Bacaan
Ekaristi : Why. 14:1-3,4b-5;
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; Luk. 21:1-4.
Dalam
homilinya pada Misa harian Senin pagi 26 November 2018 di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus mengundang umat Kristiani untuk bermurah hati terhadap
orang-orang miskin. Beliau mengatakan bahwa sikap amal membuka hati dan
membantu kita menjadi semakin baik hati seraya memperingatkan bahwa musuh
kemurahan hati adalah konsumerisme, di mana kita membeli lebih banyak daripada
yang kita butuhkan.
Bapa
Suci mengatakan di berbagai tempat dalam keempat Injil Yesus mempertentangkan
orang kaya dan orang miskin. Beliau mengatakan kita dapat memikirkan jawaban
Yesus kepada seorang muda kaya : “Sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya
untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 19:23).
Paus
Fransiskus mengatakan beberapa orang akan menyebut Kristus "seorang
komunis". “Tuhan, ketika Ia mengatakan hal-hal ini, tahu bahwa di balik
kekayaan selalu ada roh jahat yang mengintai : roh dunia”, beliau mengatakan.
Namun, Paus Fransiskus mencatat, Yesus juga mengatakan, ”Tak seorang pun dapat
mengabdi kepada dua tuan” (Mat 6:24).
Dalam
Bacaan Injil hari ini (Luk 21:1-4), orang-orang kaya “yang sedang memasukkan
persembahan mereka ke dalam peti persembahan” dipertentangkan dengan janda
miskin “yang memasukkan dua peser”.
Paus
Fransiskus mengatakan orang-orang kaya dalam kisah ini “tidak jahat” tetapi
“orang-orang baik yang pergi ke Bait Suci dan memberikan persembahan mereka”.
"Para
janda, para yatim piatu, para migran, dan orang-orang asing adalah orang-orang
paling miskin di Israel," kata Paus Fransiskus. Si janda “telah
mempersembahkan seluruh mata pencahariannya”, karena ia percaya kepada Tuhan.
"Ia memberikan segalanya", kata Paus Fransiskus, "karena Tuhan
lebih besar dari yang lain. Pesan dari perikop Injil ini adalah undangan untuk
bermurah hati”.
Beralih
ke angka-angka yang berkenaan dengan jumlah kemiskinan di dunia hari ini, Paus
Fransiskus mengatakan banyak anak yang mati kelaparan atau kekurangan
obat-obatan adalah undangan untuk bertanya kepada diri kita sendiri :
"Tetapi bagaimana aku bisa mengatasi situasi ini?" Pertanyaan ini,
beliau mengatakan, berasal dari keinginan untuk berbuat baik.
“Seruan
untuk bermurah hati. Kemurahan hati termasuk kehidupan sehari-hari; kemurahan
hati adalah sesuatu yang seharusnya kita pikirkan : 'Bagaimana aku bisa menjadi
semakin bermurah hati, dengan orang-orang miskin, orang-orang yang membutuhkan
... Bagaimana aku bisa semakin membantu?'. 'Tetapi Bapa, engkau tahu bahwa kami
hampir tidak bisa melewati bulan'. 'Tetapi tentunya kamu memiliki setidaknya
beberapa peser yang tersisa? Pikirkanlah tentang hal itu : kamu bisa bermurah
hati dengan mereka ...'. Pertimbangkanlah hal-hal kecil. Misalnya, lihatlah
sepintas kamarmu atau lemari pakaianmu. Berapa banyak pasang sepatu yang aku
miliki? Satu, dua, tiga, empat, lima belas, dua puluh ... Kita masing-masing
tahu. Mungkin terlalu banyak ... saya kenal seorang monsinyur yang memiliki
empat puluh pasang sepatu ... Tetapi jika kamu memiliki banyak pasang sepatu,
berikanlah setengahnya. Berapa banyak pakaian yang tidak aku gunakan atau digunakan
hanya setahun sekali? Inilah salah satu cara untuk bermurah hati, memberi apa
yang kita punyai, dan berbagi”.
Paus
Fransiskus kemudian menceritakan sebuah kisah tentang seorang perempuan yang
ditemuinya, ketika ia pergi berbelanja, menghabiskan 10% untuk membeli makanan
bagi orang miskin. Beliau mengatakan bahwa ia memberikan “persepuluhan” kepada
orang miskin.
“Kita
bisa melakukan berbagai mukjizat melalui kemurahan hati. Kemurahan hati dalam
berbagai hal kecil. Mungkin kita tidak melakukannya karena kita hanya tidak
memikirkannya. Pesan Injil membuat kita merenungkan : Bagaimana aku bisa
semakin bermurah hati? Hanya sedikit lebih, tidak banyak ... 'Memang benar,
Bapa, Anda benar tetapi ... aku tidak tahu mengapa, tetapi aku selalu takut
...' Tetapi saat ini ada penyakit lain, yang bekerja melawan kemurahan hati :
Penyakit konsumerisme".
Paus
Fransiskus mengatakan konsumerisme selalu berupa membeli barang-barang. Beliau
ingat bahwa, ketika beliau tinggal di Buenos Aires, “setiap akhir pekan ada
acara TV tentang pariwisata eceran”. Mereka akan naik pesawat terbang pada
Jumat malam, terbang ke sebuah negara sekitar 10 jam perjalanan, dan kemudian
menghabiskan seluruh Sabtu dengan berbelanja sebelum pulang ke rumah pada hari
Minggu.
“Konsumerisme
adalah penyakit yang mengerikan saat ini. Saya tidak sedang mengatakan kita
semua melakukannya, tidak. Tetapi konsumerisme - pengeluaran yang berlebihan
untuk membeli lebih banyak daripada yang kita butuhkan - adalah kurangnya
penghematan dalam kehidupan. Inilah musuh kemurahan hati. Dan kemurahan hati
jasmani - memikirkan orang-orang miskin : 'Aku dapat memberikan ini sehingga
mereka dapat makan atau memiliki pakaian' - memiliki hasil yang tersembunyi :
kemurahan hati tersebut melapangkan hati dan membantu kita menjadi dermawan”.
Paus
Fransiskus mengatakan kita perlu memiliki hati yang dermawan, di mana semua
orang bisa masuk. “Orang-orang kaya yang memberi uang itu baik; perempuan tua
itu adalah orang kudus”, kata Paus Fransiskus.
Akhirnya,
Bapa Suci mengundang kita untuk bermurah hati dan memulai dengan memeriksa
rumah-rumah kita untuk menemukan “apa yang tidak kita butuhkan dan dapat
berguna bagi orang lain”. Kita seharusnya mohon kepada Allah, beliau
mengatakan, “untuk membebaskan kita” dari penyakit konsumerisme yang berbahaya
itu, yang memperbudak kita dan menciptakan ketergantungan pada pengeluaran
uang. “Marilah kita memohonkan kepada Tuhan rahmat untuk menjadi bermurah hati,
sehingga hati kita dapat terbuka dan kita dapat semakin baik hati”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.