Sejak Pentakosta "pelaku utama Gereja" adalah Roh Kudus : Dialah yang "menggerakan semua hal", yang membantu kita "kuat dalam kemartiran" tetapi juga "mengatasi perlawanan" yang dapat muncul di dalam jemaat Kristen. Dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 28 April 2016, di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus menceritakan sejarah perjalanan yang dilakukan oleh Gereja dari asal-usul dirinya hingga masa kita. Ia telah menjadi jalan yang, sejak perdebatan pertama di antara para Rasul, telah ditandai dengan pendekatan-pendekatan tertentu : "mengumpulkan", "mendengarkan", "membahas", "berdoa dan bertukar pikiran" bersama Roh Kudus. Ia adalah jalan, Paus Fransiskus menekankan, "dari sinodalitas", di mana "persekutuan Gereja", yang merupakan karya Roh, dinyatakan.
"Pelaku utama Gereja, pelaku utama karya Gereja, pelaku utama pertumbuhan Gereja" adalah Roh Kudus. Fakta ini, Paus Fransiskus mengingatkan, muncul dengan jelas dari Kitab Suci. Dialah, pada kenyataannya, "yang sejak saat pertama memberi kekuatan kepada para Rasul, satu per satu, untuk memberitakan Injil, nama Yesus". Roh Kudus "mengatakan kepada Filipus : 'Ambillah jalan itu, di mana sida-sida Etiopia berada ...'"; demikian juga, Ia mengutus Petrus ke Kaisarea, dan kepada Paulus "Ia berkata : 'Datanglah ke Makedonia', dalam sebuah mimpi". Di sana, di mana Paulus dan Silas dipenjara, lagi-lagi Roh Kuduslah yang menggerakkan hati kepala penjara ketika, sebagaimana di baca dalam Kisah Para Rasul : "akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua" (16:26). Berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang luar biasa ini kepala penjara itu meminta dibaptis.
Paus Fransiskus menyimpulkan : "Roh Kuduslah yang melakukan segala sesuatu, Roh Kuduslah yang memimpin Gereja ke depan". Tetapi, beliau menambahkan, Ia memimpinnya ke depan "juga dalam menghadapi masalah-masalahnya". Dengan demikian, "ketika penganiayaan pecah, setelah kemartiran Stefanus, misalnya, Roh Kuduslah yang memberi kekuatan kepada orang-orang percaya untuk tetap dalam iman". Lagi-lagi Dialah "yang membuat orang-orang percaya melarikan diri dari Yerusalem setelah kemartiran Stefanus" dan yang mendesak mereka untuk "membawa iman di dalam Yesus ke tempat-tempat lain".
Dalam Bacaan Pertama (Kis 15:7-21), kita berjumpa tindakan Roh Kudus "yang memimpin Gereja ke depan. Ia memimpinnya ke depan dalam masa-masa damai, sukacita, pertobatan, tetapi juga dalam masa-masa sulit penganiayaan dan perlawanan serta kekeraskepalaan para ahli Taurat". Dalam perikop ini, pada kenyataannya, kita membaca tentang "perlawanan orang-orang yang percaya bahwa Yesus telah datang hanya untuk orang-orang terpilih". Mendengar bahwa Roh Kudus telah datang "atas orang-orang kafir, atas orang-orang Yunani, atas orang-orang yang tidak termasuk dalam Umat Allah", mereka memberontak dan berkata : "Tidak, ini tidak bisa terjadi". Bahkan terhadap "niat baik", mereka memasang "perlawanan". Sama seperti ketika mereka sendiri diperkenalkan pengecualian-pengecualian lain : "Memang benar, Roh Kudus turun atas mereka, tetapi mereka harus membuat jalan mereka sesuai dengan hukum, agar tiba pada kasih karunia, dengan kata lain, sunat dan semua ritus milik orang-orang Israel".
Ini adalah situasi "kebingungan besar", yang dipicu oleh apa yang disebut Paus Fransiskus "kejutan-kejutan Roh Kudus". Dengan kata lain, "Roh Kudus menempatkan hati di sebuah jalan yang baru" dan para Rasul "menemukan diri mereka dalam situasi-situasi yang tidak akan pernah mereka percayai, situasi-situasi baru". Masalahnya adalah "bagaimana mengelola situasi-situasi baru ini?". Bukan suatu kebetulan bahwa perikop dari Kisah Para Rasul dimulai dengan memerinci : "Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran ...". Itu adalah, Paus Fransiskus menekankan, sebuah tukar pikiran "yang hangat" karena para Rasul "memiliki kekuatan Roh Kudus - sang pelaku utama - yang mendesak mereka untuk berjalan maju, maju, maju"; tetapi pada saat yang sama Roh Kudus "membawakan mereka pembaharuan-pembaharuan tertentu, hal-hal tertentu yang belum pernah terjadi" - apalagi, hal-hal yang "bahkan tidak mereka bayang". Seperti, misalnya, fakta bahwa orang-orang kafir bisa menerima Roh Kudus. Dengan demikian, mereka bertanya-tanya: "Apa yang kita lakukan?". Mereka memiliki, Paus Fransiskus menjelaskan, "kentang panas di tangan mereka, dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan".
