Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 25 Februari 2016 : SEBUAH NAMA ATAU SEBUAH KATA SIFAT

Bacaan Ekaristi : Yer 17:5-10; Luk 16:19-31

Apakah kita terbuka kepada orang lain dan mampu berbelas kasih, atau apakah kita hidup terkurung di dalam diri kita sendiri, budak-budak keegoisan kita? Itulah permenungan tentang mutu hidup Kristiani yang dipaparkan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 25 Februari 2016, di Casa Santa Marta, Vatikan, dengan mengacu perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31). Mengacu juga ke antifon pembuka (yang diambil dari Mazmur 139[138]:23-24), Paus Fransiskus menekankan pentingnya memohon kepada Tuhan "rahmat untuk mengetahui" apakah kita berada "di jalan kebohongan atau di jalan kehidupan".

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa kita dibangunkan oleh permenungan yang, di hari-hari sebelumnya, berbicara tentang "agama berbuat" dan "agama berbicara". Beliau menarik ilham dari dua tokoh Injil, orang kaya, yang digambarkan sebagai seorang yang "selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan". Tokoh tersebut mungkin tampak sedikit dibuat-buat, tetapi itu berarti untuk menunjukkan kepada kita seorang yang "memiliki itu semua, setiap kesempatan". Dibandingkan dengannya di sana ada "seorang miskin bernama Lazarus" di pintu gerbangnya, "badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya".

Paus Fransiskus mengulas gambaran tokoh-tokoh tersebut dan menunjukkan bahwa orang kaya, "yang terlihat dalam dialog akhir dengan Bapa Abraham", adalah "orang beriman", yang telah "belajar hukum, tahu perintah-perintah" dan yang "pasti pergi setiap hari Sabat ke Sinagoga dan sekali setahun ke Bait Allah". Singkatnya, ia benar-benar "orang yang memiliki religiositas tertentu". Pada saat yang sama kisah Injil menunjukkan bahwa ia juga "seorang yang tertutup, terkunci di dalam dunia kecilnya sendiri, dunia jamuan makan, pakaian, kesombongan, teman-teman". Tertutup dalam "gelembung kesombongan", ia "tidak memiliki kapasitas untuk melihat melampaui hal itu" dan tidak "menyadari apa yang sedang terjadi di luar dunianya yang tertutup". Misalnya, "ia tidak memikirkan kebutuhan banyak orang atau kebutuhan teman-temannya yang sakit". Sebaliknya ia hanya memikirkan dirinya sendiri, "kekayaannya, kehidupannya yang baik : ia diberi kehidupan yang baik". Ia adalah, kata Paus Fransiskus, mengakhiri ulasannya, seorang yang "tampaknya religius". Ia adalah, pada kenyataannya, contoh sempurna "agama berbicara". Orang kaya itu "tidak tahu pinggiran, ia benar-benar terkunci di dalam dirinya". Namun pinggiran itu "dekat dengan pintu rumahnya", tetapi "ia tidak mengetahuinya". Inilah, Paus Fransiskus menjelaskan, "jalan kebohongan", yang daripadanya, dalam antifon, kita meminta Tuhan untuk membebaskan kita.

Dari gambaran ini, Paus Fransiskus memperluas dengan ulasan diri orang kaya tersebut, orang yang "percaya hanya dalam dirinya sendiri, dalam persoalan-persoalannya", dan "tidak percaya pada Allah". Ia berbeda jauh dari "orang yang diberkati yang percaya kepada Tuhan", yang dikontraskan dalam Mazmur Tanggapan, yang diambil dari Mazmur 1. "Apa warisan", Paus Fransiskus bertanya, yang ditinggalkan orang ini?". Tentunya, beliau berkata, lagi mengutip Mazmur Tanggapan, ia bukan "seperti sebuah pohon yang ditanam di tepi aliran air", melainkan "seperti sekam yang ditiupkan angin" (Mzm 1:3,4).

Orang ini memiliki keluarga; ia memiliki saudara-saudara. Kisah Injil menceritakan bahwa ia meminta Bapa untuk mengutus seseorang untuk memperingatkan mereka : "Hentikan, ini bukan jalan!". Tetapi ia meninggal, Paus Fransiskus menjelaskan, dan "ia tidak meninggalkan warisan, ia tidak meninggalkan kehidupan, karena ia hanya tertutup dalam dirinya".

Paus Fransiskus menekankan bahwa kegersangan hidup ini ditekankan oleh rincian tertentu : dalam memperbincangkan orang ini, Injil "tidak mengatakan apa namanya; Injil hanya mengatakan bahwa ia adalah seorang kaya". Rincian ini penting, karena "ketika nama kalian hanya sebuah kata sifat, itu karena kalian telah kehilangan : kalian telah kehilangan hakekat, kalian telah kehilangan kekuatan". Orang mungkin mengatakan : "orang ini kaya, orang ini sangat berkuasa, orang satu ini bisa melakukan apa saja, orang ini adalah seorang imam yang berkarir, seorang uskup yang berkarir ...". Sering terjadi, Paus Fransiskus melanjutkan, bahwa kita mulai "menamai orang dengan kata sifat, bukan dengan nama, karena mereka tidak memiliki hakekat". Inilah kenyataan orang kaya dalam bacaan hari itu.

Pada titik ini Paus Fransiskus mengajukan sebuah pertanyaan : "Bukankah Allah yang adalah seorang Bapa, memiliki kerahiman pada orang ini? Bukankah ia mengetuk hatinya untuk menggugahnya?". Jawabannya: "Ya, ia berada di pintu, ia berada di pintu, dalam pribadi Lazarus". Lazarus: orang ini memiliki sebuah nama. Lazarus, Paus Fransiskus menambahkan, "dengan kebutuhannya dan penderitaannya, penyakitnya, sebenarnya adalah Tuhan yang sedang mengetuk pintu, sehingga orang ini akan membuka hatinya dan kerahiman bisa masuk". Sebaliknya, orang kaya tersebut "tidak melihat", karena "ia tertutup", dan "baginya tidak ada satupun yang berada di luar pintu".

Perikop Injil, Paus Fransiskus mengatakan, sangat membantu bagi kita semua pada titik tengah perjalanan Prapaskah, dalam rangka mengajukan beberapa pertanyaan : "Apakah aku berada di jalan kehidupan atau di jalan kebohongan? Berapa banyak kunci yang masih aku miliki di hatiku? Di mana sukacitaku : dalam melakukan atau berbicara?". Selain itu, apakah sukacitaku berada "dalam pergi ke luar diriku untuk bertemu dengan orang lain, untuk membantu", atau "apakah sukacitaku dalam memiliki semuanya terkelola, terkurung di dalam diriku?".

Seraya kita memikirkan semua ini, Paus Fransiskus mengakhiri, "marilah kita mohon kepada Tuhan" rahmat "untuk selalu melihat Lazarus yang mengetuk hati kita" dan rahmat untuk "selalu pergi ke luar dari diri kita dengan kemurahan hati, dengan sikap kerahiman, sehingga kerahiman Allah dapat masuk ke dalam hati kita".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.