Bacaan
Ekaristi : Yer. 31:7-9; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Ibr. 5:1-6; Mrk. 10:46-52.
Kisah
yang baru saja kita dengar adalah kisah terakhir dari kisah-kisah penginjil
Markus yang berkaitan dengan pelayanan keliling Yesus, yang akan memasuki
Yerusalem untuk wafat dan bangkit. Bartimeus dengan demikian adalah orang
terakhir dari orang-orang yang mengikuti Yesus di sepanjang jalan : dari
seorang pengemis di sepanjang jalan menuju Yerikho, ia menjadi seorang murid
yang berjalan bersama murid-murid lainnya dalam perjalanan menuju Yerusalem.
Kita juga telah berjalan saling berdampingan; kita telah menjadi sebuah
"sinode". Injil ini memetereikan tiga langkah dasariah dalam
perjalanan iman.
Pertama,
marilah kita membahas Bartimeus. Namanya berarti "anak Timeus".
Begitulah cara Injil menggambarkannya : “Bartimeus, anak Timeus” (Mrk 10:46).
Namun anehnya, ayahnya tidak didapati. Bartimeus sendirian di pinggir jalan,
jauh dari rumah dan tanpa ayah. Ia tidak dicintai, tetapi terabaikan. Ia buta
dan tidak punya siapa-siapa untuk mendengarkannya. Yesus mendengar
permohonannya. Ketika Ia datang kepadanya, Ia membiarkannya berbicara. Tidaklah
sulit menebak apa yang diinginkan Bartimeus : jelas, orang buta ingin melihat
atau mendapatkan kembali penglihatannya. Tetapi Yesus meluangkan waktu; Ia
meluangkan waktu untuk mendengarkan. Inilah langkah pertama dalam membantu
perjalanan iman : mendengarkan. Mendengarkan adalah kerasulan telinga :
mendengarkan sebelum berbicara.
Sebaliknya,
banyak orang yang bersama-sama Yesus memerintahkan Bartimeus untuk diam (bdk.
ayat 48). Bagi murid-murid seperti itu, orang yang membutuhkan adalah sebuah
gangguan di sepanjang jalan, tidak diharapkan dan tidak direncanakan. Mereka
lebih menyukai jadwal mereka sendiri terutama jadwal Sang Guru, mereka lebih
banyak berbicara ketimbang mendengarkan orang lain. Mereka sedang mengikuti
Yesus, tetapi mereka memikirkan rencana mereka sendiri. Inilah resikonya yang
terhadapnya harus terus-menerus berhati-hati. Namun, bagi Yesus, teriakan
orang-orang yang memohon bantuan bukanlah sebuah gangguan tetapi sebuah
tantangan. Seberapa penting bagi kita untuk mendengarkan kehidupan! Anak-anak
Bapa surgawi peduli terhadap saudara dan saudari mereka, bukan dengan obrolan
yang tidak berguna, tetapi dengan kebutuhan sesama mereka. Mereka mendengarkan
dengan sabar dan penuh kasih, seperti yang dilakukan Allah terhadap kita dan
terhadap doa-doa kita, betapapun berulang kali. Allah tidak pernah lelah; Ia
selalu bahagia ketika kita mencari-Nya. Semoga kita juga memohonkan rahmat hati
yang mendengarkan. Saya ingin mengatakan kepada kaum muda, atas nama kita semua
kaum dewasa : ampunilah kami jika kami sering tidak mendengarkan kalian, jika,
alih-alih membuka hati kami, kami telah memenuhi telinga kalian. Sebagai Gereja
Kristus, kami ingin mendengarkan kalian dengan cinta, tentu saja dua hal : agar
hidup kalian berharga di mata Allah, karena Allah adalah muda dan mengasihi
kaum muda, dan agar kehidupan kalian juga berharga di mata kami, serta memang
perlu untuk bergerak maju.