Kita kemudian membaca dalam Kisah Para Rasul bahwa karena alasan ini mereka mengadakan sebuah pertemuan yang di dalamnya setiap orang menceritakan "pengalamannya sendiri - Paulus, Barnabas, Petrus", dan bagaimana pada akhirnya para Rasul "tiba pada sebuah kesepakatan". Namun, Paus Fransiskus mengatakan, sebelum penyelesaian akhir, kita mencatat "sesuatu yang indah : 'maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas menceriterakan segala tanda dan mujizat yang dilakukan Allah dengan perantaraan mereka di tengah-tengah bangsa-bangsa lain'". Dari menceritakan pengalaman-pengalaman mereka, aspek dasariah muncul : "mendengarkan, tidak takut untuk mendengarkan". Hal ini penting karena, Paus Fransiskus mengatakan, "ketika seseorang takut untuk mendengarkan, ia tidak memiliki Roh Kudus di dalam hatinya". Terutama pentingnya "mendengarkan dengan kerendahan hati".
Memang, hanya "setelah mendengarkan", para Rasul memutuskan untuk mengutus beberapa murid "kepada jemaat-jemaat Yunani, yaitu orang-orang Kristen yang berasal dari kekafiran", dalam rangka "untuk menenangkan mereka dan memberitahu mereka : 'Kalian baik-baik saja, berjalanlah dengan cara ini'". Oleh karena itu, "mereka mencapai sebuah kesepakatan, mereka mengutus saudara-saudara ini dan memutuskan untuk menulis sebuah surat". Dalam surat itu juga, Paus Fransiskus menyatakan, "pelaku utama adalah Roh Kudus". Bunyinya: "sebab telah tampak baik bagi Roh Kudus dan bagi kami", dan dalam terjemahan lainnya: "Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami ...". Dengan demikian, jelaslah bahwa para Rasul, "bersama Roh Kudus, membimbing Gereja".
Bacaan hari itu tentu saja menunjukkan "cara Gereja dalam menghadapi penganiayaan-penganiayaan" dan juga dalam menghadapi "kejutan-kejutan Roh Kudus, karena Roh Kudus selalu mengejutkan kita". Bagaimana mereka mengatasi masalah-masalah? Dengan "pertemuan, mendengarkan, bertukar pikiran, berdoa, dan keputusan akhir. Dan Roh Kudus ada di sana". Sebuah cara, sebuah jalan yang diikuti sejak awal "hingga hari ini", setiap kali "Roh Kudus mengejutkan kita" dengan sesuatu yang digambarkan dengan cara ini : "hal seperti ini belum pernah terjadi" atau "hal seperti ini seharusnya terjadi".
Paus Fransiskus kemudian mencontohkan "lebih dekat dengan kita": "Pikirkanlah tentang (Konsili) Vatikan II, tentang perlawanan yang dimiliki Konsili Vatikan II". Hari ini juga, beliau berkata, ada "perlawanan yang berlanjut dalam satu atau lain bentuk, dan Roh Kudus yang bergerak maju". Tetapi "ini adalah jalan Gereja : pertemuan, bergabung bersama-sama, mendengarkan, bertukar pikiran, berdoa dan memutuskan. Ini adalah apa yang disebut sinodalitas Gereja, yang di dalamnya persekutuan Gereja dinyatakan".
Sekali lagi, Paus Fransiskus menjelaskan, kita bertemu "sang pelaku utama" sepanjang masa. Memang, "siapa yang menciptakan persekutuan? Roh Kudus!"; dan "apa yang Tuhan minta dari kita? Kepatuhan kepada Roh Kudus", dengan kata lain, "tidak takut ketika kita melihat bahwa Roh Kuduslah yang memanggil kita". Kadang-kadang, tetapi, Roh Kuduslah yang menghentikan kita" dan mengarahkan kita ke jalan yang benar. Tentunya Roh Kudus "tidak pernah meninggalkan kita sendirian" dan "memberi kita keberanian, memberi kita kesabaran, memungkinkan kita berjalan dengan penuh percaya diri di jalan Yesus, membantu kita mengatasi perlawanan dan kuat dalam kemartiran". Roh Kudus ini, Paus Fransiskus mengakhiri, "adalah karunia Bapa yang diutus Yesus kepada kita".
Paus Fransiskus kemudian mengajak doa ini : "Marilah kita memohonkan kepada Tuhan rahmat untuk memahami bagaimana Gereja sejak saat pertama telah menghadapi kejutan-kejutan Roh Kudus", dan memungkinkan kita juga memohon agar kita masing-masing boleh memiliki "rahmat kepatuhan terhadap Roh Kudus".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.