Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 26 Januari 2018 : IMAN DITERUSKAN MELALUI KESAKSIAN

Bacaan Ekaristi : 2Tim 1:1-8; Mzm 96:1-2a.2b-3.7-8a.10; Luk 10:1-9

Dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi 26 Januari 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mengulas tentang bagaimana meneruskan iman. Mengacu pada Bacaan Pertama liturgi hari itu (2Tim 1:1-8) yang di dalamnya Rasul Paulus berbicara kepada muridnya, Timotius, mengingatkan "imannya yang tulus ikhlas" yang pertama-tama hidup di dalam neneknya, Lois, dan kemudian di dalam ibunya, Eunike, Paus Fransiskus menyoroti kata-kata yang menunjukkan bagaimana iman diteruskan : "anak", sebagaimana Paulus memanggil Timotius, "ibu", "nenek", dan akhirnya "kesaksian".

Paus Fransiskus mengatakan bahwa Paulus menggugah Timotius dengan "kebodohan berkhotbah". Beliau mengatakan bahwa dalam Bacaan Pertama disebutkan juga terjadi dari "air mata" karena, beliau menjelaskan, Paulus tidak mempermanis khotbahnya dengan kebenaran yang setengah-setengah, ia melakukannya dengan keberanian karena pewartaan Injil "tidak bisa suam-suam kuku".

"Khotbah adalah - izinkan saya mengucapkan kata tersebut - sebuah 'tamparan'. Sebuah tamparan yang menggerakkan kalian dan mendorong kalian maju", beliau berkata.

Paulus sendiri, kata Paus Fransiskus, menggambarkannya sebagai 'kebodohan berkhotbah' : "Ini adalah kebodohan, karena mengatakan bahwa Allah menjadi manusia dan kemudian Ia disalibkan dan kemudian Ia kembali bangkit ...". Selalu ada sedikit kebodohan dalam berkhotbah yang tidak boleh tergoda oleh biasa-biasa saja dan kebenaran yang setengah-setengah.

Kata kedua yang dipilih Paus Fransiskus untuk ditonjolkan adalah kesaksian. Iman, beliau menegaskan, diteruskan melalui kesaksian yang memberi kekuatan kepada Sabda tersebut dan beliau mengulas tentang bagaimana umat biasa mengatakan tentang murid-murid pertama : "Bagaimana mereka saling mengasihi?"

Beliau mencatat bahwa di beberapa paroki hari ini, banyak percakapan dapat mempergunjingkan orang ini atau itu ... dan alih-alih mengomentari 'bagaimana mereka saling mengasihi',kita dapat tertarik untuk memberi komentar mengenai bagaimana orang-orang saling menjelek-jelekkan, mengenai "bagaimana mereka mempergunakan lidah mereka seperti pisau untuk 'menguliti' orang lain!"

"Bagaimana kalian bisa meneruskan iman dalam suasana yang dimanjakan oleh pergunjingan, dengan fitnahan?", beliau mengatakan.

Kesaksian sejati, Paus Fransiskus menjelaskan, berarti tidak pernah berbicara buruk tentang orang lain, kesaksian sejati berarti melakukan karya-karya amal, mengunjungi orang sakit, dan kesaksian sejati berarti bertanya kepada diri sendiri mengapa orang lain bersikap atau hidup seperti yang mereka lakukan.

Paus Fransiskus juga menekankan fakta bahwa kejahatan bertindak sebagai "lawan kesaksian" atau sebagai kesaksian yang buruk : kejahatan mengenyahkan iman dan melemahkan umat.
Kata dan konsep lain yang dipilih oleh Paus Fransiskus adalah "ibu" dan "nenek". Beliau menjelaskan bahwa "iman diteruskan dalam rahim, rahim Gereja". Beliau mengatakan bahwa "keibuan Gereja diperpanjang dalam keibuan seorang ibu, seorang perempuan".

Paus Fransiskus mengingat sebuah pertemuan yang beliau hadiri dengan seorang biarawati saat beliau berada di Albania. Biarawati tersebut telah dipenjarakan selama masa kediktatoran, tetapi terkadang para penjaga membiarkannya berjalan-jalan di sepanjang sungai sambil berpikir bahwa tidak ada salahnya melakukan hal itu. Tetapi biarawati itu pintar, Paus Fransiskus mengatakan, dan para perempuan di desa-desa sekitar akan membawa anak-anak mereka kepadanya saat ia pergi keluar dan ia secara diam-diam akan membaptis mereka di sungai.

"Saya bertanya pada diri saya sendiri", beliau mengatakan, "apakah para ibu dan para nenek tersebut seperti ibu dan nenek yang dibicarakan oleh Paulus?" Atau apakah mereka percaya pada fakta bahwa anak-anak akan belajar saat mereka pergi ke katekisasi?

"Saya sedih", Paus Fransiskus melanjutkan, "ketika saya melihat anak-anak yang tidak tahu bagaimana membuat tanda salib" karena para ibu dan para nenek mereka belum mengajari mereka.

Marilah kita mohon kepada Tuhan, beliau mengakhiri homilinya, untuk mengajarkan kita untuk menjadi saksi dan pewarta serta mengajarkan para perempuan yang menjadi ibu untuk meneruskan iman.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.