Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PALMA 20 Maret 2016

Bacaan Ekaristi : Luk 19:28-40. Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp. 2:6-11; Luk. 22:14- 23:56

"Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" (bdk. Luk 19:38), kerumunan orang Yerusalem berseru dengan penuh sukacita ketika mereka menyambut Yesus. Kita telah menjadikan antusiasme itu milik kita : dengan melambaikan ranting zaitun dan palma kita, kita telah mengungkapkan pujian kita dan sukacita kita, keinginan kita untuk menerima Yesus yang datang kepada kita. Sama seperti ketika Ia memasuki Yerusalem, Ia demikian ingin memasuki kota kita dan kehidupan kita. Seperti yang Ia lakukan dalam Injil, mengendarai seekor keledai, demikian juga Ia datang kepada kita dalam kerendahan hati; Ia datang "dalam nama Tuhan". Melalui kekuatan cinta ilahi-Nya Ia mengampuni dosa-dosa kita dan mendamaikan kita dengan Bapa dan dengan diri kita sendiri.

Yesus senang dengan orang banyak yang menunjukkan kasih sayang mereka bagi-Nya. Ketika orang-orang Farisi meminta-Nya untuk membungkam anak-anak dan orang lain yang mengelu-elukan-Nya, Ia menjawab: "Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak" (Luk 19:40). Tidak ada yang bisa mengurangi antusiasme mereka akan masuknya Yesus. Semoga tidak ada yang mencegah kita untuk menemukan di dalam Dia sumber sukacita kita, sukacita sejati, yang berdiam dan membawa kedamaian; karena Yesus sendirilah yang menyelamatkan kita dari jerat dosa, kematian, ketakutan dan kesedihan.

Liturgi hari ini mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak menyelamatkan kita dengan masuk-Nya yang bernuansa kemenangan atau dengan cara mukjizat yang kekuatan. Rasul Paulus, dalam Bacaan Kedua, melambangkan dalam dua kata kerja jalan penebusan : Yesus "mengosongkan" dan "merendahkan" diri-Nya (Flp 2:7-8). Kedua kata kerja ini menunjukkan tanpa batasnya kasih Allah bagi kita. Yesus mengosongkan diri-Nya : Ia tidak melekat pada kemuliaan yaitu kemuliaan sebagai Putra Allah, tetapi menjadi Putra Manusia agar dalam kesetiakawanan dengan kita orang-orang berdosa dalam segala hal; namun Ia tanpa dosa. Bahkan lebih, Ia hidup di antara kita dalam "keadaan seorang hamba" (ayat 7); bukan dari seorang raja atau penguasa dunia, tetapi seorang hamba. Oleh karena itu Ia telah merendahkan diri-Nya, dan jurang kehinaan-Nya, seperti ditunjukkan Pekan Suci kepada kita, tampaknya tak berdasar.

Tanda pertama dari kasih "hingga kesudahan" ini (Yoh 13:1) adalah pembasuhan kaki. "Tuhan dan Guru" (Yoh 13:14) membungkuk ke kaki murid-murid-Nya, karena hanya para hamba yang seharusnya melakukan itu. Ia menunjukkan dengan contoh bahwa kita perlu untuk membiarkan kasih-Nya menjangkau kita, kasih yang membungkuk kepada kita; kita tidak bisa melakukan apa-apa sedikit pun, kita tidak bisa mengasihi tanpa membiarkan diri kita dikasihi oleh-Nya terlebih dahulu, tanpa mengalami kelembutan-Nya yang mengejutkan dan tanpa menerima kasih sejati yang terkandung dalam pelayanan nyata itu.

Tetapi ini hanya awal. Penghinaan Yesus mencapai puncaknya dalam Sengsara : Ia dijual untuk tiga puluh keping uang perak dan dikhianati oleh ciuman dari seorang murid yang telah Dia pilih dan dipanggil sahabat-Nya. Hampir semua murid yang lain lari dan meninggalkan-Nya; Petrus menyangkal Dia tiga kali di halaman Bait Allah. Dipermalukan dalam jiwa-Nya dengan ejekan, hinaan dan ludahan, Ia menderita dalam tubuh-Nya kebrutalan yang mengerikan : pukulan, cambukan dan mahkota duri membuat wajah-Nya tak dikenali. Ia juga mengalami rasa malu dan kecaman memalukan oleh para penguasa keagamaan dan politik : Ia dibuat berdosa dan dianggap tidak jujur. Pilatus kemudian mengirimkan-Nya kepada Herodes, yang pada gilirannya mengirimkan-Nya kepada Gubernur Romawi. Bahkan ketika setiap bentuk keadilan ditolak terhadap-Nya, Yesus juga mengalami dalam daging-Nya sendiri ketidakpedulian, karena tidak ada yang ingin bertanggung jawab atas nasib-Nya. Kerumunan orang, yang baru saja mengakui-Nya, sekarang mengubah pujian mereka menjadi teriakan tuduhan, bahkan ke titik lebih memilih seorang pembunuh dilepaskan dalam tempat-Nya. Dan maka saat kematian di kayu salib tiba, bentuk rasa malu yang paling menyakitkan itu disediakan untuk para pengkhianat, para budak dan semacam para penjahat yang paling jahat. Tetapi keterasingan, pencemaran nama baik dan rasa sakit belum merupakan sepenuhnya perampasan-Nya. Untuk benar-benar dalam kesetiakawanan dengan kita, Ia juga mengalami di kayu Salib ditinggalkan oleh Bapa-Nya dengan misterius. Tetapi, ketika Ia ditinggalkan, Ia berdoa dan mempercayakan diri-Nya : "Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku" (Luk 23:47). Tergantung dari kayu salib, di samping cemoohan Ia sekarang menghadapi godaan terakhir : turun dari Salib, untuk menaklukkan kejahatan dengan kekuatan dan menunjukkan wajah Allah yang kuat dan tak terkalahkan. Tetapi, Yesus bahkan di sini di puncak pembinasaan-Nya, mengungkapkan wajah Allah yang sesungguhnya, yang adalah kerahiman. Ia mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya, Ia membuka pintu surga untuk penjahat yang bertobat dan Ia menjamah hati sang perwira. Jika misteri kejahatan adalah tak terduga, maka kenyataan kasih yang dicurahkan melalui-Nya adalah tak terbatas, bahkan mencapai kubur dan neraka. Ia mengambil atas diri-Nya semua rasa sakit kita agar Ia dapat menebusnya, membawa terang kepada kegelapan, kehidupan kepada kematian, kasih kepada kebencian.

Cara Allah bertindak mungkin tampak begitu jauh dari cara kita bertindak, bahwa Ia dibinasakan demi kita, sementara itu tampaknya sulit bagi kita bahkan untuk sedikit melupakan diri kita. Ia datang untuk menyelamatkan kita; kita dipanggil untuk memilih cara-Nya: cara pelayanan, cara memberi, cara melupakan diri kita sendiri. Marilah kita berjalan di jalan ini, berhenti di hari-hari ini untuk melihat ke atas Salib, "kursi rajani Allah", untuk belajar tentang kasih yang rendah hati yang menyelamatkan dan memberi kehidupan, sehingga kita dapat membuang semua keegoisan, serta pencarian kekuasaan dan ketenaran. Dengan merendahkan diri-Nya, Yesus mengundang kita untuk berjalan di jalan-Nya. Marilah kita memalingkan wajah kita kepada-Nya, marilah kita memohon rahmat untuk memahami sesuatu dari misteri pembinasaan-Nya demi kita; dan kemudian, dalam keheningan, marilah kita merenungkan misteri Pekan ini.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.