Bacaan Ekaristi : Yes 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm 89:21-22,25,27; Why 1:5-8; Luk 4:16-21
Setelah mendengar Yesus membaca dari kitab Nabi Yesaya dan berkata : "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk 4:21), jemaat di sinagoga Nazaret juga mungkin bertepuk tangan. Mereka mungkin kemudian menangis karena bersukacita, seperti yang dilakukan orang-orang ketika Nehemia dan Imam Ezra membaca dari kitab Taurat yang ditemukan saat mereka sedang membangun kembali tembok. Tetapi Injil mengatakan kepada kita bahwa orang sekampung Yesus melakukan sebaliknya; mereka menutup hati mereka terhadap-Nya dan menyuruh-Nya pergi. Pada awalnya, "semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya" (4:22). Tetapi kemudian sebuah pertanyaan busuk mulai berentetan : "Bukankah Ia ini anak Yusuf, si tukang kayu?" (4:22). Dan kemudian, "sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu" (4:28). Mereka ingin melemparkan Dia dari tebing itu. Ini adalah pemenuhan nubuat Simeon yang telah lanjut usia kepada Perawan Maria bahwa ia akan menjadi "tanda perbantahan" (2:34). Dengan kata-kata dan tindakan-tindakan-Nya, Yesus menelanjangi rahasia hati setiap pria dan wanita.
Setelah mendengar Yesus membaca dari kitab Nabi Yesaya dan berkata : "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk 4:21), jemaat di sinagoga Nazaret juga mungkin bertepuk tangan. Mereka mungkin kemudian menangis karena bersukacita, seperti yang dilakukan orang-orang ketika Nehemia dan Imam Ezra membaca dari kitab Taurat yang ditemukan saat mereka sedang membangun kembali tembok. Tetapi Injil mengatakan kepada kita bahwa orang sekampung Yesus melakukan sebaliknya; mereka menutup hati mereka terhadap-Nya dan menyuruh-Nya pergi. Pada awalnya, "semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya" (4:22). Tetapi kemudian sebuah pertanyaan busuk mulai berentetan : "Bukankah Ia ini anak Yusuf, si tukang kayu?" (4:22). Dan kemudian, "sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu" (4:28). Mereka ingin melemparkan Dia dari tebing itu. Ini adalah pemenuhan nubuat Simeon yang telah lanjut usia kepada Perawan Maria bahwa ia akan menjadi "tanda perbantahan" (2:34). Dengan kata-kata dan tindakan-tindakan-Nya, Yesus menelanjangi rahasia hati setiap pria dan wanita.
Tempat Tuhan memberitakan Injil kerahiman Bapa yang
tanpa syarat kepada orang-orang miskin, orang-orang yang terbuang dan
orang-orang yang tertindas, adalah tempat yang sesungguhnya kita
dipanggil untuk mengambil sikap, untuk "bertanding dalam pertandingan
iman yang benar" (1 Tim 6:12). Pertempuran-Nya bukan melawan laki-laki
dan perempuan, tetapi melawan iblis (bdk. Ef 6:12), musuh umat manusia.
Tetapi Tuhan "berjalan lewat dari tengah-tengah" mereka yang akan
menghentikan-Nya dan "meneruskan perjalanan-Nya" (Luk 4:30). Yesus tidak
berjuang untuk membangun kekuatan. Jika ia meruntuhkan tembok-tembok
dan menantang rasa aman kita, Ia melakukan hal ini untuk membuka pintu
air kerahiman itu yang, bersama Bapa dan Roh Kudus, Ia ingin curahkan
atas dunia kita. Sebuah kerahiman yang meluas; ia memberitakan dan
membawa kebaruan; ia menyembuhkan, membebaskan dan memberitakan tahun
rahmat Tuhan.
Kerahiman Allah kita tak terbatas dan tak
terlukiskan. Kita mengungkapkan kekuatan misteri ini sebagai sebuah
kerahiman yang "bahkan semakin besar", sebuah kerahiman bergerak, sebuah
kerahiman yang setiap hari berusaha untuk membuat kemajuan, mengambil
langkah-langkah kecil ke depan dan meningkat dalam tanah yang tak
terpakai itu di mana ketidakpedulian dan kekerasan telah menguasai.
