Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA MALAM NATAL 24 Desember 2017 : JANTUNG NATAL ADALAH HARAPAN

Bacaan Ekaristi : Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14.

Maria "melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan" (Luk 2:7). Dengan kata-kata yang jelas dan polos ini, Lukas membawa kita ke jantung malam kudus tersebut : Maria melahirkan; ia memberi kita Yesus, Sang Terang dunia. Sebuah kisah sederhana yang menceburkan kita ke dalam peristiwa yang mengubah sejarah kita untuk selama-lamanya. Semuanya, malam itu, menjadi sumber harapan.

Marilah kita mengingat beberapa ayat. Karena keputusan Kaisar Agustus, Maria dan Yosef mendapati diri mereka terpaksa berangkat. Mereka harus meninggalkan sanak saudara mereka, tempat tinggal mereka dan kampung halaman mereka, serta melakukan perjalanan untuk mendaftarkan cacah jiwa. Ini bukan perjalanan yang nyaman atau mudah bagi pasangan muda yang akan memiliki seorang anak : mereka harus meninggalkan kampung halaman mereka. Pada hakekatnya, mereka penuh harapan dan pengharapan oleh karena anak yang akan dilahirkan itu; tetapi langkah mereka terbebani oleh ketidakpastian dan bahaya yang dihadapi orang-orang yang harus meninggalkan tempat tinggal mereka.

Kemudian mereka mendapati diri mereka harus menghadapi mungkin hal yang paling sulit. Mereka tiba di Betlehem dan mengalami bahwa Betlehem adalah tanah yang tidak mengharapkan mereka. Sebuah tanah di mana tidak ada tempat bagi mereka.

Dan di sana, di mana segala sesuatu menjadi sebuah tantangan, Maria memberikan Imanuel kepada kita. Putra Allah harus dilahirkan di kandang karena tidak ada tempat bagi-Nya. "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya" (Yoh 1:11). Dan di sana, di tengah kesuraman dari sebuah kota yang tidak memiliki ruang atau tempat bagi orang asing yang datang dari jauh, di tengah kegelapan dari sebuah kota yang hiruk-pikuk yang dalam hal ini sepertinya ingin membangun dirinya sendiri dengan membelakangi kota-kota lainnya ... justru di sanalah dikobarkan percikan revolusioner kasih Allah. Di Betlehem, sebuah celah kecil terbuka bagi orang-orang yang telah kehilangan kampung halaman mereka, negeri mereka, impian mereka; bahkan bagi orang-orang yang dikuasai oleh sesak napas yang dihasilkan oleh hidup terasing.

Begitu banyak jejak langkah lain yang tersembunyi dalam jejak langkah Yosef dan Maria. Kita melihat jejak seluruh keluarga yang terpaksa berangkat pada zaman kita sendiri. Kita melihat jejak jutaan orang yang tidak memilih untuk berangkat tetapi, terdesak dari tanah mereka, meninggalkan orang-orang terkasih mereka. Dalam banyak kasus keberangkatan ini dipenuhi dengan harapan, harapan akan masa depan; tetapi bagi banyak orang lainnya keberangkatan ini hanya bisa memiliki satu nama : kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup Herodes-herodes saat ini, yang, demi memaksakan kekuasaan mereka dan memperbesar kekayaan mereka, tidak menganggap bermasalah menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah.

Maria dan Yosef, yang tidak memiliki tempat, adalah orang-orang pertama yang memeluk Dia yang datang untuk memberi kita seluruh dokumen kewargaan kita. Dia yang dalam kerendahan hati dan kepapaan-Nya mewartakan dan menunjukkan bahwa kekuatan sejati dan kebebasan otentik ditunjukkan dengan menghormati dan menolong orang-orang yang lemah dan rapuh.

