kita dekat dengan Natal : akan ada lampu-lampu, akan ada pesta-pesta, pohon-pohon terang, bahkan pemandangan Kelahiran - semua mengenakan - sementara dunia terus berperang. Dunia belum mengerti jalan perdamaian".
Paus Fransiskus melanjutkan dengan mengingat peringatan Perang Dunia Kedua baru-baru ini, bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, kunjungannya ke Redipuglia tahun lalu pada peringatan Perang Besar : "pembantaian yang sia-sia", beliau menyebut mereka, mengulangi kata-kata Paus Benediktus XV . "Di mana-mana ada perang saat ini, ada kebencian", beliau berkata. Lalu beliau bertanya, "Apa yang tertinggal dalam membangkitkan perang ini, yang di tengah-tengahnya kita sedang hidup sekarang?":
"Apa yang akan tertinggal? Reruntuhan, ribuan anak-anak tanpa pendidikan, begitu banyak korban tak berdosa: dan banyak uang di kantong para pedagang senjata. Yesus pernah berkata: 'Kamu tidak bisa melayani dua tuan. Allah atau kekayaan'. Perang adalah pilihan yang tepat untuk dia, yang akan melayani kekayaan : 'Marilah kita membangun persenjataan, sehingga perekonomian akan sedikit baik dengan sendirinya, dan marilah kita berjalan ke depan untuk mengejar kepentingan-kepentingan kita. Ada sebuah kata yang jelek yang dikatakan Tuhan : 'Terkutuklah!'. Karena Ia mengatakan : 'Berbahagialah orang yang membawa damai!'. Orang-orang yang menjalankan perang, yang membuat perang, terkutuk, mereka adalah para penjahat. Sebuah perang dapat dibenarkan - dapat dikatakan - dengan banyak, banyak alasan, tetapi ketika seluruh dunia seperti saat ini, berperang - sedikit demi sedikit meskipun perang itu mungkin - sedikit di sini, sedikit di sana, dan di mana-mana - tidak ada pembenaran - dan Allah menangis. Yesus menangis".
Bapa Suci melanjutkan dengan mengatakan bahwa, ketika para pedagang senjata mengusahakan bisnis mereka, ada para pembawa damai yang miskin yang, terpaksa membantu orang lain, dan lainnya dan lainnya, menghabiskan diri mereka sama sekali, dan bahkan memberikan nyawa mereka - seperti yang dilakukan oleh Beata Bunda Teresa dari Kalkuta, yang terhadapnya rasa sinis yang kuat, yang bersifat duniawi mungkin mengatakan, "Tetapi apa yang pernah ia capai? Ia menyia-nyiakan hidupnya dengan membantu orang lain dalam perjalanan mereka sampai mati?". Beliau mengulangi, "Kita tidak mengerti jalan perdamaian":
"Akan ada baiknya kita memohon rahmat air mata bagi diri kita sendiri, bagi dunia ini yang tidak mengenal jalan perdamaian, dunia ini yang hidup untuk berperang, dan secara sinis mengatakan tidak membuatnya. Marilah kita berdoa untuk pertobatan hati. Di sini di hadapan pintu Yubileum Kerahiman ini, marilah kita mohon agar sukacita kita, kegembiraan kita, menjadi rahmat ini : agar dunia menemukan kemampuan untuk menangisi kejahatan-kejahatannya, atas apa yang dilakukan dunia dengan perang".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.