Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PESTA BUNDA MARIA DARI GUADALUPE (PELINDUNG AMERIKA LATIN) 12 Desember 2016 : BUNDA MARIA MENGAJARKAN KITA BERPENGHARAPAN DALAM SEGALA KEADAAN

"Berbahagialah ia, yang telah percaya" : dengan kata-kata ini, Elizabet mengurapi kehadiran Maria di rumahnya. Kata-kata lahir dari rahimnya, yang datang dari batin; kata-kata yang berhasil menggemakan semua yang ia alami dengan kunjungan sepupunya : "Ketika suara salammu datang ke telingaku, bayi di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia yang telah percaya".

Allah mengunjungi kita dalam rahim seorang wanita, mengerahkan rahim wanita lain dengan sebuah kidung berkat dan pujian, dengan kidung sukacita. Adegan Injil mengandung seluruh dinamika kunjungan Allah : ketika Allah datang untuk bertemu kita Ia menggerakkan kita dalam hati, Ia menggerakkan kita apa adanya hingga seluruh hidup kita diubah menjadi pujian dan berkat. Ketika Allah mengunjungi kita, Ia menggelisahkan kita, dengan kegelisahan yang sehat dari orang-orang yang merasakan mereka telah diundang untuk memberitakan apa yang Ia hidupi, dan berada di tengah-tengah umat-Nya. Inilah apa yang kita lihat dalam diri Maria, murid dan misionaris pertama, Tabut Perjanjian baru yang, jauh dari tinggal di ruang tersedia bait Allah kita, pergi keluar untuk mengunjungi dan menyertai dengan kehadirannya dikandungnya Yohanes. Ia melakukannya juga pada tahun 1531 : ia bergegas ke Tepeyac untuk melayani dan menyertai umat ini yang sedang mengandung dalam kesakitan, menjadi bunda mereka dan bunda semua bangsa.

Bersama Elizabet, hari ini juga kita ingin mengurapi dan menyambutnya dengan mengatakan "Berbahagialah ia yang telah percaya", dan terus percaya pada "sebuah penggenapan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya". Maria dengan demikian merupakan ikon murid, ikon wanita yang percaya dan penuh doa yang tahu bagaimana menyertai dan mendorong iman dan pengharapan kita pada tahap-tahap berbeda yang harus kita lalui. Di dalam diri Maria kita menemukan cerminan yang sesungguhnya bukan cerminan iman yang dipermanis secara puitis, tetapi cerminan iman yang kuat terutama pada saat ketika pesona manis berbagai hal hancur dan ada pertentangan-pertentangan dalam perseteruan di mana-mana.

Dan kita pasti akan harus belajar dari iman yang kuat dan membantu itu yang dicirikan dan mencirikan Bunda kita; belajar dari iman yang tahu bagaimana masuk ke dalam sejarah ini sehingga menjadi garam dan terang dalam kehidupan kita dan dalam masyarakat kita.

Masyarakat yang sedang kita bangun untuk anak-anak kita semakin ditandai dengan tanda-tanda perpecahan dan pengkotak-kotakkan, meninggalkan banyak orang keluar dari permainan, terutama mereka yang kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan minimum guna menjalani kehidupan yang bermartabat. Sebuah masyarakat yang suka mengagung-agungkan kemajuan-kemajuan ilmiah dan teknologinya, tetapi yang telah menjadi buta dan tidak peka terhadap ribuan wajah yang ada di sepanjang jalan, terkecuali oleh kebanggaan buta beberapa orang. Sebuah masyarakat yang akhirnya membangun sebuah budaya kekecewaan, nirpesona dan frustrasi dalam banyak saudara kita, serta bahkan penderitaan berat dalam banyak orang lainnya tepat ketika mereka mengalami kesulitan-kesulitan yang butuh mereka hadapi agar tidak kehilangan arah.

Tampaknya, tanpa disadari, kita telah menjadi terbiasa hidup dalam sebuah masyarakat ketidakpercayaan, dengan semua itu hal ini mengandaikan masa kini kita dan terutama masa depan kita; ketidakpercayaan yang secara bertahap menimbulkan keadaan acuh tak acuh dan keterpencaran.

