Bacaan
Ekaristi : Yer. 23:5-8; Mzm. 72:2,12-13,18-19; Mat. 1:18-25.
Dalam
homilinya pada Misa harian Selasa pagi 18 Desember 2018 di kapel Casa Santa
Marta, Vatikan, Paus Fransiskus berkaca pada teladan Santo Yosef. Santo Yosef
disebutnya "seorang manusia mimpi ... yang tahu bagaimana menemani orang
lain dalam keheningan". Beliau juga mendoakan beberapa anak-anak cacat
asal Slowakia yang telah membuat dekorasi Natal untuk kapel tersebut.
Bapa
Suci mengatakan Bacaan Injil hari itu (Mat 1:18-25) menghadirkan Yosef sebagai
“seorang yang tulus hati, yang mematuhi Hukum, bekerja keras, rendah hati, dan
mengasihi Maria”. Ketika pertama kali menghadapi sesuatu yang tidak ia pahami,
“ia lebih suka melangkah mundur” tetapi “Allah mengungkapkan kepadanya
perutusannya”. Jadi Santo Yosef mengambil peran barunya dengan sepenuh hati, dan
membantu membesarkan Putra Allah, “dalam keheningan, tanpa menduga-dua, tanpa
berbicara buruk tentang orang lain, dan tanpa bergunjing".
“Ia
membantu-Nya tumbuh dan berkembang. Maka ia mencari tempat bagi Sang Anak untuk
dilahirkan. Ia merawat-Nya, membantu-Nya bertumbuh, dan mengajari-Nya untuk
bekerja : banyak hal ... dalam keheningan. Ia tidak pernah mengambil alih Sang
Anak untuk dirinya sendiri. Ia diam-diam memperkenankan-Nya bertumbuh. Ia
memperkenankan-Nya bertumbuh : gagasan ini bisa sangat membantu kita, kita yang
pada dasarnya selalu ingin menempelkan hidung kita dalam segala hal, terutama
dalam kehidupan orang lain ... Dan kita mulai bergunjing, bercakap-cakap ...
Tetapi ia memperkenankan-Nya bertumbuh, diam-diam memperhatikan-Nya dan membantu-Nya".
Paus
Fransiskus mengatakan banyak orang tua bersikap bijak dalam merawat anak-anak
mereka tanpa suka memaksa. Beliau mengatakan mereka memiliki kemampuan untuk
menunggu, tanpa segera berteriak jika sang anak melakukan sebuah kesalahan.
Mengetahui cara menunggu, beliau mengatakan, sebelum mengatakan sesuatu guna
membantu mereka bertumbuh adalah penting. Allah pun, kata Paus Fransiskus,
memiliki sikap sabar dengan anak-anak-Nya, karena Ia menunggu dalam keheningan.
Bapa
Suci juga menjelajahi kemampuan Santo Yosef untuk bermimpi, dengan mengatakan
bahwa ia adalah seorang manusia yang mengamalkan tetapi menjaga hatinya tetap
terbuka seperti “seorang manusia mimpi” dan bukan seperti “seorang pemimpi”.
“Mimpi-mimpi
adalah tempat istimewa untuk mencari kebenaran, karena di sana kita tidak dapat
membela diri terhadap kebenaran. Mimpi-mimpi datang, dan Allah berbicara
melalui mimpi-mimpi. Karena seringkali alam bawah sadar kita yang muncul, meski
tidak selalu, maka sering kali Allah memilih untuk berbicara melalui mimpi. Ia
sering melakukannya dalam Kitab Suci. Dalam mimpi-mimpi. Tetapi Santo Yosef
adalah seorang manusia mimpi-mimpi, tetapi bukan seorang pemimpi, ya khan? Ia
tidak abstrak. Seorang pemimpi adalah sesuatu yang berbeda. Ia adalah seorang yang
percaya ... berjalan ke luar jalur ... pikirannya mengawang-awang, dan kakinya
tidak berdiri di tanah. Santo Yosef berdiri di tanah. Tetapi ia berpikiran
terbuka".
Akhirnya,
Paus Fransiskus mengajak kita guna tidak kehilangan kemampuan untuk bermimpi dan
membuka diri untuk hari esok dengan kepercayaan, meskipun ada berbagai
kesulitan yang mungkin muncul.
“Jangan
kehilangan kemampuan untuk memimpikan masa depan. Kita masing-masing perlu
bermimpi tentang keluarga kita, anak-anak kita, dan orang tua kita :
membayangkan bagaimana aku menginginkan kehidupan mereka berjalan. Para imam,
juga, perlu bermimpi tentang apa yang kami inginkan bagi umat. Bermimpilah
sebagai kaum muda bermimpi, yang 'tak tahu malu' dalam mimpi-mimpi mereka dan
temukanlah jalan mereka di sana. Jangan sampai kehilangan kemampuan untuk
bermimpi, karena bermimpi adalah membuka pintu bagi masa depan. Semoga berhasil
di masa depan”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.