Bacaan Ekaristi : 1Raj 2:1-4.10-12; Mrk 6:7-13
Iman adalah warisan terbesar yang dapat ditinggalkan seorang pria atau wanita. Imanlah yang mendorong kita untuk tidak takut mati, yang hanya merupakan awal kehidupan lain. Inilah titik pusat permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 4 Februari 2016, di Casa Santa Marta, Vatikan.
"Dalam minggu-minggu ini Gereja, dalam liturgi, telah membuat kita merenungkan Raja Daud yang suci", Paus Fransiskus mencatat. Hari ini, beliau melanjutkan, "kita mendengar tentang kematiannya". Memang, perikop yang diambil dari Kitab Pertama Raja-raja (2:1-4,10-12) menceritakan bahwa "saat kematian Daud mendekat".
Menekankan bahwa "dalam setiap kehidupan ada suatu kesudahan", Paus Fransiskus teringat kata-kata Daud kepada Salomo, anaknya : "Aku akan menjalani seluruh bumi". Bahkan meskipun itu adalah "perjalanan hidup", Paus Fransiskus menambahkan, itu juga merupakan "pikiran yang sangat tidak kita sukai". Pada dasarnya, Paus Fransiskus mengatakan, kita cenderung menjaga pikiran kita jauh dari kematian - "Aku sakit, aku agak tua ..." - "Tetapi kamu kuat, ayolah!" - dan "kita takut" , meskipun "itu adalah kenyataan sehari-hari".
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa "di pintu masuk ke sebuah pemakaman di sebuah desa di Italia utara, ada tertulis : "Ketika Anda melintas, berhentilah dan berpikirlah tentang langkah-langkah Anda menuju bagian akhir". Pertimbangkanlah, oleh karena itu, bahwa "ini adalah cahaya yang menerangi kehidupan". Dan "kehidupan Daud", beliau menjelaskan, "adalah sebuah kehidupan yang dijalani dengan intens oleh anak laki-laki yang menggembalakan domba ke padang rumput itu, dengan begitu banyak kesulitan; kemudian, diurapi oleh Tuhan, ia hidup dengan baik, sebagai orang yang mengasihi Tuhan; kemudian, ketika ia merasa aman, ia mulai berdosa" dan ia" hampir berakhir dalam korupsi".
Menekankan bahwa "dalam setiap kehidupan ada suatu kesudahan", Paus Fransiskus teringat kata-kata Daud kepada Salomo, anaknya : "Aku akan menjalani seluruh bumi". Bahkan meskipun itu adalah "perjalanan hidup", Paus Fransiskus menambahkan, itu juga merupakan "pikiran yang sangat tidak kita sukai". Pada dasarnya, Paus Fransiskus mengatakan, kita cenderung menjaga pikiran kita jauh dari kematian - "Aku sakit, aku agak tua ..." - "Tetapi kamu kuat, ayolah!" - dan "kita takut" , meskipun "itu adalah kenyataan sehari-hari".
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa "di pintu masuk ke sebuah pemakaman di sebuah desa di Italia utara, ada tertulis : "Ketika Anda melintas, berhentilah dan berpikirlah tentang langkah-langkah Anda menuju bagian akhir". Pertimbangkanlah, oleh karena itu, bahwa "ini adalah cahaya yang menerangi kehidupan". Dan "kehidupan Daud", beliau menjelaskan, "adalah sebuah kehidupan yang dijalani dengan intens oleh anak laki-laki yang menggembalakan domba ke padang rumput itu, dengan begitu banyak kesulitan; kemudian, diurapi oleh Tuhan, ia hidup dengan baik, sebagai orang yang mengasihi Tuhan; kemudian, ketika ia merasa aman, ia mulai berdosa" dan ia" hampir berakhir dalam korupsi".
Tetapi, Paus Fransiskus melanjutkan, Daud "kemudian bertobat, ia menangis, ia berdosa lagi. Itulah caranya. Tetapi ia belajar memohon pengampunan atas dosa-dosanya. Gereja menyebutnya Raja Daud yang suci. Seorang pendosa, tetapi seorang yang suci". Dengan demikian, "kehidupan ini berakhir dengan cara ini : ia dimulai pada 16, 17, tahun dan ia berakhir". Selain itu, "jangka waktu kekuasaannya, pemerintahannya, adalah 40 tahun". Tetapi "bahkan 40 tahun berlalu".
