Bacaan Ekaristi : Hak. 13:2-7,24-25a; Mzm. 71:3-4a,5-6ab,16-17; Luk. 1:5-25
Dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi 19 Desember 2017, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Allah penuh kesuburan dan menginginkan kita untuk menjadi demikian juga, hidup bagi orang lain dan memberi kehidupan. Beliau mengajak umat yang hadir untuk merenungkan palungan yang masih kosong yang sedang menunggu Kanak-kanak Yesus dan memastikan bahwa hati tidak tertutup seperti pajangan museum.
Kemandulan dan kesuburan adalah dua kata yang menjadi pokok homili Paus Fransiskus ketika beliau merenungkan kelahiran Simson dan Yohanes Pembaptis, keduanya terlahir dari para perempuan mandul, seperti yang diceritakan dalam Bacaan-bacaan liturgi hari itu (Hak 13:2-7,24-25a; Luk 1:5-25). Beliau mengulas tentang bagaimana pada masa itu kemandulan dianggap memalukan sementara kelahiran seorang anak dipandang sebagai rahmat dan karunia Allah.
Dalam Alkitab, Paus Fransiskus mengatakan, ada banyak perempuan mandul yang mendambakan seorang anak, dan para ibu yang meratapi kehilangan anak laki-laki mereka karena mereka ditinggalkan tanpa keturunan, seperti Sara, Naomi, Hana, Elisabet, dan lainnya.
Perintah pertama yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita, kata Paus Fransiskus, adalah "Penuhilah muka bumi, berkembangbiaklah!" dan beliau mengatakan bahwa "Di mana ada Allah di situ ada kesuburan".
Paus Fransiskus mengatakan bahwa negara-negara dengan tingkat kelahiran rendah menderita penyakit mengerikan yang disebut "musim dingin demografis". Mereka tidak memiliki anak karena takut merusak kesejahteraan ekonomi mereka atau mereka mencoba membenarkannya dengan alasan-alasan lain. Hasilnya adalah "negara-negara hampa anak-anak. Dan ini bukanlah sebuah berkat", kata Paus Fransiskus. "Kesuburan selalu merupakan berkat Allah".
Kesuburan jasmani dan rohani, Paus Fransiskus menjelaskan, berarti memberi kehidupan. Beliau mengatakan bahwa orang boleh memilih untuk tidak menikah, seperti para imam dan para pelaku hidup bakti, namun harus hidup dengan memberi kehidupan bagi orang lain. Celakalah kita, beliu melanjutkan, jika kita tidak subur dengan karya-karya yang baik.
Kesuburan, Paus Fransiskus melanjutkan, adalah sebuah tanda Allah, dan beliau teringat bagaimana para nabi memilih lambang-lambang yang indah seperti padang gurun. "Apa yang lebih gersang daripada sebuah padang gurun?", beliau mengatakan, "dan tetapi mereka mengatakan bahwa bahkan padang gurun pun akan berbunga, kekeringan akan dipenuhi dengan air. Inilah janji Allah".
Iblis, lanjut Paus Fransiskus, menginginkan ketidaksuburan : "Ia tidak menginginkan kita memberi kehidupan, baik jasmani maupun rohani, bagi orang lain".
"Barangsiapa hidup untuk dirinya sendiri menghasilkan keegoisan, kesombongan, kesia-siaan, melumasi jiwa tanpa hidup bagi orang lain. Iblis menumbuhkan ilalang egoisme dan menghentikan kita untuk menjadi subur", beliau berkata.
Paus Fransiskus mengatakan memiliki anak-anak hingga memejamkan mata kita saat kita meninggal adalah rahmat, dan beliau teringat teladan seorang misionaris berusia sembilan puluh tahun di Patagonia yang mengatakan bahwa hidupnya telah berlalu bagaikan nafas, tetapi ia telah memiliki banyak anak rohani pula sampai penyakit terakhirnya.
"Di sini ada sebuah palungan kosong, kita bisa melihatnya. Palungan tersebut bisa dilihat sebagai lambang pengharapan karena Kanak-kanak Yesus akan datang, atau palungan tersebut bisa dilihat sebagai benda dari sebuah museum, kehampaan hidup. Hati kita adalah seperti palungan tersebut : apakah hati kita hampa? Atau apakah terbuka untuk terus menerus menerima dan memberi kehidupan?", beliau mengatakan.
Saya menyarankan, Paus Fransiskus mengakhiri, memandang palungan kosong ini dan berkata : "Datanglah, Tuhan, penuhi palungan, penuhi hatiku dan bantulah aku untuk memberi kehidupan, menjadi subur".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.