Inilah cara orang Samaria yang Baik, yang "menunjukkan kerahiman" (bdk.
Luk 10:37) : ia tergerak, ia mendekati orang yang tak sadarkan diri
itu, ia membalut luka-lukanya, membawanya ke penginapan, tinggal di sana
malam itu dan berjanji untuk kembali dan menutupi biaya lebih lanjut
apapun. Inilah cara kerahiman, yang mengumpulkan bersama-sama
gerakan-gerakan kecil. Tanpa merendahkan martabat, ia tumbuh dengan
setiap tanda yang bermanfaat dan tindakan kasih. Kita masing-masing,
melihat hidup kita sendiri sebagaimana Allah melihat, dapat mencoba
untuk mengingat cara-cara yang di dalamnya Tuhan telah menaruh belas
kasihan terhadap kita, bagaimana Ia telah jauh lebih berbelas kasih
daripada yang kita bayangkan. Dalam hal ini kita dapat menemukan
keberanian untuk meminta-Nya mengambil langkah lebih lanjut dan
mengungkapkan lebih banyak lagi kerahiman-Nya di masa depan :
"Perlihatkanlah kepada kami kasih setia-Mu, ya TUHAN" (Mzm 85:8). Cara
berdoa yang berlawanan asas kepada Allah yang bahkan lebih berbelas
kasih ini, membantu kita untuk meruntuhkan tembok-tembok yang dengannya
kita mencoba memuat kebesaran hati-Nya yang berlimpah. Ada baiknya bagi
kita untuk keluar dari cara menetapkan kita, karena itu tepat bagi hati
Allah untuk meluap dengan kelembutan, dengan semakin memberi. Karena
Tuhan lebih suka sesuatu yang sia-sia daripada satu tetes kerahiman
diadakan kembali. Ia lebih suka memiliki banyak benih yang diboyong oleh
burung-burung di udara daripada satu benih hilang, karena masing-masing
benih itu memiliki kapasitas untuk menanggung buah yang berlimpah, tiga
puluh, enam puluh, bahkan seratus kali lipat.
Sebagai para
imam, kita adalah para saksi dan para pelayan kelimpahan kerahiman Bapa
yang terus meningkat; kita memiliki tugas menjelmakan kerahiman yang
bermanfaat dan menghibur, seperti yang dilakukan Yesus, yang "berjalan
berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan" (Kis 10:38) dalam
seribu cara sehingga ia bisa menjamah semua orang. Kita dapat membantu
mengakulturasi kerahiman, sehingga setiap orang dapat merangkulnya dan
mengalaminya secara pribadi. Hal ini akan membantu semua orang
benar-benar memahami dan mengamalkan kerahiman dengan kreativitas,
dengan cara-cara yang menghormati budaya-budaya lokal dan
keluarga-keluarga mereka.
Hari ini, selama Kamis Putih Tahun
Yubileum Kerahiman ini, saya ingin berbicara tentang dua wilayah yang di
dalamnya Tuhan menunjukkan berkelebihan dalam kerahiman. Berdasarkan
teladan-Nya, kita juga seharusnya tidak ragu dalam menunjukkan
kelebihan. Wilayah pertama yang sedang saya maksudkan adalah perjumpaan;
wiayah kedua adalah pengampunan Allah, yang mempermalukan kita seraya
juga memberi kita martabat.
Wilayah pertama di mana kita
melihat Allah menunjukkan kelebihan dalam kerahiman-Nya yang terus
meningkat adalah wilayah perjumpaan. Ia memberikan diri-Nya sepenuhnya
dan sedemikian rupa agar setiap perjumpaan mengarah kepada bersukacita.
Dalam perumpamaan tentang Bapa yang penuh kerahiman kita dikejutkan oleh
orang yang berlari, terharu, kepada putranya, dan merangkulnya; kita
lihat bagaimana ia merangkul putranya, menciumnya, menempatkan sebuah
cincin di jarinya, dan kemudian memberinya kasutnya, sehingga
menunjukkan bahwa ia adalah seorang putra dan bukan seorang hamba.
