Bacaan
Ekaristi : Kej 3:9-15,20; Mzm 87:1-2,3,5,6-7; Yoh 19:25-34.
“Gereja
bersifat feminin, Gereja adalah seorang ibu”. Ketika ciri ini tidak ada, Paus
Fransiskus melanjutkan, Gereja hanya menyerupai "sebuah badan amal, atau
sebuah tim sepak bola"; ketika ia menjadi "Gereja yang
maskulin", ia secara menyedihkan menjadi "sebuah gereja jejaka
tua", "tidak mampu mengasihi, tidak mampu menghasilkan buah".
Itulah
permenungan yang ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa
harian Senin pagi 21 Mei 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan. Pada hari itu
Peringatan Santa Perawan Maria Bunda Gereja untuk pertama kalinya dirayakan
sebagai peringatan wajib dan dirayakan setiap tahunnya pada hari Senin setelah
Hari Raya Pentakosta.
Paus Fransiskus mengatakan bahwa dalam Injil, Maria selalu digambarkan sebagai "ibu Yesus", daripada "nyonya" atau "janda Yusuf" : keibuannya ditekankan di seluruh Injil, dimulai dengan Kabar Sukacita. Inilah keunggulan yang segera dicatat oleh para Bapa Gereja, sebuah keunggulan yang berlaku juga bagi Gereja.
Gereja bersifat feminin, karena ia adalah "gereja" dan "mempelai perempuan" [keduanya secara gramatikal bersifat feminin] : ia bersifat feminin. Dan Gereja adalah ibu; ia memberi kehidupan. Mempelai perempuan dan ibu. Dan para Bapa Gereja melangkah lebih jauh dan mengatakan bahwa jiwamu bahkan merupakan mempelai Kristus dan ibu. ”Dan dengan sikap yang berasal dari Maria, yang adalah Bunda Gereja inilah, dengan sikap inilah kita dapat memahami dimensi feminin Gereja ini, yang, ketika dimensi tersebut tidak ada, Gereja kehilangan jatidirinya dan menjadi sebuah badan amal atau sebuah tim sepak bola, atau apa pun, tetapi bukan Gereja.
Hanya Gereja yang feminin yang akan mampu memiliki “sikap yang bermanfaat”, sesuai dengan kehendak Allah, yang memilih “dilahirkan dari seorang perempuan untuk mengajari kita jalan perempuan.
Jalan penting yaitu Gereja adalah seorang perempuan, yang memiliki sikap seorang mempelai perempuan dan sikap seorang ibu ini. Ketika kita melupakan hal ini, Gereja merupakan Gereja yang maskulin. Tanpa dimensi ini, sayangnya Gereja menjadi gereja jejaka tua, yang hidup dalam keterasingan ini, tidak mampu mengasihi, tidak mampu menjadi bermanfaat. Tanpa perempuan itu, Gereja tidak maju — karena ia adalah seorang perempuan. Dan sikap perempuan ini berasal dari Maria, karena Yesus menghendakinya demikian.
Keutamaan
yang terutama membedakan seorang perempuan, kata Paus Fransiskus, adalah
kelembutan, seperti kelembutan Maria, ketika ia "melahirkan Putra
sulungnya dan membungkus-Nya dengan pakaian lampin, serta meletakkan-Nya di
palungan". Maria merawat-Nya, dengan kelemahlembutan dan kerendahan hati,
yang merupakan keutamaan besar bagi para ibu.
Sebuah Gereja yang adalah seorang ibu berjalan di sepanjang jalan kelembutan. Gereja mengenal bahasa kebijaksanaan seperti belaian, keheningan, tatapan yang mengenal belas kasih, yang mengenal tanpa bersuara. Gereja juga adalah jiwa, pribadi yang menghayati cara ini dengan menjadi anggota Gereja, mengenal bahwa dirinya adalah [seperti] seorang ibu [dan] harus mengikuti jalan yang sama: pribadi [yang] lemah lembut, penuh kasih sayang, tersenyum, penuh cinta.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.