Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 13 September 2018 : BELAS KASIH ADALAH "CORAK" ORANG KRISTIANI

Bacaan Ekaristi : 1Kor. 8:1b-7,11-13; Mzm. 139:1-3,13-14ab,23-24; Luk. 6:27-38.

Orang kristiani tidak mengikuti "roh dunia", tetapi menjalani "kebodohan Salib". Itulah yang disampaikan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Kamis pagi, 13 September 2018, di Casa Santa Marta, Vatikan

“Menjadi orang kristiani tidaklah mudah”, tetapi membuat kita “bahagia” : jalan yang ditunjukkan kepada kita oleh Bapa surgawi adalah jalan “belas kasih” dan jalan “kedamaian batin”. Mengacu pada Bacaan Injil hari itu (Luk 6:27-38), Paus Fransiskus sekali lagi menjelaskan ciri khas "corak orang Kristiani". Paus Fransiskus mengatakan bahwa Tuhan selalu menunjukkan kepada kita harus seperti apakah “kehidupan seorang murid”. Ia melakukannya, misalnya, melalui Sabda Bahagia atau karya-karya belas kasih.



Secara khusus, liturgi hari itu berfokus pada "empat rincian untuk menjalani kehidupan kristiani" : "kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu". Paus Fransiskus mengatakan bahwa orang kristiani seharusnya jangan pernah masuk "ke dalam pergunjingan", atau "ke dalam nalar caci maki", yang hanya menyebabkan "peperangan", tetapi selalu menemukan waktu "untuk mendoakan orang-orang yang menjengkelkan" :

Inilah corak orang kristiani, inilah gaya hidup kristiani. Tetapi jika aku tidak melakukan keempat hal ini? Mengasihi musuh, berbuat baik kepada orang-orang yang membenciku, memberkati orang-orang yang mengutukiku, dan berdoa bagi orang-orang yang menganiayaku, apakah aku bukan orang kristiani? Ya, kamu adalah orang kristiani karena kamu telah menerima pembaptisan, tetapi kamu tidak hidup seperti orang kristiani. Kamu hidup seperti orang kafir, dengan roh keduniawian.

Tentu saja mudah untuk “menjelek-jelekkan musuh atau orang yang berasal dari kelompok yang berbeda”, tetapi nalar kristiani melawan arus, dan mengikuti “kebodohan Salib”. Tujuan utamanya, Paus Fransiskus menambahkan, “adalah mencapai titik di mana diri kita bersikap seperti anak-anak Bapa kita” :

Hanya orang yang berbelas kasih seperti Allah Bapa. "Berbelas kasihlah, karena Bapamu penuh belas kasihan". Inilah jalannya, jalan yang bertentangan dengan roh dunia, yang berpikir secara berbeda, yang tidak menuduh orang lain. Karena di antara kita ada "Sang Penuduh besar", pihak yang selalu akan menuduh kita di hadapan Allah, akan selalu menghancurkan. Setan : dialah "Sang Penuduh besar". Dan ketika aku masuk ke dalam nalar menuduh , nalar mengutuk, berusaha berbuat jahat kepada orang lain, aku masuk ke dalam nalar "Sang Penuduh besar" yang adalah "Sang Perusak", yang melakukannya dengan tidak mengenal kata belas kasih, tidak mengenalnya, belum pernah menjalaninya.

Kehidupan berfluktuasi di antara dua ajakan : ajakan Bapa dan ajakan "Sang Penuduh besar", "yang mendorong kita untuk menuduh orang lain, untuk menghancurkan mereka" :

Tetapi dialah yang sedang menghancurkanku! Dan kamu tidak bisa melakukannya kepada orang lain. Kamu tidak dapat masuk ke dalam nalar penuduh tersebut. 'Tetapi Bapa, aku harus menuduh'. Ya, menuduh diri kamu. Kamu melakukannya dengan baik. Untuk orang lain, hanya belas kasih, karena kita adalah anak-anak Bapa yang penuh belas kasih.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.