Setelah
mendengarkan, langkah kedua dalam perjalanan iman adalah menjadi sesama. Marilah
kita memandang Yesus : Ia tidak melimpahkan pada seseorang dari "orang
banyak" yang mengikuti-Nya, tetapi secara pribadi menemui Bartimeus. Ia
bertanya kepadanya, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat
bagimu?" (ayat 51). Apa yang kaukehendaki … - Yesus sepenuhnya sibuk
bersama Bartimeus; Ia tidak berusaha menghindarinya ... aku lakukan - tidak
hanya berbicara, tetapi melakukan sesuatu … untukmu - tidak menurut
gagasan-gagasanku yang terbayangkan sebelumnya, tetapi untukmu, dalam situasimu
yang khusus. Begitulah cara Allah bekerja. Ia secara pribadi terlibat dengan
cinta yang istimewa bagi setiap orang. Dengan tindakan-tindakan-Nya, Ia sudah
menyampaikan pesan-Nya. Iman demikian demikian berbunga dalam kehidupan.
Iman
berlalu melewati kehidupan. Ketika iman benar-benar berkaitan dengan
rumusan-rumusan ajaran, iman mengandung resiko hanya berbicara kepada kepala
tanpa menyentuh hati. Dan ketika iman berkaitan dengan kegiatan semata, ia
mengandung resiko berubah menjadi karya sosial dan bermoral semata. Iman,
sebaliknya, adalah kehidupan : iman sedang hidup dalam kasih Allah yang telah
mengubah hidup kita. Kita tidak dapat memilih antara ajaran dan kegiatan. Kita
dipanggil untuk melaksanakan karya Allah dengan cara Allah : dalam kedekatan,
dengan berpegang erat kepada-Nya, dalam persekutuan satu sama lain, bersama
saudara dan saudari kita. Kedekatan: itulah rahasia untuk menyampaikan pokok
iman, dan bukan aspek nomor dua.
Menjadi
sesama berarti membawa kebaruan Allah ke dalam kehidupan saudara dan saudari
kita. Menjadi sesama bertindak sebagai penangkal terhadap godaan berbagai
jawaban yang mudah dan berbagai perbaikan yang cepat. Marilah kita bertanya
kepada diri kita sendiri apakah, sebagai umat Kristiani, kita mampu menjadi
sesama, melangkah keluar dari lingkaran kita dan merangkul orang-orang yang
bukan “salah seorang dari kita”, orang-orang yang sungguh-sungguh dicari Allah.
Godaan yang sering ditemukan dalam Kitab Suci akan selalu ada : godaan untuk
mencuci tangan kita. Itulah apa yang dilakukan orang banyak dalam Injil hari
ini. Itulah yang dilakukan Kain terhadap Habel, dan Pilatus terhadap Yesus:
mereka mencuci tangan mereka. Tetapi kita ingin meneladan Yesus dan, seperti
Dia, mengotori tangan kita. Ia adalah jalan (bdk. Yoh 14:6), yang berhenti di
jalan demi Bartimeus. Ia adalah terang dunia (bdk. Yoh 9:5), yang membungkuk
untuk membantu seorang buta. Marilah kita menyadari bahwa Tuhan telah mengotori
tangan-Nya demi kita masing-masing. Marilah kita memandang salib, mulailah dari
sana dan ingatlah bahwa Allah menjadi sesamaku dalam dosa dan kematian. Ia
menjadi sesamaku : semuanya dimulai dari sana. Dan ketika, demi cinta akan Dia,
kita juga menjadi sesama, kita menjadi para pembawa kehidupan baru. Bukan guru
semua orang, bukan pakar dalam hal-hal yang sakral, tetapi saksi cinta yang
menyelamatkan.