Betapa sulitnya membanggakan masyarakat kita akan kesejahteraan ketika kita melihat bahwa benua Amerika kita yang terkasih telah menjadi terbiasa melihat ribuan dan ribuan anak-anak dan orang-orang muda di jalanan, mengemis dan tidur di stasiun-stasiun kereta api, di kereta bawah tanah atau di mana pun mereka menemukan ruang. Anak-anak dan orang-orang muda dimanfaatkan dalam pekerjaan ilegal atau didorong untuk mencari beberapa koin di persimpangan jalan, membersihkan kaca depan mobil kita ... dan mereka merasa bahwa 'kereta api kehidupan' tidak memiliki tempat untuk mereka. Berapa banyak keluarga terluka oleh penderitaan melihat anak-anak mereka menjadi korban para pedagang kematian. Betapa sulitnya untuk melihat bagaimana kita telah melumrahkan pengucilan para lansia kita, meninggalkan mereka hidup dalam kesendirian, hanya karena mereka tidak produktif, atau melihat, sebagaimana diketahui dengan baik oleh para uskup di Aparecida, "situasi genting yang mempengaruhi martabat banyak wanita. Beberapa wanita, sejak kecil dan remaja, tunduk pada berbagai bentuk kekerasan di dalam dan di luar rumah". Mereka adalah situasi-situasi yang dapat melumpuhkan kita, yang dapat meragukan iman kita dan terutama pengharapan kita, cara kita memandang dan menghadapi masa depan.

Menghadapi semua situasi ini, kita harus mengatakan bersama Elizabet, "Berbahagialah ia yang telah percaya", dan belajar dari iman yang kuat dan membantu ini yang dicirikan dan mencirikan Bunda kita.

Merayakan Maria adalah, pertama dan terutama, membuat kenangan akan ibu, mengingat bahwa kita tidak dan tidak akan pernah menjadi orang-orang yatim piatu. Kita memiliki seorang Ibu! Dan di mana ada ibu, selalu ada kehadiran dan cita rasa rumah. Di mana ada ibu, saudara-saudara dapat berkelahi tetapi rasa kesatuan akan selalu menang. Di mana ada ibu, perjuangan untuk persaudaraan tidak akan kurang. Saya selalu terkesan melihat, dalam berbagai bangsa Amerika Latin, ibu-ibu yang sedang berjuang ini yang, sering sendirian, berhasil membesarkan anak-anak mereka. Inilah Maria beserta kita, beserta anak-anaknya : seorang wanita yang berjuang melawan masyarakat ketidakpercayaan dan kebutaan, masyarakat acuh tak acuh dan keterpencaran; seorang wanita yang berjuang untuk memperkuat sukacita Injil, yang berjuang untuk memberikan "daging" bagi Injil.

Memandang Guadalupana adalah mengingat bahwa kunjungan Tuhan selalu melewati orang-orang yang berhasil "menjadikan daging" sabda-Nya, yang berusaha mewujudkan kehidupan Allah di dalam diri mereka, menjadi tanda-tanda yang hidup kerahiman-Nya.

Merayakan kenangan akan Maria adalah menegaskan melawan segala perselisihan sehingga "dalam hati dan kehidupan bangsa-bangsa kita ada cita rasa pengharapan yang kuat, meskipun keadaan-keadaan kehidupan yang tampaknya menggelapkan semua pengharapan".

Maria, karena ia telah percaya, telah mengasihi; karena ia adalah hamba Tuhan dan hamba saudara-saudaranya. Merayakan kenangan Maria adalah merayakan bahwa kita, seperti dia, diundang untuk pergi keluar dan bertemu orang lain dengan tatapan yang sama, dengan kerahiman yang sama dalam batin, dengan sikap mereka yang sama. Merenungkannya adalah merasakan undangan yang kuat untuk meneladan imannya. Kehadirannya membawa kita kepada pendamaian, memberikan kita kekuatan untuk menciptakan ikatan-ikatan di tanah Amerika Latin kita yang terberkati, mengatakan "ya" untuk kehidupan dan "tidak" untuk semua jenis ketidakpedulian, pengucilan, atau penolakan bangsa-bangsa dan pribadi-pribadi. Janganlah kita takut untuk pergi keluar dan memandang orang lain dengan tatapan yang sama. Sebuah tatapan yang membuat kita bersaudara. Kita melakukannya karena, seperti Juan Diego, kita tahu bahwa di sinilah bunda kita, kita tahu bahwa kita berada di bawah bayang-bayangnya dan perlindungannya, yang merupakan sumber sukacita kita, dan bahwa kita berada dalam salib lengannya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.