Bacaan Ekaristi : 1Sam 15:16-23; Mrk 2:18-22.
Seorang Kristen yang bersembunyi di balik gagasan bahwa "hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan ..." sedang berbuat dosa, menjadi berhala dan tidak taat, dan menjalani "kehidupan tambal-sulam, setengah-setengah", karena hatinya tertutup terhadap "kebaruan Roh Kudus". Undangan untuk membebaskan dirinya dari "kebiasaan" dengan tujuan membuat ruang untuk "kejutan Allah" ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama misa harian Senin pagi 18 Januari 2016 di Santa Marta, Vatikan.
Seorang Kristen yang bersembunyi di balik gagasan bahwa "hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan ..." sedang berbuat dosa, menjadi berhala dan tidak taat, dan menjalani "kehidupan tambal-sulam, setengah-setengah", karena hatinya tertutup terhadap "kebaruan Roh Kudus". Undangan untuk membebaskan dirinya dari "kebiasaan" dengan tujuan membuat ruang untuk "kejutan Allah" ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama misa harian Senin pagi 18 Januari 2016 di Santa Marta, Vatikan.
Dalam Bacaan Pertama, yang diambil dari Kitab Pertama Samuel (15:16-23), Paus Fransiskus mengawali, "kami mendengar bahwa Raja Saul ditolak oleh Allah karena tidak taat : Tuhan mengatakan kepadanya bahwa ia akan menang dalam pertempuran, dalam perang, tetapi itu semua harus benar-benar dihancurkan". Tetapi Saul "tidak taat".
Dengan demikian, "ketika nabi menegurnya karena hal ini dan kemudian dalam nama Allah menolaknya sebagai raja Israel, ia - perikop melanjutkan - memberikan sebuah penjelasan : 'Aku telah mendengar suara orang-orang yang mengambil yang terbaik dari ternak ini dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan'".
"Mempersembahkan kurban adalah hal yang baik", Paus Fransiskus menjelaskan, "tetapi Tuhan telah memerintahkan, Ia telah memberi mandat untuk melakukan sesuatu yang lain". Jadi Samuel berkata kepada Saul : "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN?". Oleh karena itu, Paus Fransiskus menegaskan, "ketaatan berjalan lebih jauh" dan bahkan melampaui kata-kata pembenaran Saul : "Aku mendengarkan orang-orang dan orang-orang mengatakan kepadaku : hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan! Hal-hal yang paling berharga pergi ke pelayanan Tuhan, baik dalam Bait Allah maupun sebagai pengorbanan. Hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan!".
Dengan demikian, "raja, yang harus mengubah 'hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan ..." ini mengatakan kepada Samuel: 'Aku takut akan orang-orang'". Saul "takut" dan inilah mengapa "ia membiarkan hidup terus bertentangan dengan kehendak Tuhan".
Merupakan sikap yang sama - Paus Fransiskus melanjutkan, mengacu pada bacaan Injil (Mrk 2:18-22) - bahwa "Yesus mengajarkan dalam Injil, ketika para ahli Taurat menegur-Nya karena murid-murid-Nya tidak berpuasa: 'Hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan. Mengapa [murid-murid] Kamu tidak berpuasa?'. Dan Yesus menanggapi dengan prinsip hidup ini : 'Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula'".
Pada intinya, Paus Fransiskus bertanya, "Apakah ini berarti, bahwa hukum telah berubah? Tidak!". Artinya, lebih tepatnya, "bahwa hukum ada untuk melayani manusia, bahwa ia ada untuk melayani Allah, dan karena alasan ini manusia harus memiliki hati yang terbuka". Sikap mereka yang mengatakan "hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan ...", pada kenyataannya, lahir dari "hati yang tertutup". Tetapi, sebaliknya, "Yesus mengatakan kepada kita : 'Aku akan mengutus Roh Kudus dan Ia akan menuntun kamu kepada kebenaran penuh". Jadi, "jika hati kalian tertutup bagi kebaruan Roh Kudus, kalian tidak akan pernah mencapai kebenaran penuh". Selain itu, "kehidupan Kristiani kalian akan menjadi kehidupan yang setengah-setengah, kehidupan tambal-sulam, yang ditambal dengan hal-hal baru tetapi pada sebuah tatanan yang tidak terbuka terhadap suara Tuhan : hati yang tertutup, karena kalian tidak mampu mengubah kantong anggur" .
