Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA SANTA PERAWAN MARIA BUNDA ALLAH (HARI PERDAMAIAN SEDUNIA) 1 Januari 2016

Hari Perdamaian Sedunia ke-49
Bacaan Ekaristi : Bil 6:22-27; Mzm 67:2-3,5,6,8; Gal 4:4-7; Luk 2:16-21

Kita telah mendengar kata-kata Rasul Paulus : "Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan" (Gal 4:4).

Apa artinya mengatakan bahwa Yesus lahir dalam "kegenapan waktu"? Jika kita menganggap itu saat tertentu sejarah, kita mungkin akan cepat tertipu. Roma telah menaklukkan sebagian besar dunia yang dikenal dengan kekuatan militernya. Kaisar Agustus telah tiba untuk berkuasa setelah lima perang sipil. Israel sendiri telah ditaklukkan oleh Kekaisaran Romawi dan Bangsa Terpilih telah kehilangan kebebasan mereka. Bagi orang-orang sezaman Yesus, itu pasti bukan masa-masa yang terbaik. Untuk mendefinisikan kegenapan waktu, maka, kita seharusnya tidak melihat ke ranah geopolitik.

Penafsiran lain diperlukan, penafsiran yang memandang kegenapan itu dari sudut pandang Allah. Ia adalah ketika Allah memutuskan bahwa waktunya telah tiba untuk menggenapi janji-Nya, kegenapan waktu itu tiba untuk umat manusia. Sejarah tidak menentukan kelahiran Kristus; sebaliknya, kedatangan-Nya ke dunia memungkinkan sejarah untuk mencapai kegenapannya. Karena alasan ini, kelahiran Putra Allah meresmikan sebuah zaman baru, sebuah perhitungan waktu yang baru, zaman yang memberi kesaksian penggenapan janji kuno. Sebagaimana dituliskan oleh pengarang Surat Ibrani : "Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Putra-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan" (1:1-3). Maka, kegenapan waktu adalah kehadiran Allah sendiri dalam sejarah kita. Sekarang kita bisa melihat kemuliaan-Nya, yang bersinar dalam kemiskinan sebuah kandang hewan; kita dapat didorong dan didukung oleh Sabda-Nya, dijadikan "kecil" dalam seorang bayi. Berkat Dia, waktu kita dapat menemukan kegenapannya.

Meskipun demikian, misteri ini terus berbentrokan dengan pengalaman dramatis sejarah umat manusia. Setiap hari, ketika kita berusaha ditopang oleh tanda-tanda kehadiran Allah, kita menemukan tanda-tanda baru ketimbang tanda-tanda negatif, yang bertentangan yang cenderung membuat kita berpikir sebaliknya bahwa Ia tidak hadir. Kegenapan waktu tampaknya memudar di hadapan bentuk-bentuk ketidakadilan dan kekerasan yang tak terhitung jumlahnya yang sehari-hari melukai keluarga manusiawi kita. Kadang-kadang kita bertanya pada diri kita sendiri bagaimana mungkin ketidakadilan manusia itu tetap berlanjut, dan arogansi orang yang berkuasa itu terus merendahkan orang-orang lemah, mengasingkan mereka ke pinggiran dunia kita yang paling kumuh. Kita bertanya berapa lama kejahatan manusia akan terus menabur kekerasan dan kebencian di dunia kita, menuai korban-korban yang tidak bersalah. Bagaimana bisa kegenapan waktu telah tiba ketika kita sedang memberi kesaksian sejumlah besar pria, wanita dan anak-anak melarikan diri dari perang, kelaparan dan penganiayaan, siap mempertaruhkan nyawa mereka hanya untuk menemukan rasa hormati akan hak-hak dasariah mereka? Sebuah arus deras penderitaan, yang sembab oleh dosa, tampaknya bertentangan dengan kegenapan waktu yang dibawa oleh Kristus.

Namun arus deras yang sembab ini tak berdaya di hadapan lautan kerahiman yang membanjiri dunia kita. Kita semua dipanggil untuk membenamkan diri kita di lautan ini, membiarkan diri kita terlahir kembali, mengatasi ketidakpedulian yang menghalangi kesetiakawanan, dan meninggalkan di belakang netralitas palsu yang mencegah berbagi. Rahmat Kristus, yang membawa harapan keselamatan kita kepada penggenapan, membawa kita untuk bekerja sama dengan Dia dalam membangun dunia yang semakin adil dan bersaudara, sebuah dunia yang di dalamnya setiap orang dan setiap makhluk dapat tinggal dalam damai, dalam keselarasan penciptaan asli Allah.

Pada awal sebuah tahun baru, Gereja mengajak kita untuk merenungkan keibuan ilahi Maria sebagai sebuah ikon perdamaian. Dalam dirinya, janji kuno menemukan penggenapan. Ia percaya pada kata-kata malaikat, mengandung Putranya dan dengan demikian menjadi Bunda Tuhan. Melalui dia, melalui "ya"-nya, kegenapan waktu muncul. Injil yang baru saja kita dengar mengatakan kepada kita bahwa Perawan Maria "menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya" (Luk 2:19). Ia tampak bagi kita sebagai sebuah wadah yang diisi sampai penuh dengan kenangan akan Yesus, sebagai Sang Takhta Kebijaksanaan yang kepadanya kita bisa meminta bantuan untuk memahami ajaran-Nya dengan tepat. Hari ini Maria menjadikannya mungkin bagi kita untuk memahami makna peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kita secara pribadi, peristiwa-peristiwa yang juga mempengaruhi keluarga-keluarga kita, negara-negara kita dan seluruh dunia. Di mana alasan filosofis dan negosiasi politik tidak dapat tercapai, di sana ada kekuatan iman, yang membawa rahmat Injil Kristus, bisa mencapai, membuka jalan-jalan baru yang sesungguhnya menuju alasan dan negosiasi.

Berbahagialah engkau, Maria, karena engkau memberikan Putra Allah kepada dunia kita. Tetapi bahkan lebih terberkati kalian karena telah percaya kepada-Nya. Kepenuhan iman, engkau mengandung Yesus pertama-tama dalam hati kalian dan kemudian dalam rahim kalian, dan dengan demikian menjadi Bunda semua orang percaya (bdk. Santo Agustinus, Sermo 215,4). Utuslah kepada kami berkat-Mu pada hari ini yang diresmikan untuk menghormati Engkau. Tunjukkan kepada kami wajah Yesus Putra-Mu, yang melimpahkan kerahiman dan perdamaian dunia seluruhnya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.