Bacaan Ekaristi : Kej. 17:3-9; Mzm. 105:4-5,6-7,8-9; Yoh. 8:51-59.
Dalam
homilinya pada Misa harian Kamis pagi 22 Maret 2018 di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus menekankan bahwa Allah sungguh setia dan Ia tidak
pernah melupakan kita. Dan inilah sumber utama harapan dan sukacita kristiani.
“Kasih
dari lubuk hati Allah” sedemikian rupa sehingga Ia tidak akan pernah melupakan
kita”. Kemudian Bapa Suci mengenang bahwa ketika masih di Argentina,
bunga-bunga "jangan melupakan aku" yang ditawarkan untuk 'Hari Ibu'.
Bunga-bunga tersebut memiliki dua warna : bunga berwarna biru lembut untuk para
ibu yang masih hidup, dan bunga berwarna ungu untuk para ibu yang sudah
meninggal.
Mengacu
pada Bacaan Pertama liturgi hari itu (Kej. 17:3-9), Paus Fransiskus
mengingatkan janji Allah untuk menjaga perjanjian-Nya dengan Abraham, sebuah
perjanjian. Ia akan mengingatnya selamanya.
“Kasih
Allah bagaikan kasih seorang ibu. Ia tidak pernah melupakan kita. Tidak pernah.
Ia setia pada perjanjian-Nya. Hal ini memberi kita keamanan”. Kita mungkin
mengatakan kepada diri kita sendiri, "Tetapi hidupku begitu buruk ... aku
sedang bergumul, aku orang berdosa, orang berdosa ...". Ia tidak lupa,
karena Ia memiliki kasih dari lubuk hati ini, dan Ia adalah seorang ayah dan
seorang ibu".
“Allah tidak dapat mengingkari diri-Nya, Ia tidak dapat mengingkari kita, Ia tidak dapat mengingkari kasih-Nya, dan Ia tidak dapat mengingkari umat-Nya”, kata Paus Fransiskus, “karena Ia mengasihi kita dan inilah kesetiaan Allah”.
Kesetiaan Allah tersebut, lanjut Paus Fransiskus, membawa kita untuk bersukacita. Seperti Abraham sukacita kita berasal dari dapat bersukacita dalam pengharapan karena kita masing-masing tahu bahwa bahkan kalaupun kita tidak setia, Allah tetap setia, seperti yang digambarkan dalam kisah penjahat yang baik.
Paus Fransiskus kemudian berbicara tentang Sakramen Tobat: “Ketika kita menerima Sakramen Tobat, kita tidak boleh melakukannya seolah-olah kita pergi ke binatu untuk membersihkan kotoran. Tidak!". Kita pergi ke kamar pengakuan untuk menerima kasih Allah yang setia ini yang selalu menanti kita. Selalu".
Paus
Fransiskus kemudian mengulangi : Allah “setia, Ia mengenalku, Ia mengasihiku.
Ia tidak akan pernah meninggalkanku sendirian. Ia memegang tanganku. Apa yang
seharusnya semakin aku inginkan? Apa yang seharusnya aku lakukan? Bersukacita
dalam pengharapan. Bersukacitalah dalam pengharapan, karena Tuhan mengasihimu
seperti seorang ayah dan seorang ibu”.
Paus
Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengacu pada Bacaan Injil liturgi hari
itu (Yoh. 8:51-59) yang di dalamnya para ahli Taurat mengambil batu untuk
melempari Yesus sehingga “membayangi kebenaran kebangkitan”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.