Malam itu, Dia yang tidak memiliki tempat untuk dilahirkan diwartakan kepada orang-orang yang tidak memiliki tempat dalam Kerajaan Allah atau di jalan-jalan kota. Para gembala yang pertama-tama mendengar Kabar Baik ini. Karena pekerjaan mereka, mereka adalah laki-laki dan perempuan yang terpaksa tinggal di pinggiran masyarakat. Keadaan kehidupan mereka, dan tempat-tempat yang harus mereka diami, menghalangi mereka untuk mengikuti seluruh tatacara ritual pemurnian keagamaan; akibatnya, mereka dianggap najis. Kulit mereka, pakaian mereka, bau badan mereka, cara berbicara mereka, asal usul mereka, semua menyingkapkan mereka. Segala sesuatu berkenaan dengan mereka menimbulkan ketidakpercayaan. Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang dijauhi, ditakuti. Mereka dianggap orang-orang kafir di antara orang-orang percaya, orang-orang berdosa di antara orang-orang benar, orang-orang asing di antara warga. Tetapi kepada mereka - orang-orang kafir, orang-orang berdosa dan orang-orang asing - malaikat itu berkata: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud" (Luk 2:10-11).

Inilah sukacita yang malam ini kita dipanggil untuk membagikan, merayakan dan mewartakannya. Sukacita yang dengannya Allah, dengan kerahiman-Nya yang tak terbatas, telah memeluk kita orang-orang kafir, orang-orang berdosa dan orang-orang asing, serta menuntut agar kita melakukan hal yang sama.

Iman yang kita wartakan malam ini membuat kita melihat Allah hadir dalam segala situasi di mana kita pikir Ia tidak hadir. Ia hadir dalam diri pengunjung yang tidak diharapkan, seringkali tidak dikenali, yang berjalan melewati kota-kota kita dan lingkungan sekitar kita, yang bepergian pada bis-bis kita dan mengetuk pintu-pintu kita.

Iman yang sama ini mendesak kita untuk memberi ruang bagi impian sosial baru, dan tidak takut mengalami bentuk-bentuk hubungan baru, yang di dalamnya tak seorang pun yang merasa tidak ada tempat baginya di bumi ini. Natal adalah saat untuk mengubah kekuatan rasa takut menjadi kekuatan cinta kasih, menjadi kekuatan untuk memimpikan cinta kasih yang baru. Cinta kasih yang tidak tumbuh terbiasa dengan ketidakadilan, seolah-olah itu sesuatu yang alamiah, tetapi cinta kasih yang memiliki keberanian, di tengah ketegangan dan konflik, untuk menjadikan dirinya "rumah roti", tanah keramahtamahan. Itulah yang dikatakan Santo Yohanes Paulus II kepada kita : "Jangan takut! Buka pintu lebar-lebar bagi Kristus" (Homili pada Misa Inagurasi Pontifikasi, 22 Oktober 1978).

Dalam diri Kanak Betlehem, Allah datang menemui kita dan menjadikan kita para pengikut serta yang aktif dalam kehidupan di sekitar kita. Ia mempersembahkan diri-Nya bagi kita, sehingga kita bisa menatang-Nya, mengangkat-Nya dan memeluk-Nya. Sehingga di dalam diri-Nya kita tidak akan takut menatang, membangkitkan dan merangkul orang yang haus, orang asing, orang telanjang, orang sakit, orang yang berada di dalam penjara (bdk. Mat 25:35-36) . "Jangan takut! Buka pintu lebar-lebar bagi Kristus". Di dalam diri Kanak ini, Allah mengundang kita untuk menjadi para utusan harapan. Ia mengundang kita untuk menjadi para pengawal bagi semua orang yang tertunduk lesu karena keputusasaan yang lahir oleh karena menghadapi begitu banyak pintu yang tertutup. Dalam diri Kanak ini, Allah menjadikan kita para perantara keramahtamahan-Nya.

Tergerak oleh sukacita akan karunia tersebut, Kanak Betlehem yang mungil, kami mohon agar tangisan-Mu bisa menggoncangkan kami dari ketidakpedulian kami dan membuka mata kami bagi orang-orang yang sedang menderita. Semoga kelembutan-Mu membangkitkan kepekaan kami dan mengenali panggilan kami untuk melihat-Mu dalam diri semua orang yang tiba di kota-kota kami, dalam sejarah-sejarah kami, dalam kehidupan kami. Semoga kelembutan-Mu yang revolusioner meyakinkan kami untuk merasakan panggilan kami guna menjadi para perantara harapan dan kelembutan umat kami.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.