Saran Santo Yohanes kepada "Gereja abad pertama yang belum dewasa" berlaku sempurna untuk kita hari ini. Jadi Paus Fransiskus memaparkan isi Surat Pertama Rasul Yohanes : bahwa kita tidak memiliki sebuah kehidupan ganda dan tidak tunduk pada dusta, menyadari bahwa bahkan sebagai orang-orang berdosa kita memiliki seorang Bapa yang mengampuni kita. Inilah permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Jumat pagi, 29 April 2016 di Casa Santa Marta, Vatikan.
"Liturgi hari ini", beliau mengawali, "berbicara kepada kita tentang kelemahlembutan, kerendahan hati; ia berbicara kepada kita tentang kenyamanan Allah ketika kita lelah, tertindas; ia berbicara kepada kita tentang kebaikan". Inilah persisnya "apa yang dikatakan Yesus kepada kita dalam Injil, ketika Ia memuji Bapa. 'Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil'. Memang, Paus Fransiskus mengatakan, mengutip perikop Injil hari itu (Mat 11:25-30), Tuhan "berbicara kepada kita tentang kerendahan, tentang kerendahan yang menyenangkan Allah".
Juga dalam Surat Pertama Rasul Yohanes (1:5-2:2), beliau menjelaskan, "apa yang menarik perhatian sama artinya : itu membuat kita berpikir tentang seorang kakek yang menasihati cucu-cucunya yang masih muda". Pada kenyataannya Yohanes "sedang memberikan amanat kepada sebuah 'Gereja yang belum dewasa' yang, agar tetap dalam iman, harus tetap kecil, seperti anak-anak, terbuka, rendah hati".
Perikop hari itu dari Surat Pertama Yohanes, Paus Fransiskus menganjurkan, dimulai dengan kata-kata yang sangat berarti : "Anak-anakku". Ungkapan itu mengandung "kebijaksanaan seorang kakek yang berbicara dan yang memiliki sebuah warisan". Jadi, "apa saran yang ia berikan? Jangan menjadi para pendusta! Jangan mengatakan atau membawa orang untuk memahami bahwa Allah adalah seorang pendusta". Dan "bagaimana ia memberikan saran ini? Dengan pasangan kata yang saling berlawanan : terang dan gelap, dosa dan kasih karunia". Jelaslah, Paus Fransiskus menegaskan, bahwa "jika kita mengatakan kita berada dalam persekutuan dengan Allah, bahwa Ia adalah terang, tetapi kita berjalan dalam kegelapan, kita adalah para pendusta". Karena alasan ini, Yohanes "hanya mengatakan : tinggallah di dalam terang; terbukalah dengan kebenaran Injil; janganlah mengambil jalan yang gelap, jalan yang keruh, karena kebenaran tidak ada di sana, sesuatu yang lain yang tersembunyi di sana, jangan menjadi para pendusta!".
Dengan kata lain, "selalu terang". Inilah mengapa "jika kalian mengatakan bahwa kalian berada dalam persekutuan dengan Tuhan, berjalan dalam terang : bukan sebuah kehidupan ganda! Bukan itu!". Berikanlah 'tidak' yang menentukan terhadap "dusta yang kita begitu terbiasa lihat dan jatuh ke dalamnya : mengatakan satu hal dan melakukan yang lain". Ini adalah pencobaan yang terus berulang. "Kita tahu dari manakah dusta berasal : dalam Alkitab, Yesus menyebut iblis 'bapa kebohongan', seorang pendusta".
Ini adalah persisnya mengapa, "dengan kebaikan seperti itu, dengan kelemahlembutan seperti itu, kakek ini mengatakan kepada 'Gereja yang belum dewasa' : jangan menjadi seorang pendusta! Kalian berada dalam persekutuan dengan Allah, berjalan dalam terang; melakukan karya-karya terang, tidak mengatakan satu hal dan melakukan yang lain", tidak memiliki "kehidupan ganda". Saran Yohanes "sederhana", tetapi ia "membantu kita karena ia menuntun kita untuk berpikir tentang diri kita sendiri". Dalam hal ini, Paus Fransiskus menyarankan beberapa pertanyaan langsung pemeriksaan pribadi hati nurani : "Apakah aku selalu berjalan dalam terang, selalu dalam terang Allah? Apakah aku tembus pandang atau aku kadang-kadang gelap dan kadang-kadang bercahaya?".
"Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri kita sendiri", Paus Fransiskus memperingatkan. Karena "kita semua orang-orang berdosa, kita semua memiliki dosa". Dengan demikian, "jika kita mengatakan kita tidak berdosa, kita menjadikan Allah seorang pendusta", dan dengan demikian, "sabda-Nya tidak berada di dalam diri kita, karena kita semua orang-orang berdosa". Surat Yohanes jelas. Ia menjelaskan : "Janganlah takut, anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang penolong, sebuah sabda, seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Ia membenarkan kita. Ia memberi kita kasih karunia".
Mendengarkan nasihat Yohanes, Paus Fransiskus mengatakan, "kalian merasakan keinginan untuk bertanya kepada kakek ini : 'Bukankah hal yang buruk memiliki dosa?'". Tidak, Paus Fransiskus melanjutkan, "dosa adalah buruk! Tetapi jika kalian telah berdosa", ketahuilah bahwa "mereka sedang menunggu untuk mengampuni kalian! Selalu! Karena Ia, Tuhan, lebih besar dari dosa-dosa kita".
Inilah, Paus Fransiskus menjelaskan, "kehidupan Kristen, inilah saran yang diberikan kakek ini kepada cucu-cucunya, kepada Gereja abad pertama ini yang sudah merupakan sebuah pengalaman yang indah akan Yesus : selalu dalam terang, tanpa dusta, tanpa bersembunyi, tanpa kemunafikan. Itulah jalan terang".
Berkenaan dengan dosa, Paus Fransiskus menegaskan bahwa meskipun benar bahwa "kita semua lemah dan kita semua telah berdosa", kita tidak perlu takut, karena Allah "lebih besar daripada dosa-dosa kita". Dan "Ia menanti kita dengan sikap yang kita daraskan dalam Mazmur : 'TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu'" (Mzm 103).
Itu adalah, di hati, "pengalaman indah mencari Tuhan, bertemu Tuhan". Hingga titik mengakui bahwa kita telah tergelincir, bahwa kita telah berdosa. Mendengar Bapa berkata : "Janganlah khawatir, Aku mengampunimu, aku memelukmu". Karena "ini adalah kerahiman Allah, itu adalah kebesaran Allah : Ia lebih besar daripada dosa-dosa kita", Ia "anak-anak, karena Ia tahu bahwa kita ini debu, kita bukan apa-apa. Kekuatan datang hanya dari Dia". Dengan demikian, "Tuhan selalu menanti kita".
Mengakhiri homilinya, Paus Fransiskus menyarankan agar kita memikirkan Bacaan Pertama liturgi hari itu, yang seperti seorang kakek menasihati kita dan menyebut kita "anak-anaknya". Dan, menurut nasihatnya, "marilah kita berjalan dalam terang karena Allah adalah terang : janganlah berjalan dengan satu kaki dalam terang dan kaki lainnya dalam kegelapan; jangan menjadi seorang pendusta". Yang penting adalah menyadari bahwa "kita semua telah berdosa" dan "tak seorang pun bisa mengatakan : laki-laki ini adalah orang berdosa, perempuan ini adalah orang berdosa", seraya "aku, bersyukur kepada Allah, adalah benar. Tidak!". Sebab, Paus Fransiskus mengatakan, hanya "Dia yang membayar kita" adalah benar. Dan "jika seseorang berdosa, Ia menanti kita. Ia mengampuni kita karena Ia adalah penyayang, dan tahu bagaimana kita dibentuk, dan ingatlah bahwa kita ini debu". Semoga "sukacita yang diberikan bacaan ini kepada kita", Paus Fransiskus berdoa, "membawa kita maju dalam kesederhanaan dan transparansi kehidupan Kristen, terutama ketika kita berpaling kepada Tuhan. Dengan kebenaran".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.