Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PENUTUPAN SIDANG UMUM BIASA SINODE TENTANG KAUM MUDA, IMAN DAN KEARIFAN PANGGILAN DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN, 28 Oktober 2018

Bacaan Ekaristi : Yer. 31:7-9; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Ibr. 5:1-6; Mrk. 10:46-52.

Kisah yang baru saja kita dengar adalah kisah terakhir dari kisah-kisah penginjil Markus yang berkaitan dengan pelayanan keliling Yesus, yang akan memasuki Yerusalem untuk wafat dan bangkit. Bartimeus dengan demikian adalah orang terakhir dari orang-orang yang mengikuti Yesus di sepanjang jalan : dari seorang pengemis di sepanjang jalan menuju Yerikho, ia menjadi seorang murid yang berjalan bersama murid-murid lainnya dalam perjalanan menuju Yerusalem. Kita juga telah berjalan saling berdampingan; kita telah menjadi sebuah "sinode". Injil ini memetereikan tiga langkah dasariah dalam perjalanan iman.


Pertama, marilah kita membahas Bartimeus. Namanya berarti "anak Timeus". Begitulah cara Injil menggambarkannya : “Bartimeus, anak Timeus” (Mrk 10:46). Namun anehnya, ayahnya tidak didapati. Bartimeus sendirian di pinggir jalan, jauh dari rumah dan tanpa ayah. Ia tidak dicintai, tetapi terabaikan. Ia buta dan tidak punya siapa-siapa untuk mendengarkannya. Yesus mendengar permohonannya. Ketika Ia datang kepadanya, Ia membiarkannya berbicara. Tidaklah sulit menebak apa yang diinginkan Bartimeus : jelas, orang buta ingin melihat atau mendapatkan kembali penglihatannya. Tetapi Yesus meluangkan waktu; Ia meluangkan waktu untuk mendengarkan. Inilah langkah pertama dalam membantu perjalanan iman : mendengarkan. Mendengarkan adalah kerasulan telinga : mendengarkan sebelum berbicara.

Sebaliknya, banyak orang yang bersama-sama Yesus memerintahkan Bartimeus untuk diam (bdk. ayat 48). Bagi murid-murid seperti itu, orang yang membutuhkan adalah sebuah gangguan di sepanjang jalan, tidak diharapkan dan tidak direncanakan. Mereka lebih menyukai jadwal mereka sendiri terutama jadwal Sang Guru, mereka lebih banyak berbicara ketimbang mendengarkan orang lain. Mereka sedang mengikuti Yesus, tetapi mereka memikirkan rencana mereka sendiri. Inilah resikonya yang terhadapnya harus terus-menerus berhati-hati. Namun, bagi Yesus, teriakan orang-orang yang memohon bantuan bukanlah sebuah gangguan tetapi sebuah tantangan. Seberapa penting bagi kita untuk mendengarkan kehidupan! Anak-anak Bapa surgawi peduli terhadap saudara dan saudari mereka, bukan dengan obrolan yang tidak berguna, tetapi dengan kebutuhan sesama mereka. Mereka mendengarkan dengan sabar dan penuh kasih, seperti yang dilakukan Allah terhadap kita dan terhadap doa-doa kita, betapapun berulang kali. Allah tidak pernah lelah; Ia selalu bahagia ketika kita mencari-Nya. Semoga kita juga memohonkan rahmat hati yang mendengarkan. Saya ingin mengatakan kepada kaum muda, atas nama kita semua kaum dewasa : ampunilah kami jika kami sering tidak mendengarkan kalian, jika, alih-alih membuka hati kami, kami telah memenuhi telinga kalian. Sebagai Gereja Kristus, kami ingin mendengarkan kalian dengan cinta, tentu saja dua hal : agar hidup kalian berharga di mata Allah, karena Allah adalah muda dan mengasihi kaum muda, dan agar kehidupan kalian juga berharga di mata kami, serta memang perlu untuk bergerak maju.

