Bacaan Ekaristi : Kej. 1:1-2:2; Kej. 22:1-18; Kel. 14:15-15:1; Yes. 54:5-18;
Yes. 55:1-11; Bar. 3:9-15,32-4:4; Yeh. 36:16-17a,18-28; Rm. 6:3-11; Mrk.
16:1-8.
Kita
mengawali perayaan ini di luar, menceburkan diri ke dalam kegelapan malam dan
kedinginan. Kita merasakan keheningan yang menindas pada wafat Tuhan,
keheningan yang kita masing-masing dapat kenali, keheningan yang menyelusup ke
kedalaman hati setiap murid, yang berdiri tanpa kata di depan salib.
Inilah jam-jam ketika murid berdiri tanpa berkata-kata dalam kepedihan pada saat wafat Yesus. Kata-kata apa yang bisa diucapkan pada saat seperti itu? Murid tetap diam dalam kesadaran akan reaksi-reaksinya sendiri selama jam-jam penting dalam kehidupan Tuhan. Di hadapan ketidakadilan yang mengutuk Sang Guru, murid-murid-Nya diam. Di hadapan umpatan dan kesaksian palsu yang dialami Sang Guru, murid-murid-Nya tidak berkata apa-apa. Selama jam-jam Sengsara yang menyakitkan dan menyusahkan, murid-murid-Nya secara dramatis mengalami ketidakmampuan untuk mempertaruhkan nyawa mereka untuk berbicara mewakili Sang Guru. Terlebih lagi, bukan saja mereka tidak mengakui-Nya : mereka bersembunyi, mereka melarikan diri, mereka tetap diam (bdk. Yoh 18:25-27).
Ini
adalah malam sunyi murid-murid yang tetap mati rasa, lumpuh dan tidak menentu
akan apa yang harus dilakukan di tengah begitu banyak situasi yang menyakitkan
dan memilukan. Ini juga adalah malam sunyi murid-murid hari ini, tidak dapat
berkata-kata dalam menghadapi situasi yang tidak dapat kita kendalikan, yang
membuat kita merasakan dan, bahkan lebih buruk lagi, percaya bahwa tidak ada
yang dapat dilakukan untuk membalikkan semua ketidakadilan jasmaniah yang
sedang dialami saudara-saudari kita.
Ini adalah malam sunyi murid-murid yang kehilangan arah karena mereka terjerumus ke dalam rutinitas yang sedang menghancurkan yang merampas ingatan, membungkam harapan, dan menuntun untuk berpikir bahwa “inilah cara berbagai hal selalu dilakukan”. Murid-murid tersebut yang, kewalahan, tidak memiliki apa-apa untuk diucapkan dan akhirnya mempertimbangkan “lumrah” dan sangat biasa kata-kata Kayafas : “Tidakkah kamu insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa?” (Yoh. 11:50).
Di
tengah keheningan kita, keheningan kita yang terlalu kuat, batu-batu mulai
berteriak (bdk. Luk 19:40)[1]
dan membersihkan jalan bagi pesan teragung yang pernah didengar sejarah : “Ia
tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit” (Mat 28:6). Batu di depan kubur
berteriak dan memberitakan pembukaan jalan baru bagi semua orang. Ciptaan itu
sendiri yang pertama-tama menggemakan kemenangan kehidupan atas semua orang
yang telah berusaha untuk membungkam dan mencekik sukacita Injil. Batu di depan
kubur yang pertama-tama melompat dan dengan caranya sendiri mengidungkan madah
pujian dan keheranan, madah sukacita dan harapan, yang di dalamnya kita semua
diundang untuk bergabung.
Kemarin, kita bergabung dengan para perempuan dengan merenungkan “Yesus yang ditikam” (bdk. Yoh 19:36; bdk. Zak 12:10). Hari ini, bersama mereka, kita diundang untuk merenungkan kubur kosong dan mendengarkan kata-kata malaikat : "Janganlah kamu takut ... sebab Ia telah bangkit" (Mat 28:5-6). Kata-kata itu seharusnya mempengaruhi keyakinan dan kepastian kita yang terdalam, cara-cara kita menilai dan berurusan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan kita sehari-hari, terutama cara-cara kita berhubungan dengan orang lain. Kubur kosong seharusnya menantang kita dan mengerahkan semangat kita. Kubur kosong seharusnya membuat kita berpikir, tetapi terutama, kubur itu seharusnya mendorong kita untuk yakin dan percaya bahwa Allah “terjadi” dalam setiap situasi dan setiap orang dan bahwa terang-Nya dapat bersinar di sudut-sudut kehidupan kita yang paling tidak diharapkan dan paling tersembunyi. Ia bangkit dari antara orang mati, dari tempat itu di mana tak ada orang yang menanti apa pun, dan sekarang Ia menanti kita - seperti Ia menanti para perempuan - untuk memungkinkan kita ikut serta dalam karya penyelamatan-Nya. Atas dasar ini dan dengan kekuatan ini, kita umat kristiani menempatkan kehidupan kita dan energi kita, kecerdasan kita, kasih sayang kita dan kehendak kita, pada pelayanan untuk menemukan, dan terutama menciptakan, jalan-jalan martabat.
Ia
tidak ada di sini ... Ia telah bangkit! Inilah pesan yang menopang harapan kita
dan mengubahnya menjadi gerakan-gerakan amal kasih yang berwujud. Seberapa
besar kita perlu membiarkan kerapuhan kita diurapi oleh pengalaman ini!
Seberapa besar kita perlu membiarkan iman kita dihidupkan kembali! Seberapa
besar kita memerlukan cakrawala-cakrawala rabun dekat kita ditantang dan
diperbarui oleh pesan ini! Kristus telah bangkit, dan bersama dengan Dia, Ia
membuat harapan dan daya cipta kita bangkit sehingga kita dapat menghadapi
masalah masalah kita saat ini dengan kajian bahwa kita tidak sendirian.
Merayakan
Paskah berarti percaya sekali lagi bahwa Allah terus menerus menerobos masuk ke
dalam sejarah pribadi kita, menantang “ketentuan” kita, cara berpikir tertentu
tersebut dan tindakan yang akhirnya melumpuhkan kita. Merayakan Paskah berarti
mengijinkan Yesus menang atas ketakutan yang dahsyat yang sering menyerang kita
dan mencoba mengubur setiap macam harapan.
Batu
di depan kubur ikut serta dalam hal ini, para perempuan dalam Injil ikut serta
dalam hal ini, dan sekarang undangan itu disampaikan sekali lagi kepada kalian
dan kepada saya. Undangan untuk keluar dari rutinitas kita dan memperbarui kehidupan
kita, keputusan kita, dan keberadaan kita. Undangan yang harus diarahkan ke
tempat kita berdiri, apa yang sedang kita lakukan dan diri kita apa adanya,
dengan "perbandingan daya" yaitu daya kita. Apakah kita ingin ikut
serta dalam pesan kehidupan ini atau apakah kita lebih suka hanya terus berdiri
tanpa berkata-kata di hadapan peristiwa-peristiwa yang terjadi?
Ia
tidak ada di sini ... Ia telah bangkit! Dan Ia menanti kalian di Galilea. Ia
mengundang kalian untuk berjalan kembali ke saat dan tempat cinta pertama
kalian dan Ia berkata kepada kalian : Jangan takut, ikutlah Aku.
[1]Aku
berkata kepadamu : "Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.