Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN 6 Januari 2018 : MELIHAT BINTANG, BERANGKAT DAN MEMBAWA PERSEMBAHAN


Bacaan Ekaristi : Yes 60:1-6; Mzm 72:1-2,7-8,10-11,12-13; Ef 3:2-3a,5-6; Mat 2:1-12

Tiga tindakan para Majus membimbing perjalanan kita menuju Tuhan, yang hari ini dinyatakan sebagai terang dan keselamatan bagi seluruh bangsa. Para Majus melihat bintang, mereka berangkat dan mereka membawa persembahan.

Melihat bintang. Di sinilah awalnya. Tetapi mengapa, kita mungkin bertanya, hanya para Majus yang melihat bintang? Mungkin karena sedikit orang yang menengadah ke langit. Kita sering berbuat dengan memandang ke bawah : kita merasa cukup jika sehat, memiliki sedikit uang dan sekelumit hiburan. Saya bertanya-tanya apakah kita masih tahu bagaimana memandang langit. Apakah kita tahu bagaimana bermimpi, merindukan Allah, mengharapkan kebaruan yang Ia bawa, atau apakah kita membiarkan diri kita terbawa serta oleh kehidupan, seperti ranting-ranting kering di hadapan angin? Para Majus tidak berpuas diri dengan hanya bisa bertahan hidup, dengan terus tidak tenggelam. Mereka paham bahwa untuk benar-benar hidup, kita membutuhkan tujuan yang tinggi dan kita perlu terus memandang ke atas.

Tetapi kita juga bisa bertanya mengapa, di antara semua orang yang melihat ke langit tersebut, banyak di antaranya tidak mengikuti bintang itu, "bintang-Nya" (Mat 2:2). Mungkin karena bintang itu tidak mencolok mata, tidak bersinar lebih terang dibanding bintang-bintang lainnya. Bintang tersebut adalah sebuah bintang - demikianlah Injil memberi tahu kita - yang dilihat para Majus "pada saat terbitnya" (ayat 2, 9). Bintang Yesus tidak menyilaukan atau melanda, tetapi dengan lembut mengundang. Kita mungkin bertanya pada diri kita bintang apa yang telah kita pilih untuk diikuti dalam kehidupan kita. Beberapa bintang mungkin terang, tetapi tidak menunjukkan jalan. Begitu juga dengan kesuksesan, uang, karir, kehormatan dan kesenangan ketika ini semua menjadi kehidupan kita. Mereka adalah meteor-meteor : mereka menyala terang sesaat, tetapi kemudian segera habis terbakar dan kecemerlangan mereka meredup. Mereka adalah bintang-bintang yang sedang baku tembak yang menyesatkan ketimbang menuntun. Tetapi, bintang Tuhan mungkin tidak selalu melanda dengan kecerahannya, tetapi selalu ada, sungguh dengan rela : bintang tersebut menatang kalian dalam kehidupan dan menyertai kalian. Bintang tersebut tidak menjanjikan imbalan materi, tetapi menjamin kedamaian dan anugerah, seperti yang terjadi pada para Majus, "sangat bersukacita" (Mat 2:10). Tetapi bintang itu juga memberitahu kita untuk berangkat.

Berangkat, hal kedua, yang dilakukan para Majus sangatlah penting jika kita ingin menemukan Yesus. Bintang-Nya menuntut keputusan untuk melanjutkan perjalanan dan maju tanpa kenal lelah dalam perjalanan kita. Hal ini menuntut agar kita melepaskan diri dari beban yang tidak berguna dan tambahan yang tidak perlu yang hanya mendalilkan kendala, dan menerima hambatan yang tak terduga di sepanjang peta kehidupan. Yesus membiarkan diri-Nya ditemukan oleh orang-orang yang mencari-Nya, tetapi untuk menemukan-Nya, kita perlu bangun dan pergi, tidak bermalas-malasan tetapi mengambil resiko, tidak berdiri terpaku, tetapi berangkat. Yesus mengajukan tuntutan: Ia mengatakan kepada orang-orang yang mencari-Nya untuk meninggalkan kursi kenyamanan duniawi dan kehangatan perapian dan rumah yang menentramkan. Mengikuti Yesus bukanlah sebuah sopan santun yang harus ditaati, tetapi sebuah perjalanan yang harus dilakukan. Allah, yang membebaskan umat-Nya dalam Keluaran dan memanggil bangsa-bangsa baru untuk mengikuti bintang-Nya, senantiasa memberikan kebebasan dan sukacita dan dalam rangkaian sebuah perjalanan semata. Dengan kata lain, jika kita ingin menemukan Yesus, kita harus mengatasi ketakutan kita untuk mengambil resiko, kepuasan diri kita dan keengganan kita untuk semakin menanyakan sesuatu tentang kehidupan. Kita perlu mengambil resiko hanya untuk bertemu dengan seorang Anak. Tetapi, resikonya sangat layak upaya, karena dengan menemukan Anak itu, dengan menemukan kelembutan dan kasih-Nya, kita menemukan kembali diri kita.