Ini adalah tepat, Paus menjelaskan, "dosa Saul raja, yang ia ditolak". Dan juga "dosa banyak orang Kristen yang memegang apa yang selalu dilakukan dan tidak mengizinkan kantong kulit yang akan diubah". Sehingga mereka akhirnya hidup "di tengah sebuah, ditambal, diperbaiki, hidup tidak masuk akal".
Inilah tepatnya, Paus Fransiskus menjelaskan, "dosa raja Saul, yang karena ia ditolak". Dan juga merupakan "dosa banyak orang Kristen yang memegang apa yang selalu dilakukan dan tidak mengizinkan kantong anggur diubah". Sehingga mereka akhirnya menghayati "sebuah kehidupan setengah jalan, tambal sulam, tidak masuk akal".
Maka, Paus Fransiskus bertanya, "Mengapa hal ini terjadi? Mengapa begitu serius, mengapa Tuhan menolak Saul dan kemudian memilih raja lain?". Jawabannya diberikan oleh Samuel, ketika "ia menjelaskan apa hati yang tertutup, hati yang tidak mendengarkan suara Tuhan, yang tidak terbuka terhadap kebaruan Tuhan, terhadap Roh yang selalu mengejutkan kita". Orang yang memiliki hati seperti itu, Samuel menegaskan, "adalah orang berdosa". "Karena pendurhakaan adalah sebagai dosa ramalan, dan kekeraskepalaan adalah sebagai kejahatan dan penyembahan berhala". Dengan demikian, Paus Fransiskus mengatakan, "Orang-orang Kristen yang keras kepala, mengatakan 'hal ini adalah bagaimana itu selalu dilakukan, hal ini adalah caranya, hal ini adalah jalannya', sedang berdosa : dosa ramalan". Ini adalah "seolah-olah mereka pergi ke pembaca telapak tangan". Pada akhirnya, "apa yang telah dikatakan dan apa yang tidak diubah - olehku dan oleh hatiku yang tertutup" menjadi "lebih penting" daripada "Sabda Tuhan". Ini "juga merupakan dosa penyembahan berhala : kekeraskepalaan. Orang Kristen yang bersikeras, berdosa. Dosa penyembahan berhala".
Pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan kebenaran ini adalah: "Apa jalan keluarnya?". Paus Fransiskus menyarankan bahwa kita "membuka hati kita terhadap Roh Kudus, membedakan apa kehendak Allah". Memang benar, "selalu, setelah pertempuran, orang-orang mengambil segala sesuatu untuk dikorbankan kepada Tuhan, juga untuk keuntungan mereka sendiri, juga permata untuk Bait Allah". Dan "itulah kebiasaan, pada zaman Yesus, bagi orang-orang Israel yang baik berpuasa". Namun, Paus Fransiskus menjelaskan, "ada kenyataan lain: ada Roh Kudus yang menuntun kita kepada kebenaran penuh". Dan "inilah mengapa Ia membutuhkan hati yang terbuka, hati yang tidak keras kepala dalam dosa penyembahan berhala dari diri mereka sendiri", menyakini bahwa apa yang "paling penting" adalah "apa yang aku pikirkan" dan bukan "kejutan Roh Kudus".
Paus Fransiskus kemudian mengatakan bahwa ini "adalah pesan yang diberikan Gereja kepada kita hari ini : pesan yang dikatakan Yesus dengan begitu tegas : 'anggur baru di dalam kantong yang baru!'". Karena, Paus Fransiskus menegaskan, "bahkan kebiasaan-kebiasaan harus diperbaharui dalam kebaruan Roh Kudus, dalam kejutan Allah". Sebelum melanjutkan dengan perayaan Misa, Paus Fransiskus mengungkapkan harapan agar "Tuhan memberi kita rahmat hati yang terbuka, rahmat hati yang terbuka terhadap suara Roh Kudus, yang bisa membedakan apa yang seharusnya tidak berubah, karena secara fundamental, dari apa yang telah berubahlah dapat diterima kebaruan Roh Kudus".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.