Setelah mendengarkan, langkah kedua dalam perjalanan iman adalah menjadi sesama. Marilah kita memandang Yesus : Ia tidak melimpahkan pada seseorang dari "orang banyak" yang mengikuti-Nya, tetapi secara pribadi menemui Bartimeus. Ia bertanya kepadanya, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" (ayat 51). Apa yang kaukehendaki … - Yesus sepenuhnya sibuk bersama Bartimeus; Ia tidak berusaha menghindarinya ... aku lakukan - tidak hanya berbicara, tetapi melakukan sesuatu … untukmu - tidak menurut gagasan-gagasanku yang terbayangkan sebelumnya, tetapi untukmu, dalam situasimu yang khusus. Begitulah cara Allah bekerja. Ia secara pribadi terlibat dengan cinta yang istimewa bagi setiap orang. Dengan tindakan-tindakan-Nya, Ia sudah menyampaikan pesan-Nya. Iman demikian demikian berbunga dalam kehidupan.

Iman berlalu melewati kehidupan. Ketika iman benar-benar berkaitan dengan rumusan-rumusan ajaran, iman mengandung resiko hanya berbicara kepada kepala tanpa menyentuh hati. Dan ketika iman berkaitan dengan kegiatan semata, ia mengandung resiko berubah menjadi karya sosial dan bermoral semata. Iman, sebaliknya, adalah kehidupan : iman sedang hidup dalam kasih Allah yang telah mengubah hidup kita. Kita tidak dapat memilih antara ajaran dan kegiatan. Kita dipanggil untuk melaksanakan karya Allah dengan cara Allah : dalam kedekatan, dengan berpegang erat kepada-Nya, dalam persekutuan satu sama lain, bersama saudara dan saudari kita. Kedekatan: itulah rahasia untuk menyampaikan pokok iman, dan bukan aspek nomor dua.

Menjadi sesama berarti membawa kebaruan Allah ke dalam kehidupan saudara dan saudari kita. Menjadi sesama bertindak sebagai penangkal terhadap godaan berbagai jawaban yang mudah dan berbagai perbaikan yang cepat. Marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri apakah, sebagai umat Kristiani, kita mampu menjadi sesama, melangkah keluar dari lingkaran kita dan merangkul orang-orang yang bukan “salah seorang dari kita”, orang-orang yang sungguh-sungguh dicari Allah. Godaan yang sering ditemukan dalam Kitab Suci akan selalu ada : godaan untuk mencuci tangan kita. Itulah apa yang dilakukan orang banyak dalam Injil hari ini. Itulah yang dilakukan Kain terhadap Habel, dan Pilatus terhadap Yesus: mereka mencuci tangan mereka. Tetapi kita ingin meneladan Yesus dan, seperti Dia, mengotori tangan kita. Ia adalah jalan (bdk. Yoh 14:6), yang berhenti di jalan demi Bartimeus. Ia adalah terang dunia (bdk. Yoh 9:5), yang membungkuk untuk membantu seorang buta. Marilah kita menyadari bahwa Tuhan telah mengotori tangan-Nya demi kita masing-masing. Marilah kita memandang salib, mulailah dari sana dan ingatlah bahwa Allah menjadi sesamaku dalam dosa dan kematian. Ia menjadi sesamaku : semuanya dimulai dari sana. Dan ketika, demi cinta akan Dia, kita juga menjadi sesama, kita menjadi para pembawa kehidupan baru. Bukan guru semua orang, bukan pakar dalam hal-hal yang sakral, tetapi saksi cinta yang menyelamatkan.