Langkah
ketiga adalah memberi kesaksian. Marilah kita membahas para murid yang, atas
permintaan Yesus, memanggil Bartimeus. Mereka tidak mendekati seorang pengemis
dengan mata uang untuk membungkamnya, atau memberikan saran. Mereka berjalan
dalam nama Yesus. Sesungguhnya, mereka hanya mengucapkan tiga patah kata
kepadanya, dan ketiganya adalah kata-kata Yesus : “Kuatkan hatimu, berdirilah,
Ia memanggil engkau" (ayat 49). Di mana pun di dalam Injil, Yesus sendiri
berkata, “Kuatkan hatimu”, karena Ia sendiri “membesarkan hati” orang-orang
yang menghiraukan-Nya. Dalam Injil, Yesus sendiri berkata,
"Berdirilah", dan menyembuhkan jiwa raga. Yesus sendiri memanggil,
mengubah kehidupan orang-orang yang mengikuti-Nya, membantu membangkitkan
orang-orang yang jatuh, membawa terang Allah ke dalam gelapnya kehidupan.
Begitu banyak anak-anak, begitu banyak kaum muda, seperti Bartimeus, sedang
mencari terang dalam kehidupan mereka. Mereka sedang mencari cinta sejati. Dan
seperti Bartimeus yang berada di tengah-tengah orang banyak itu memanggil Yesus
sendirian, mereka juga mencari kehidupan, tetapi sering hanya menemukan
janji-janji kosong dan sedikit orang yang benar-benar peduli.
Mengharapkan
agar saudara dan saudari kita yang merupakan para pencari seharusnya mengetuk
pintu kita tidaklah bersifat kristiani; kita harus pergi kepada mereka, membawa
bukan diri kita tetapi Yesus. Ia mengutus kita, seperti para murid itu, untuk
menyemangati orang lain dan membangkitkan mereka dalam nama-Nya. Ia mengutus
kita ke luar guna mengatakan kepada setiap orang : “Allah sedang memintamu
untuk membiarkan dirimu dicintai oleh-Nya”. Betapa seringnya, alih-alih pesan
keselamatan yang membebaskan ini, kita telah membawa diri kita, “resep” dan
“label” kita sendiri ke dalam Gereja! Betapa seringnya, alih-alih menjadikan
kata-kata Tuhan kata-kata kita sendiri, kita menjajakan gagasan-gagasan kita
sendiri sebagai kata-kata-Nya! Seberapa sering umat merasakan lembaga-lembaga
kita lebih membebani ketimbang kehadiran Yesus yang ramah! Dalam kasus-kasus
ini, kita bertindak lebih daripada lembaga swadaya masyarakat, perantara yang
dikendalikan oleh negara, dan bukan komunitas orang-orang yang diselamatkan
yang tinggal dalam sukacita Tuhan.
Mendengarkan,
menjadi sesama, menjadi saksi. Perjalanan iman dalam Injil hari ini berakhir
dengan cara yang indah dan mengejutkan ketika Yesus berkata, “Pergilah, imanmu
telah menyelamatkan engkau!" (ayat 52). Namun Bartimeus tidak membuat
pengakuan iman atau melakukan karya baik apapun; ia hanya memohonkan belas
kasih. Merasakan dirinya membutuhkan keselamatan adalah awal dari iman.
Merasakan dirinya membutuhkan keselamatan adalah jalan langsung untuk berjumpa
Yesus. Iman yang menyelamatkan Bartimeus tidak ada hubungannya dengan memiliki
gagasan-gagasan yang jelas tentang Allah, tetapi dalam usahanya mencari dan
rindu untuk berjumpa dengan-Nya. Iman berkaitan dengan perjumpaan, bukan teori.
Dalam perjumpaan, Yesus lewat; dalam perjumpaan, jantung Gereja berdenyut.
Kemudian, bukan khotbah kita, tetapi kesaksian hidup kitalah akan terbukti
ampuh.
Kepada
kalian semua yang telah mengambil bagian dalam "perjalanan bersama"
ini, saya mengucapkan "terima kasih" atas kesaksian kalian. Kita
telah bekerja dalam persekutuan, dengan kejujuran dan keinginan untuk melayani
umat Allah. Semoga Tuhan memberkati langkah-langkah kita, sehingga kita dapat
mendengarkan kaum muda, menjadi sesama mereka, dan di hadapan mereka memberikan
kesaksian bagi Yesus, Sang Sukacita hidup kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.