Berangkat tidaklah mudah. Injil menunjukkan kepada kita hal ini melalui pemeranan tokoh-tokoh. Ada Herodes, yang bengis karena ketakutan akan lahirnya seorang raja yang mengancam kekuasaannya. Jadi, ia mengadakan berbagai rapat dan mengutus keluar orang-orang untuk mengumpulkan informasi, tetapi ia sendiri tidak bergeming; ia tinggal terkunci di istananya. Bahkan "seluruh Yerusalem" (ayat 3) takut : takut akan hal-hal baru yang dilakukan Allah. Mereka ingin segalanya tetap seperti itu - begitulah adanya - tidak ada seorang pun yang berani pergi. Godaan para imam kepala dan para ahli Taurat bangsa Yahudi lebih tidak kentara : mereka tahu persis tempatnya dan menceritakannya kepada Herodes, dengan mengutip nubuat kuno. Mereka tahu, tetapi mereka sendiri tidak bergerak menuju Betlehem. Godaan mereka bisa menjadi godaan bagi mereka yang terbiasa menjadi orang-orang percaya : mereka dapat berbicara panjang lebar tentang iman yang mereka ketahui dengan baik, tetapi tidak sudi mengambil resiko pribadi bagi Tuhan. Mereka berbicara, tetapi tidak berdoa; mereka berkeluh kesah, tetapi tidak ada gunanya. Para Majus, di sisi lain, sedikit berbicara dan banyak melakukan perjalanan. Tidak menyadari kebenaran-kebenaran iman, mereka dipenuhi dengan kerinduan dan berangkat. Maka Injil mengatakan kepada kita : Mereka "datang untuk menyembah Dia" (ayat 2); "Mereka berangkat; mereka masuk, lalu sujud menyembah Dia; mereka pulang" (ayat 9, 11, 12). Mereka terus bergerak.

Membawa persembahan. Datang kepada Yesus sesudah menempuh perjalanan jauh, para Majus berbuat seperti yang Ia perbuat : mereka membawa persembahan. Yesus ada untuk memberikan nyawa-Nya; mereka memberikan kepada-Nya persembahan mereka yang berharga : emas, mur dan kemenyan. Injil menjadi nyata ketika perjalanan hidup berakhir dengan memberi. Memberi dengan cuma-cuma, demi Tuhan, tanpa mengharapkan imbalan apapun, inilah tanda yang pasti bahwa kita telah menemukan Yesus. Karena Ia mengatakan : "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8). Berbuat baik tanpa perhitungan, bahkan ketika tanpa diminta, bahkan saat kalian tidak mendapatkan apapun dengan jalan itu, bahkan jika itu tidak menyenangkan. Itulah apa yang diinginkan Allah. Ia, yang menjadi hina demi kita, meminta kita untuk memberikan sesuatu untuk saudara dan saudari-Nya yang paling hina. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki sesuatu untuk membalasnya, orang-orang yang berkekurangan, orang-orang yang kelaparan, orang-orang asing, orang-orang yang berada di dalam penjara, orang-orang miskin (bdk. Mat 25:31-46). Kita memberikan persembahan yang menyenangkan kepada Yesus saat kita merawat orang sakit, menghabiskan waktu dengan orang yang kesulitan, membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan, atau mengampuni seseorang yang telah menyakiti kita. Inilah persembahan yang diberikan secara cuma-cuma, dan persembahan tersebut tidak dapat tidak ada dalam kehidupan umat kristiani. Yesus mengingatkan kita bahwa jika kita hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, kita berbuat seperti yang diperbuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah (bdk. Mat 5:46-47). Hari ini marilah kita memandang tangan kita, yang sering kali begitu hampa akan kasih, dan marilah kita berusaha memikirkan beberapa persembahan cuma-cuma yang bisa kita berikan tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Hal itu akan menyenangkan hati Tuhan. Dan marilah kita memohon kepada-Nya : "Tuhan, izinkanlah saya menemukan kembali sukacita memberi".

Saudara dan saudari terkasih, marilah kita meneladan para Majus : menengadah, berangkat, dan dengan cuma-cuma memberikan persembahan kita.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.