Inilah, Paus Fransiskus menekankan, "kenyataan yang selalu kita miliki di hadapan kita". Sekali waktu, beliau berbagi, "dalam suatu Audiensi hari Rabu, ada seorang biarawati tua berada di antara orang-orang sakit, tetapi dengan wajah damai, tatapan bercahaya". Paus Fransiskus menanyakan berapa usianya, dan ia menjawab dengan tersenyum : "83 tahun, tetapi saya sedang mengakhiri perjalanan saya dalam hidup ini untuk memulai perjalanan lainnya bersama Tuhan, karena saya memiliki kanker pankreas". Dan "seperti ini, ada damai", Paus Fransiskus mengatakan, "wanita itu menjalani hidup baktinya secara intens. Ia tidak takut akan mati" atau akan kematian. "Saya sedang mengakhiri perjalanan hidup saya untuk memulai yang lainnya". Karena kematian, Paus Fransiskus menjelaskan, "adalah suatu bagian" dan "kesaksian ini baik bagi kita".
Melanjutkan, Paus Fransiskus mencatat bahwa "ketika seseorang akan mati, biasanya meninggalkan sebuah wasiat". Daud melakukan hal yang sama, memanggil anaknya Salomo. Dan "apa yang ia sarankan kepadanya, apa yang ia wariskan kepada anaknya?". Ia mengatakan kepadanya: "Kuatlah, dan tunjukkanlah dirimu seorang pria". Pada dasarnya, Daud "mengambil apa yang dikatakan TUHAN kepada Musa, kepada Yosua: 'kuatlah, tunjukkanlah dirimu seorang pria, dan menjaga tuntutan TUHAN, Allahmu, yang berjalan di jalan-Nya dan dan menjaga ketetapan-Nya, perintah-Nya, peraturan-Nya, seperti tertulis dalam hukum Musa".
Daud juga memberikan saran ini kepada Salomo. "Apa yang ia wariskan kepadanya? Ia meninggalkan dia kerajaan, kerajaan yang kuat". Tetapi "ia juga meninggalkan dia sesuatu yang lain, yang merupakan warisan terbesar dan terindah yang bisa ditinggalkan seorang pria atau seorang wanita bagi anak-anak mereka : ia meninggalkan iman". Dalam perikop Alkitab hari ini kita membaca kata-kata Daud : "supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel". Ini adalah memiliki "iman dalam janji Allah : ia meninggalkan iman sebagai warisan yang besar", Paus Fransiskus menjelaskan.
"Ketika wasiat dibuat", Paus Fransiskus menambahkan, "orang-orang melontarkan : 'Aku meninggalkan ini padanya, aku meninggalkan itu pada yang lain ...'". Tetapi "warisan yang terindah yang bisa ditinggalkan seorang pria atau seorang wanita bagi anak-anak mereka adalah iman", beliau menegaskan. "Daud ingat janji-janji Allah, ia ingat imannya dalam janji-janji ini dan mengingatkan anaknya akan janji-janji tersebut : ia mewariskan iman".
Berkenaan hal ini Paus Fransiskus menunjukkan: "dalam Ritus Pembaptisan, dengan lilin, terang iman menyala, kita - para orang tua - mengatakan 'menjaganya, melindunginya, membuatnya tumbuh dalam diri putra Anda dan dalam diri putri Anda, dan meninggalkannya sebagai warisan". Dengan demikian, "mewariskan iman : Daud mengajarkan kita hal ini. Dan dengan demikian ia meninggal, secara sederhana, seperti setiap manusia". Tetapi "ia tahu apa yang harus disarankan kepada anaknya dan apa warisan terbaik yang bisa ia tinggalkan : bukan kerajaan, tetapi iman. Dan ia mendaraskan dengan hati apa yang telah dijanjikan Tuhan".
Paus Fransiskus kemudian menegaskan, "kita semua akan berjalan di jalan bapa kita, tetapi hanya Ia yang tahu kapannya". Oleh karena itu "akan ada baiknya kita" bertanya pada diri kita sendiri : "Apa yang saya mewariskan dengan hidup saya? Apakah saya sedang meninggalkan warisan seorang pria atau seorang wanita iman? Apakah aku sedang meninggalkan warisan ini bagi keluarga saya?".