Akhirnya, ia memberi perintah kepada semua orang dan menyelenggarakan
sebuah pesta. Dalam merenungkan dengan kekaguman berlimpah-limpahnya
sukacita Bapa ini yang dengan bebas dan tak terbatas diungkapkan ketika
putra-Nya kembali, kita seharusnya tidak takut melebih-lebihkan rasa
syukur kita. Sikap kita seharusnya merupakan sikap orang miskin yang
sakit kusta yang, melihat dirinya sembuh, meninggalkan sembilan temannya
yang pergi untuk melakukan apa yang diperintahkan Yesus, dan kembali
berlutut di kaki Tuhan, memuliakan dan bersyukur kepada Tuhan dengan
suara nyaring.
Kerahiman mengembalikan segalanya; ia memulihkan
martabat bagi setiap orang. Inilah sebabnya mengapa rasa syukur yang
tak tertahankan adalah tanggapan yang tepat : kita harus pergi ke pesta,
mengenakan pakaian terbaik kita, membuang dendam sang kakak,
bersukacita dan bersyukur ... Hanya dengan cara ini, ikut serta secara
penuh dalam sukacita seperti itu, apakah mungkin berpikir jernih,
memohon pengampunan, dan melihat dengan lebih jelas bagaimana menebus
kejahatan yang telah kita lakukan. Akan ada baiknya kita bertanya kepada
diri kita sendiri : setelah pergi ke kamar pengakuan, apakah aku
bersukacita? Atau apakah aku segera berjalan terus ke hal berikutnya,
ketika kita setelah pergi ke dokter, ketika kita mendengar bahwa hasil
tes tidak begitu buruk dan menempatkan mereka kembali dalam amplop
mereka? Dan ketika aku memberi sedekah, apakah aku memberi waktu kepada
orang yang menerima mereka mengungkapkan rasa terima kasih mereka,
apakah aku merayakan senyuman dan berkat yang orang-orang miskin
tawarkan, atau apakah aku melanjutkan dengan tergesa-gesa urusan-urusan
pribadiku setelah melemparkan sebuah mata uang logam?
Wilayah
kedua yang di dalamnya kita melihat bagaimana Allah berkelebihan dalam
kerahiman-Nya yang semakin besar adalah pengampunan itu sendiri. Allah
tidak hanya mengampuni utang yang tak terhitung, seperti yang
dilakukan-Nya terhadap hamba yang memohon kerahiman itu tetapi kemudian
kikir terhadap orang yang berhutang kepadanya; ia juga memungkinkan kita
untuk bergerak secara langsung dari aib yang paling memalukan terhadap
martabat tertinggi tanpa tahap-tahap antara apapun. Tuhan memperbolehkan
wanita yang diampuni untuk membasuh kaki-Nya dengan air matanya. Begitu
Simon mengakui dosanya dan memohon Yesus untuk mengutusnya pergi, Tuhan
membangkitkan dia untuk menjadi seorang penjala manusia. Tetapi, kita
cenderung memisahkan dua sikap ini: ketika kita malu akan dosa-dosa
kita, kita menyembunyikan diri kita sendiri dan berjalan berkeliling
dengan kepala kita tertunduk, seperti Adam dan Hawa; dan ketika kita
dibangkitkan terhadap beberapa martabat, kita mencoba untuk menutupi
dosa-dosa kita dan mengambil kesenangan dalam terlihat, hampir-hampir
pamer.
Tanggapan kita terhadap pengampunan Allah yang
berlimpah-limpah harus selalu mempertahankan tegangan yang sehat antara
rasa malu yang bermartabat dan martabat yang berasa malu itu. Ini adalah
sikap orang yang mencari tempat yang rendah dan hina, tetapi yang juga
dapat memungkinkan Tuhan membangkitkannya untuk kebaikan perutusan,
tanpa berpuas diri. Model yang dikuduskan Injil, dan yang dapat membantu
kita ketika kita mengakui dosa-dosa kita, adalah Petrus, yang
membiarkan dirinya ditanyai tentang kasihnya kepada Tuhan, tetapi yang
juga memperbarui penerimaannya akan pelayanan penggembalaan kawanan
domba yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.
