Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 17 November 2015 : TANPA KOMPROMI

Bacaan Ekaristi : 2 Mak 6:18-31; Mzm 3:2-7; Luk 19:1-10

Janganlah kita diperlemah oleh semangat duniawi tetapi hidupilah kehidupan Kristiani dengan saling bertalian, tanpa menyerah atau berkompromi. Itulah kata-kata Paus Fransiskus yang disampaikannya dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 17 November 2015, di Casa Santa Marta, Vatikan. Mengikuti jalan yang dengannya "Gereja" dalam hari-hari ini "mempersiapkan kita untuk akhir tahun liturgi", Paus Fransiskus berbicara tentang bagaimana kita harus bersikap dalam menghadapi penganiayaan. Dalam melakukannya, beliau kembali ke garis pemikiran yang telah beliau mulai hari sebelumnya ketika beliau merenungkan tentang keduniawian, kemurtadan dan penganiayaan.

Paus Fransiskus menarik inspirasi dari bacaan pertama liturgi hari itu (2 Mak 6:18-31) yang di dalamnya Eleazar yang berusia 90 tahun - seorang "Polikarpus", ahli Taurat utama Perjanjian Lama - "tidak akan membiarkan dirinya diperlemah oleh semangat duniawi" dan" tidak menyerah ketika dicobai".

Apa yang terjadi adalah "pemikiran tunggal kemurtadan", Paus Fransiskus menjelaskan, "yang menginginkannya makan daging babi"; ia malah menolak dan meludahkannya. Kemudian "teman-teman duniawinya, mereka yang menyerah kepada semangat duniawi, memanggilnya dan membawanya ke samping dan mencoba untuk meyakinkan dia", menawarkan sebuah penyelesaian yang nyaman : "Marilah kita berbuat sesuatu, kalian membuat sebuah sup yang enak dengan daging dan kalian bisa memakannya serta berpura-pura makan daging babi, sehingga menyelamatkan hidup kalian tanpa berbuat dosa". Tetapi sang ahli kitab tua itu "menjadi gusar". Dan "dengan martabat, dengan kebangsawanan yang ia miliki dari sebuah kehidupan yang bertalian", ia pergi kepada kemartirannya, bersaksi : "Tidak, pada usiaku, aku tidak akan memberikan teladan ini kepada kaum muda". Ini adalah sebuah contoh yang jelas dari "kehidupan yang bertalian" yang dengannya kita menjauhkan diri kita dari "keduniawian rohani". Pada titik yang sesungguhnya ini Paus Fransiskus berhenti untuk menganalisis perilaku banyak orang : "Kalian berpura-pura menyukai hal ini, tetapi menghidupi cara lain". Ini adalah keduniawian yang menjalarkan jalannya ke dalam jiwa manusia dan secara bertahap mengambil alihnya : "sulitlah mengenalinya pada awalnya", Paus Fransiskus mencatat, "karena ia seperti cacing darah yang perlahan-lahan menghancurkan, menjebol kain, dan kain itu kemudian menjadi tidak berguna". Demikian juga "seseorang yang membiarkan dirinya dipimpin oleh keduniawian kehilangan jatidiri Kristianinya", meruntuhkannya, menjadi "tidak mampu berpadu". Memang, Paus Fransiskus melanjutkan, beberapa orang mengatakan : "oh, Bapa, aku sangat Katolik, aku pergi ke Misa setiap hari Minggu, benar-benar Katolik"; kemudian, namun, dalam kehidupan sehari-hari atau di tempat kerja mereka, mereka tidak mampu berpadu". Jadi, misalnya, mereka menyerah kepada sanjungan dari orang-orang yang menyarankan : "Jika kamu membelikan aku ini, kita akan membuat sogokan ini dan kalian melakukan bantingan".

Hal ini, Paus Fransiskus menegaskan kembali, "bukan berpadunya kehidupan, ini adalah keduniawian". Dan keduniawianlah yang "mengarah ke sebuah kehidupan ganda, kehidupan yang terlihat dan kehidupan yang sesungguhnya, dan ia menjauhkan kalian dari Allah dan menghancurkan jatidiri Kristiani kalian". Inilah sebabnya mengapa "Yesus begitu kuat ketika ia meminta kepada Bapa :"Bapa, Aku tidak meminta agar Engkau membawa mereka keluar dari dunia tetapi agar Engkau menyelamatkan mereka, agar mereka tidak memiliki semangat duniawi", yang berarti "semangat itu yang menghancurkan jatidiri Kristiani".

Dari Kitab Suci, terutama dari kisah Eleazar tua, datang sebuah "teladan melawan semangat duniawi ini". Bukan secara kebetulan Paus Fransiskus mengundang umat beriman untuk mendengarkan lagi kata-kata yang saling bertalian dari sang ahli kitab tua : "paling tidak banyak orang muda seharusnya menganggap bahwa aku dalam tahunku yang kesembilan puluh telah melintas ke sebuah agama asing, melalui kepura-puraanku mereka seharusnya disesatkan oleh karena aku".

Eleazar, oleh karena itu, sangat prihatin akan teladan yang mungkin ia berikan kepada orang muda. Seharusnya ia menyerah. Ini adalah sebuah pilihan yang ditafsirkan oleh Paus Fransiskus dengan cara ini : "Semangat Kristiani, jatidiri Kristiani, tidak pernah bersifat egois, selalu berusaha untuk peduli melalui perpaduannya sendiri, peduli, menghindari skandal, peduli orang lain, memberikan sebuah teladan yang baik".

Tentu saja, Paus Fransiskus menambahkan, beberapa orang bisa keberatan : "Tetapi itu tidak mudah, Bapa, hidup di dunia ini di mana godaan banyak, dan taktik kehidupan ganda menggoda kita setiap hari. Ini tidak mudah!". Pada kenyataannya, Paus Fransiskus menjelaskan, "bagi kita bukan saja itu tidak mudah, itu tidak mungkin. Ia sendiri mampu melakukannya". Karena alasan ini liturgi hari itu mengundang kita untuk berdoa bersama pemazmur : "Tuhan menopang aku".

Allah, Paus Fransiskus mengatakan, adalah "penopang kita terhadap keduniawian yang menghancurkan jatidiri Kristiani kita, yang menuntun kita kepada sebuah kehidupan ganda". Ia sendiri dapat menyelamatkan kita. Jadi "doa kita yang rendah hati akan menjadi : 'Tuhan, aku adalah orang berdosa, sungguh, kami semua berdosa, tetapi aku minta topangan-Mu, memberi aku topangan-Mu, sehingga tidak seharusnya aku di satu sisi berpura-pura menjadi seorang Kristiani, dan di sisi lainnya hidup sebagai seorang kafir, sebagai seorang bangsawan".

Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan nasihat ini : "Jika kalian memiliki sedikit waktu hari ini, ambillah Alkitab, Kitab Kedua Makabe, Bab Enam, dan membaca kisah Eleazar ini. Akan ada baiknya bagi kalian, ia akan memberi kalian keberanian untuk menjadi teladan bagi semua dan juga akan memberi kalian kekuatan dan topangan untuk melanjutkan jatidiri Kristiani kalian, tanpa kompromi, tanpa sebuah kehidupan ganda".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.