Inilah, Paus Fransiskus menekankan, "kenyataan yang selalu kita miliki di hadapan kita". Sekali waktu, beliau berbagi, "dalam suatu Audiensi hari Rabu, ada seorang biarawati tua berada di antara orang-orang sakit, tetapi dengan wajah damai, tatapan bercahaya". Paus Fransiskus menanyakan berapa usianya, dan ia menjawab dengan tersenyum : "83 tahun, tetapi saya sedang mengakhiri perjalanan saya dalam hidup ini untuk memulai perjalanan lainnya bersama Tuhan, karena saya memiliki kanker pankreas". Dan "seperti ini, ada damai", Paus Fransiskus mengatakan, "wanita itu menjalani hidup baktinya secara intens. Ia tidak takut akan mati" atau akan kematian. "Saya sedang mengakhiri perjalanan hidup saya untuk memulai yang lainnya". Karena kematian, Paus Fransiskus menjelaskan, "adalah suatu bagian" dan "kesaksian ini baik bagi kita".
Melanjutkan, Paus Fransiskus mencatat bahwa "ketika seseorang akan mati, biasanya meninggalkan sebuah wasiat". Daud melakukan hal yang sama, memanggil anaknya Salomo. Dan "apa yang ia sarankan kepadanya, apa yang ia wariskan kepada anaknya?". Ia mengatakan kepadanya: "Kuatlah, dan tunjukkanlah dirimu seorang pria". Pada dasarnya, Daud "mengambil apa yang dikatakan TUHAN kepada Musa, kepada Yosua: 'kuatlah, tunjukkanlah dirimu seorang pria, dan menjaga tuntutan TUHAN, Allahmu, yang berjalan di jalan-Nya dan dan menjaga ketetapan-Nya, perintah-Nya, peraturan-Nya, seperti tertulis dalam hukum Musa".
Daud juga memberikan saran ini kepada Salomo. "Apa yang ia wariskan kepadanya? Ia meninggalkan dia kerajaan, kerajaan yang kuat". Tetapi "ia juga meninggalkan dia sesuatu yang lain, yang merupakan warisan terbesar dan terindah yang bisa ditinggalkan seorang pria atau seorang wanita bagi anak-anak mereka : ia meninggalkan iman". Dalam perikop Alkitab hari ini kita membaca kata-kata Daud : "supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel". Ini adalah memiliki "iman dalam janji Allah : ia meninggalkan iman sebagai warisan yang besar", Paus Fransiskus menjelaskan.
"Ketika wasiat dibuat", Paus Fransiskus menambahkan, "orang-orang melontarkan : 'Aku meninggalkan ini padanya, aku meninggalkan itu pada yang lain ...'". Tetapi "warisan yang terindah yang bisa ditinggalkan seorang pria atau seorang wanita bagi anak-anak mereka adalah iman", beliau menegaskan. "Daud ingat janji-janji Allah, ia ingat imannya dalam janji-janji ini dan mengingatkan anaknya akan janji-janji tersebut : ia mewariskan iman".
Berkenaan hal ini Paus Fransiskus menunjukkan: "dalam Ritus Pembaptisan, dengan lilin, terang iman menyala, kita - para orang tua - mengatakan 'menjaganya, melindunginya, membuatnya tumbuh dalam diri putra Anda dan dalam diri putri Anda, dan meninggalkannya sebagai warisan". Dengan demikian, "mewariskan iman : Daud mengajarkan kita hal ini. Dan dengan demikian ia meninggal, secara sederhana, seperti setiap manusia". Tetapi "ia tahu apa yang harus disarankan kepada anaknya dan apa warisan terbaik yang bisa ia tinggalkan : bukan kerajaan, tetapi iman. Dan ia mendaraskan dengan hati apa yang telah dijanjikan Tuhan".
Paus Fransiskus kemudian menegaskan, "kita semua akan berjalan di jalan bapa kita, tetapi hanya Ia yang tahu kapannya". Oleh karena itu "akan ada baiknya kita" bertanya pada diri kita sendiri : "Apa yang saya mewariskan dengan hidup saya? Apakah saya sedang meninggalkan warisan seorang pria atau seorang wanita iman? Apakah aku sedang meninggalkan warisan ini bagi keluarga saya?".
Tentang catatan ini, Paus Fransiskus mengakhiri : "marilah kita memohon dua hal dari Tuhan". Pertama dan terpenting : "tidak takut akan bagian akhir ini, seperti biarawati di Audiensi Rabu" yang berbagi: "Aku akan mengakhiri perjalananku dan mulai perjalanan lain". Hal kedua yang perlu dimohon dari Tuhan yakni "dengan hidup kita, kita semua bisa meninggalkan iman sebagai warisan terbesar: iman kepada Allah yang setia ini, Allah ini yang selalu di samping kita, Allah ini yang adalah Bapa dan tidak pernah mengecewakan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.