Bertumbuh dalam
"martabat yang mampu merendahkan dirinya sendiri" ini, dan yang
memberikan kita pemikiran bahwa sesungguhnya kita lebih kurang oleh
karena rahmat, dapat membantu kita memahami perkataan nabi Yesaya yang
segera mengikuti perikop yang dibacakan Tuhan kita di sinagoga di
Nazaret : "Kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah
kita" (Yes 61:6). Orang-orang yang miskin, lapar, para tawanan perang,
tanpa masa depan, yang dicampakkan dan ditolaklah, yang diubah Tuhan
menjadi sebuah umat yang imami.
Sebagai para imam, kita
memperkenalkan dengan orang-orang yang terkucil, orang-orang yang Tuhan
selamatkan. Kita mengingatkan diri kita bahwa ada sejumlah besar orang
yang tak terhitung jumlahnya yang miskin, yang tidak berpendidikan, para
tahanan, yang menemukan diri mereka dalam situasi-situasi seperti itu
karena orang-orang lain menindas mereka. Tetapi kita juga ingat bahwa
kita masing-masing tahu sejauh mana kita terlalu sering buta, kurang
cahaya iman yang bersinar, bukan karena kita tidak memiliki Injil dalam
genggaman, tetapi karena kelebihan teologi yang rumit. Kita merasa bahwa
kehausan jiwa kita akan spiritualitas, bukan karena kurangnya Air Hidup
yang darinya kita hanya teguk, tetapi oleh karena spiritualitas
"menggembung" yang berlebihan, sebuah spiritualitas yang "ringan". Kita
merasakan diri kita juga terjebak, tidak begitu banyak oleh
dinding-dinding batu atau pagar-pagar baja yang mempengaruhi banyak
orang, melainkan oleh sebuah keduniawian maya, digital yang terbuka dan
tertutup dengan sebuah klik yang mudah. Kita tertindas, bukan oleh
ancaman dan tekanan, seperti begitu banyak orang miskin, tetapi oleh
daya pikat ribuan iklan komersial yang tidak bisa kita elakkan untuk
berjalan ke depan, dengan bebas, sepanjang jalan yang mengarahkan kita
untuk mengasihi saudara dan saudari kita, untuk kawanan domba Tuhan,
untuk domba-domba yang menunggu suara para gembala mereka.
Yesus datang untuk menebus kita, untuk mengutus kita keluar, untuk
mengubah kita dari miskin dan buta, terpenjara dan tertindas, untuk
menjadi para pelayan kerahiman dan penghiburan. Ia mengatakan kepada
kita, menggunakan kata-kata Nabi Yehezkiel yang berbicara kepada
orang-orang yang menjual diri mereka dan mengkhianati Tuhan : "Aku akan
mengingat perjanjian-Ku dengan engkau pada masa mudamu .... Barulah
engkau teringat kepada kelakuanmu dan engkau merasa malu, pada waktu Aku
mengambil kakak-kakakmu, baik yang tertua maupun yang termuda, dan
memberikan mereka kepadamu menjadi anakmu, tetapi bukan berdasarkan
engkau memegang perjanjian. Aku akan meneguhkan perjanjian-Ku dengan
engkau, dan engkau akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, dan dengan itu
engkau akan teringat-ingat yang dulu dan merasa malu, sehingga mulutmu
terkatup sama sekali karena nodamu, waktu Aku mengadakan pendamaian
bagimu karena segala perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH" (Yeh
16:60-63).
Dalam Tahun Yubileum ini, kita merayakan Bapa kita
dengan hati penuh rasa syukur, dan kita berdoa kepada-Nya agar "Ia
mengingat kerahiman-Nya selamanya"; marilah kita menerima, dengan sebuah
martabat yang mampu merendahkan dirinya sendiri, kerahiman yang
terungkap dalam daging Tuhan kita Yesus Kristus yang terluka. Marilah
kita mohon kepada-nya untuk membersihkan kita dari semua dosa dan
membebaskan kita dari segala kejahatan. Dan dengan rahmat Roh Kudus
marilah kita berkomitmen diri lagi untuk membawa kerahiman Allah kepada
semua pria dan wanita, dan melakukan karya-karya ini yang diilhami Roh
dalam diri kita masing-masing untuk kepentingan bersama seluruh Umat
Allah.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.