Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RABU ABU 10 Februari 2016

Bacaan Ekaristi : Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18

Pada awal perjalanan Prapaskah, Sabda Allah mengamanatkan kepada Gereja dan kepada kita masing-masing dua ajakan.

Ajakan yang pertama adalah ajakan Santo Paulus : "didamaikan dengan Allah" (2 Kor 5:20). Itu tidak hanya saran kebapaan yang baik dan bahkan hanya sekedar anjuran; itu adalah doa permohonan yang benar dan tepat dalam nama Kristus: "dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah" (2 Kor 5:20). Mengapa seruan sungguh-sungguh dan remuk hati seperti itu? Karena Kristus tahu betapa rapuhnya dan berdosanya kita, Ia tahu kelemahan hati kita; Ia melihatnya terluka oleh kejahatan yang telah kita lakukan dan segera, Ia tahu berapa banyak kita membutuhkan pengampunan, Ia tahu bahwa kita harus merasa dikasihi untuk berbuat baik. Hanya kita tidak mampu: Oleh karena itu, Rasul Paulus tidak memberitahu kita untuk melakukan sesuatu, tetapi membiarkan diri kita didamaikan oleh Allah, mengizinkan Ia untuk mengampuni kita, dengan kepercayaan, karena "Allah lebih besar daripada hati kita (1 Yoh 3:20). Ia mengalahkan dosa dan mengangkat kita dari penderitaan kita, jika kita mempercayakan diri kita kepada-Nya. Itu karena kita mengakui diri kita membutuhkan kerahiman : itu adalah langkah pertama perjalanan Kristen; itu adalah tentang masuk melalui pintu yang terbuka yang adalah Kristus, di mana Ia sendiri, Sang Juruselamat, menanti kita dan menawarkan kita suatu kehidupan yang baru dan penuh sukacita.

Ada beberapa kendala, yang menutup pintu hati. Ada godaan dari menghalangi pintu, yaitu, godaan hidup dengan dosanya, meminimalkannya, selalu membenarkan dirinya, memikirkan dirinya tidak lebih buruk daripada orang lain; dengan demikian, tetapi, kunci hati tertutup dan ia tetap tertutup di dalam, para tahanan kejahatan. Kendala lain adalah rasa malu untuk membuka pintu rahasia hati. Pada kenyataannya, rasa malu adalah sebuah gejala yang baik, karena ia menunjukkan bahwa kita ingin melepaskan diri kita dari kejahatan; Namun, ia tidak boleh diubah menjadi kengerian atau ketakutan. Dan ada jerat ketiga: jerat menjauhkan diri dari pintu : itu terjadi ketika kita tetap dalam kesengsaraan kita, ketika kita merenung terus menerus, mengaitkan hal-hal negatif di antara mereka sendiri, sampai kita tenggelam dalam gudang bawah tanah yang tergelap dari jiwa. Kemudian kita bahkan menjadi akrab dengan kesedihan yang tidak kita inginkan, kita patah semangat dan kita lebih lemah dalam menghadapi godaan-godaan. Hal ini terjadi karena kita tetap sendirian dengan diri kita sendiri, menutup diri kita dan melarikan diri dari terang, sedangkan hanya rahmat Tuhan membebaskan kita. Marilah kita didamaikan, marilah kita mendengarkan Yesus yang mengatakan kepada mereka yang lelah dan tertindas "Marilah kepada-Ku" (Mat 11:28). Jangan tinggal di dalam diri kalian melainkan pergilah kepada-Nya! Ada pemulihan dan kedamaian.

Hadir dalam perayaan ini adalah para Misionaris Kerahiman, untuk menerima mandat menjadi tanda-tanda dan alat-alat pengampunan Allah. Saudara-saudara terkasih, kalian dapat membantu membuka pintu hati, mengatasi rasa malu, tidak melarikan diri dari terang. Semoga tangan-tangan kalian memberkati dan mengangkat saudara dan saudari dengan kebapaan, sehingga melalui kalian tatapan dan tangan Bapa bersandar pada anak-anak-Nya dan menyembuhkan luka-luka mereka!

