"Membakar habis kehidupan untuk tujuan yang mulia". Kesempatan ini ditawarkan kepada kaum muda saat ini yang, terbenam dalam "budaya konsumerisme" dan "budaya narsisme", sering kali tidak puas dan jarang bahagia. Itulah pokok permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi 10 Mei 2016 di Casa Santa Marta, Vatikan. Paus memusatkan permenungannya pada kesaksian para misionaris - "kemuliaan Gereja kita" - yang ia diusulkan sebagai model untuk orang-orang muda.
Homili Paus Fransiskus diilhami oleh bacaan pertama liturgi hari itu, yang diambil dari Kisah Para Rasul (20:17-27), yang di dalamnya kita membaca apa yang "kita sebut 'sebuah perpisahan Rasul'", kata Paus Fransiskus. Ini adalah perikop yang di dalamnya "Paulus memanggil para penatua jemaat Efesus ke Miletus dan mengatakan kepada mereka bahwa ia tidak akan melihat mereka lagi, karena ia harus pergi, karena Roh Kudus telah mengikatnya untuk pergi ke Yerusalem".
Menganalisa teks ini, kita melihat bahwa, pertama-tama, Rasul Paulus melangsungkan "sebuah pemeriksaan batin. 'Kamu tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu sejak hari pertama aku tiba'". Ini adalah pemeriksaan tertutup yang di dalamnya Paulus "menceritakan bagaimana ia telah bersikap" dan, pada awalnya, ia juga tampaknya "sedikit sesumbar". Pada kenyataannya "tidaklah demikian", dan ia menambahkan bahwa hanya "Roh Kuduslah yang menuntun saya kepada hal ini". Ia kemudian melanjutkan : "Aku sedang pergi ke Yerusalem, terikat dalam Roh. Roh mengutusku ke sini untuk memberitakan Yesus dan Roh sekarang memanggil saya untuk pergi ke Yerusalem". Setelah pemeriksaan batin unsur lain muncul : "kepatuhan" kepada Roh Kudus. Ini adalah sebuah perpisahan yang di dalamnya Paulus mengungkapkan baik "nostalgia dalam melihat kembali apa yang telah Tuhan lakukan bersamanya", maupun "sebuah perasaan syukur kepada Tuhan".
Perikop Kitab Suci ini, Paus Fransiskus mencatat, mengingatkan "perikop sastra Spaniard Pemán yang indah" yang di dalamnya kita membaca "paparan perpisahan Santo Fransiskus Xaverius" di tepi pantai Tiongkok. Ia juga membuat sebuah pemeriksaan batin : sendiri, di hadapan Allah".
Bagian selanjutnya dari bacaan juga bermakna, karena kita mungkin bertanya pada diri sendiri : "Apa yang menanti Paulus?". Memang, Rasul Paulus menulis bahwa "Aku sedang pergi ke Yerusalem 'tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ'". Demikian juga, seorang misionaris berangkat "tidak tahu apa yang menantinya". Hanya satu hal yang pasti : "Aku hanya tahu Roh Kudus memberi kesaksian bagiku dari kota ke kota, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku". Para misionaris juga, Paus Fransiskus berkomentar, "tahu bahwa hidup tidak akan mudah, tetapi mereka terus".
Pada akhirnya Paulus menambahkan "kebenaran lain, yang membuat para penatua jemaat Efesus menangis : 'Aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi. Kita tidak akan pernah melihat satu sama lain di sini'". Ia kemudian "memberikan beberapa saran. Mereka menemaninya ke kapal dan di pantai mereka memeluknya, menangis .... Dan dengan demikian, ia menawarkan perpisahan" kepada jemaat Efesus, di kota Miletus.
