Bacaan Ekaristi : Tob 11:5-17; Mzm 146:2abc.7.8-9a.9bc-10; Mrk 12:35-37
Umat kristiani jangan jatuh ke dalam perangkap kesia-siaan pada masa-masa penderitaan dan dukacita tetapi lebih sering berdoa, bersabar dan berharap kepada Allah. Jangan disesatkan oleh "kecantikan kosmetik" kesia-siaan, tetapi biarkanlah "sukacita Allah" masuk ke dalam hati kalian, bersyukurlah kepada Tuhan atas "keselamatan" yang Ia berikan kepada kita. Itulah nasehat Paus Fransiskus yang disampaikan dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi, 9 Juni 2017, di Casa Santa Marta, Vatikan.
Merenungkan Bacaan Pertama liturgi hari itu (Tob 11:5-17), Paus Fransiskus menyampaikan kisah tentang ayah mertua dan menantu perempuannya : Tobit, ayah Tobia yang menjadi buta, dan Sara, istri Tobia, yang dituduh pada masa lalunya bertanggung jawab atas kematian beberapa pria. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa inilah suatu perikop yang di dalamnya kita memahami bagaimana Tuhan meneruskan "sejarah" dan "kehidupan orang-orang, termasuk kehidupan kita". Pada kenyataannya, beliau mengatakan, Tobit dan Sara menempuh "masa-masa sulit" dan "masa-masa indah" sepanjang hidup mereka. Tobit "teraniaya", "terusik" dan "terhina" demi istrinya, yang bagaimanapun juga, kata Paus Fransiskus, bukanlah seorang wanita yang buruk, karena ia harus mengurus rumah ketika Tobit buta. Bahkan Sara terhina dan banyak menderita. Melewati masa-masa sulit, keduanya, kata Bapa Suci, berpikir "lebih baik mati".
"Kita semua mengalami masa-masa sulit, meski tidak sesulit ini, tetapi kita tahu bagaimana merasakannya di masa-masa kegelapan, di masa-masa penderitaan, di masa-masa kesulitan, kita tahu. Tetapi kemudian Sara berpikir, 'Jika aku menggantung diri, aku akan membuat orang tuaku menderita'. Jadi ia tidak melakukannya dan berdoa, serta Tobit berkata, 'Tetapi inilah kehidupanku, marilah kita terus maju' dan ia berdoa. Inilah sikap yang menyelamatkan kita pada masa-masa sulit, - berdoa. Bersabar - mereka berdua sabar menghadapi penderitaan mereka. Dan berharap - agar Allah sudi mendengarkan kita dan membantu kita mengatasi masa-masa sulit ini. Dalam masa-masa kesedihan, sedikit atau banyak, pada masa-masa kegelapan, berdoa, bersabar dan berharaplah. Jangan melupakan hal ini".
Ada juga masa-masa cerah dalam kisah mereka tetapi Paus Fransiskus menekankan bahwa masa-masa cerah tersebut bagaikan "akhir yang membahagiakan" dari sebuah novel.
"Setelah cobaan tersebut, Tuhan mendekat kepada mereka dan menyelamatkan mereka. Tetapi ada masa-masa indah dan otentik, bukan dengan riasan indah yang seluruhnya dibuat-buat, seluruh kembang api yang bukan merupakan keindahan jiwa. Dan apa yang dilakukan mereka di masa-masa indah tersebut? Mereka bersyukur kepada Allah, melapangkan hati mereka dengan doa-doa syukur".
Paus Fransiskus mendesak semua orang untuk bertanya kepada diri mereka sendiri apakah dalam berbagai tahap kehidupan kita dapat melihat dengan kearifan apa yang sedang terjadi dalam jiwa kita, menyadari bahwa masa-masa buruk adalah "salib" dan bahwa kita perlu "berdoa, memiliki kesabaran dan memiliki setidaknya sedikit pengharapan". Kita harus menghindari jatuh ke dalam "kesia-siaan" karena "Tuhan selalu ada" di samping kita ketika kita berpaling "kepada-Nya dalam doa" dan bersyukur kepada-Nya atas sukacita yang telah Ia berikan kepada kita. Melalui kearifan Sara menyadari bahwa ia seharusnya tidak menggantung diri; Tobit menyadari bahwa ia harus "menanti, dalam doa dan dalam pengharapan untuk penyelamatan Tuhan". Paus Fransiskus mengundang semua orang untuk membaca kembali perikop-perikop Alkitab ini :
"Seraya membaca Kitab ini akhir pekan ini, marilah kita memohon rahmat untuk memiliki kearifan terhadap apa yang terjadi di masa-masa sulit kehidupan kita dan bagaimana berjalan terus serta apa yang terjadi di masa-masa indah dan tidak disesatkan oleh kesia-siaan".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.