Ada ajakan Allah yang kedua, yang mengatakan, melalui nabi Yoel : "Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu" (2:12). Jika ada kebutuhan untuk kembali itu karena kita telah menjauhkan diri kita. Itu adalah misteri dosa : kita jauh dari Allah, dari orang lain dan dari diri kita sendiri. Tidaklah sulit untuk menyadarinya : kita semua melihat apa upaya untuk benar-benar percaya kepada Allah, untuk mempercayakan diri kita kepada-Nya sebagai Bapa, tanpa rasa takut; betapa sulitnya mengasihi orang lain, lebih cepat ketimbang memikirkan kejahatan orang lain; betapa sulitnya melakukan kebaikan kita yang sebenarnya, sementara kita tertarik dan tergoda oleh begitu banyak kenyataan jasmaniah, yang lenyap dan pada akhirnya meninggalkan kita miskin. Di samping sejarah dosa ini, Yesus telah meresmikan sebuah sejarah keselamatan. Injil yang membuka Prapaskah mengajak kita untuk menjadi para tokoh utama, merangkul tiga penyembuh, tiga obat yang menyembuhkan dosa (bdk. Mat 6:1-6.16-18).

Pada tempat pertama doa, ungkapan keterbukaan dan kepercayaan kepada Tuhan: itu adalah perjumpaan secara pribadi dengan-Nya, yang memperpendek jarak yang diciptakan oleh dosa. Berdoa berarti mengatakan: "Aku cukup diri, aku memerlukan Anda, Anda adalah hidupku dan keselamatanku".

Di tempat kedua adalah amal, untuk mengatasi ketakterkaitan dalam berurusan dengan orang lain. Kasih sejati, pada kenyataannya, bukanlah sebuah tindakan lahiriah; ia tidak memberikan sesuatu dengan cara paternalistik untuk menenangkan hati nurani kita, tetapi menerima orang yang membutuhkan waktu kita, persahabatan kita, bantuan kita. Ia adalah menghayati pelayanan, mengatasi godaan untuk memuaskan diri kita sendiri.

Di tempat ketiga adalah berpuasa, penebusan dosa, untuk membebaskan kita dari ketergantungan-ketergantungan dalam menghadapi apa yang sedang terjadi dan melatih kita untuk menjadi lebih peka dan penuh kerahiman. Ia adalah suatu ajakan kepada kesederhanaan dan berbagi : mengambil sesuatu dari meja kita dan dari barang-barang kita untuk menemukan kembali kebaikan kebebasan sejati.

"Berbaliklah kepada-Ku - sabda Tuhan - dengan segenap hatimu" : tidak hanya dengan beberapa tindakan lahiriah tetapi dari kedalaman keberadaan kita. Bahkan, Yesus memanggil kita untuk menghayati doa, amal dan penebusan dosa dengan perpaduan dan keaslian, mengatasi kemunafikan. Semoga Prapaskah menjadi saat "pemangkasan" yang bersifat sukarela dari dusta, keduniawian, ketidakpedulian : tidak berpikir bahwa segala sesuatunya baik jika aku baik; memahami bahwa apa yang penting bukanlah pengesahan, mengupayakan keberhasilan atau kesepakatan, tetapi pembersihan hati dan kehidupan, menemukan kembali jatidiri Kristen kita, yaitu, kasih yang melayani, bukan egoisme yang melayani dirinya sendiri. Marilah kita memulai perjalanan bersama-sama, sebagai Gereja, menerima abu dan mengarahkan pandangan kita pada Salib. Mengasihi kita, Ia mengajak kita untuk membiarkan diri kita didamaikan dengan Allah dan berbalik kepada-Nya, menemukan kembali diri kita.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.