Tujuan Rasul Paulus adalah tujuan para misionaris", kata Paus Fransiskus. "Perikop ini", beliau menjelaskan, membangkitkan "kehidupan para misionaris kita : banyak orang muda, pemuda dan pemudi, yang telah meninggalkan tanah air mereka, keluarga mereka dan telah pergi jauh, ke benua lain, untuk memberitakan Yesus Kristus". Mereka juga "pergi, 'terikat' dengan Roh Kudus". Itu adalah "panggilan" mereka. Hari ini, di tempat-tempat itu, ketika "kita pergi ke kuburan" dan "kita melihat batu nisan mereka", kita menyadari bahwa "begitu banyak orang mati muda, kurang dari 40 tahun", sering kali karena mereka tidak siap melawan penyakit setempat. Kita tahu bahwa orang-orang muda ini "memberikan hidup mereka", mereka "membakar habis hidup mereka". Paus Fransiskus merenungkan : "Saya berpikir bahwa mereka, pada saat akhir itu, jauh dari tanah air mereka, dari keluarga mereka, dari orang yang mereka cintai, mengatakan : 'layaknya, melakukan apa yang telah kulakukan'". Mengingat orang-orang muda ini, "para pahlawan penginjilan masa kita", mengingat bagaimana Eropa memenuhi benua-benua lain dengan para misionaris yang pergi, tidak pernah kembali - dan yang mungkin, dalam "saat terakhir" mereka, saat mereka "perpisahan" mereka, akan mengatakan seperti Xaverius : "aku meninggalkan segalanya, tetapi itu layak!" - Paus Fransiskus menegaskan : "saya pikir benar agar kita bersyukur kepada Tuhan karena kesaksian mereka". Beberapa orang meninggal "tak dikenal", yang lainnya sebagai "para martir, yaitu, menawarkan hidup mereka bagi Injil". Para misionaris ini, Paus Fransiskus mengatakan, adalah "kemuliaan kita"! Mereka adalah "kemuliaan Gereja kita".
Berkenaan dengan contoh-contoh ini, Paus Fransiskus mengalihkan pikirannya "kepada pemuda dan pemudi hari ini", sering tidak nyaman dalam "budaya konsumerisme, budaya narsisisme". Beliau berkata kepada mereka : "Lihatlah ke cakrawala! Lihat ke sana, lihatlah ke para misionaris kepunyaan kita ini!". Pentingnya, beliau menambahkan, "berdoa kepada Roh Kudus yang mengikat mereka untuk pergi jauh, 'membakar habis kehidupan'". Paus Fransiskus mempergunakan ungkapan yang kuat ini : "Ini adalah sebuah kata yang agak keras, tetapi kehidupan adalah hidup yang layak; tetapi menghayatinya dengan baik", kita harus "'membakarnya habis' dalam pelayanan, dalam mewartakan; dan dalam pergi keluar. Inilah sukacita mewartakan Injil".
Mengakhiri homilinya, Paus Fransiskus mendesak semua orang untuk bersyukur kepada Tuhan "karena Paulus, karena kemampuannya pergi ke suatu tempat dan meninggalkan tempat itu ketika Roh Kudus memanggilnya", tetapi juga "karena banyak misionaris Gereja" yang, di masa lalu seperti juga hari ini, memiliki keberanian untuk pergi. Paus Fransiskus juga mengajak berdoa kepada Roh Kudus untuk memasuki "hati orang-orang muda kita", di mana "ada sesuatu yang tidak memuaskan", dan "mengikat mereka untuk melangkah lebih jauh, membakar habis kehidupan mereka untuk tujuan yang mulia". Mungkin hanya sebuah batu nisan yang akan ditinggalkan, "dengan sebuah nama, tanggal lahir, tanggal kematian; dan setelah beberapa tahun tidak ada orang yang akan mengingat mereka", beliau berkata. Tetapi mereka akan "mengucapkan selamat tinggal kepada dunia dalam pelayanan. Dan ini adalah hal yang indah!". Kemudian datanglah seruan akhir : "Agar Roh Kudus, yang datang sekarang, sudi menabur dalam hati orang-orang muda keinginan untuk pergi dan memberitakan Yesus Kristus, 'membakar habis kehidupan'".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.