Langkah ketiga adalah memberi kesaksian. Marilah kita membahas para murid yang, atas permintaan Yesus, memanggil Bartimeus. Mereka tidak mendekati seorang pengemis dengan mata uang untuk membungkamnya, atau memberikan saran. Mereka berjalan dalam nama Yesus. Sesungguhnya, mereka hanya mengucapkan tiga patah kata kepadanya, dan ketiganya adalah kata-kata Yesus : “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau" (ayat 49). Di mana pun di dalam Injil, Yesus sendiri berkata, “Kuatkan hatimu”, karena Ia sendiri “membesarkan hati” orang-orang yang menghiraukan-Nya. Dalam Injil, Yesus sendiri berkata, "Berdirilah", dan menyembuhkan jiwa raga. Yesus sendiri memanggil, mengubah kehidupan orang-orang yang mengikuti-Nya, membantu membangkitkan orang-orang yang jatuh, membawa terang Allah ke dalam gelapnya kehidupan. Begitu banyak anak-anak, begitu banyak kaum muda, seperti Bartimeus, sedang mencari terang dalam kehidupan mereka. Mereka sedang mencari cinta sejati. Dan seperti Bartimeus yang berada di tengah-tengah orang banyak itu memanggil Yesus sendirian, mereka juga mencari kehidupan, tetapi sering hanya menemukan janji-janji kosong dan sedikit orang yang benar-benar peduli.

Mengharapkan agar saudara dan saudari kita yang merupakan para pencari seharusnya mengetuk pintu kita tidaklah bersifat kristiani; kita harus pergi kepada mereka, membawa bukan diri kita tetapi Yesus. Ia mengutus kita, seperti para murid itu, untuk menyemangati orang lain dan membangkitkan mereka dalam nama-Nya. Ia mengutus kita ke luar guna mengatakan kepada setiap orang : “Allah sedang memintamu untuk membiarkan dirimu dicintai oleh-Nya”. Betapa seringnya, alih-alih pesan keselamatan yang membebaskan ini, kita telah membawa diri kita, “resep” dan “label” kita sendiri ke dalam Gereja! Betapa seringnya, alih-alih menjadikan kata-kata Tuhan kata-kata kita sendiri, kita menjajakan gagasan-gagasan kita sendiri sebagai kata-kata-Nya! Seberapa sering umat merasakan lembaga-lembaga kita lebih membebani ketimbang kehadiran Yesus yang ramah! Dalam kasus-kasus ini, kita bertindak lebih daripada lembaga swadaya masyarakat, perantara yang dikendalikan oleh negara, dan bukan komunitas orang-orang yang diselamatkan yang tinggal dalam sukacita Tuhan.

Mendengarkan, menjadi sesama, menjadi saksi. Perjalanan iman dalam Injil hari ini berakhir dengan cara yang indah dan mengejutkan ketika Yesus berkata, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" (ayat 52). Namun Bartimeus tidak membuat pengakuan iman atau melakukan karya baik apapun; ia hanya memohonkan belas kasih. Merasakan dirinya membutuhkan keselamatan adalah awal dari iman. Merasakan dirinya membutuhkan keselamatan adalah jalan langsung untuk berjumpa Yesus. Iman yang menyelamatkan Bartimeus tidak ada hubungannya dengan memiliki gagasan-gagasan yang jelas tentang Allah, tetapi dalam usahanya mencari dan rindu untuk berjumpa dengan-Nya. Iman berkaitan dengan perjumpaan, bukan teori. Dalam perjumpaan, Yesus lewat; dalam perjumpaan, jantung Gereja berdenyut. Kemudian, bukan khotbah kita, tetapi kesaksian hidup kitalah akan terbukti ampuh.

Kepada kalian semua yang telah mengambil bagian dalam "perjalanan bersama" ini, saya mengucapkan "terima kasih" atas kesaksian kalian. Kita telah bekerja dalam persekutuan, dengan kejujuran dan keinginan untuk melayani umat Allah. Semoga Tuhan memberkati langkah-langkah kita, sehingga kita dapat mendengarkan kaum muda, menjadi sesama mereka, dan di hadapan mereka memberikan kesaksian bagi Yesus, Sang Sukacita hidup kita.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.