Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 4 Desember 2018 : MASA ADVEN ADALAH MASA UNTUK MEMBANGUN DAMAI DALAM JIWA, KELUARGA DAN LINGKUNGAN SEKITAR

Bacaan Ekaristi : Yes. 11:1-10; Mzm. 72:2,7-8,12-13,17; Luk. 10:21-24.

Paus Fransiskus mendesak umat Kristiani guna mempersiapkan diri mereka untuk Natal pada Masa Adven ini dengan bersikap rendah hati dan berusaha membangun damai dalam jiwa mereka, dalam keluarga mereka dan di dalam dunia.

Dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi 4 Desember 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mengatakan bahwa mengupayakan damai mencakup tidak berbicara buruk dan merugikan orang lain, sedikit bagaikan meniru Allah, yang merendahkan diri-Nya.


Menunjuk ke pemandangan pastoral yang dimunculkan oleh nabi Yesaya dalam Bacaan Pertama (Yes 11:1-10), di mana serigala dan domba, serta macan tutul dan kambing hidup berdampingan tanpa membahayakan, Paus Fransiskus mengatakan nabi berbicara tentang damai Yesus yang mengubah kehidupan dan sejarah, yang itulah sebabnya Ia disebut "Tokoh Damai".

Masa Adven, oleh karena itu, adalah masa untuk mempersiapkan diri kita bagi Sang Tokoh Damai ini dengan mendamaikan diri kita, jiwa kita, yang sering berada dalam kecemasan, kesedihan yang mendalam dan tanpa harapan. Untuk ini, kita harus mulai dengan diri kita sendiri.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa hari ini Tuhan bertanya kepada kita apakah jiwa kita damai? Jika tidak, maka kita seharusnya meminta Sang Tokoh Damai untuk menenangkan jiwa kita, agar kita dapat bertemu dengan-Nya. Paus Fransiskus mengatakan kita begitu terbiasa melihat jiwa orang lain daripada jiwa kita sendiri.

Setelah berdamai dengan jiwa kita, inilah saatnya untuk berdamai di rumah, di dalam keluarga, kata Paus Fransiskus. Beliau mencatat banyak kesedihan dalam keluarga dengan banyak pergumulan, "perang kecil" dan kadang-kadang perpecahan. Beliau mendesak umat Kristiani untuk memeriksa diri mereka apakah mereka berada dalam keadaan damai atau berperang dalam keluarga mereka atau terhadap orang lain, apakah ada jembatan atau tembok yang memisahkan.

Paus Fransiskus kemudian berbicara tentang berdamai di dunia di mana ada banyak perang, perpecahan, kebencian, dan eksploitasi. Umat Kristiani seharusnya bertanya pada diri mereka apa yang sedang mereka lakukan berkenaan dengan menciptakan damai di dunia dengan bekerja untuk membangun damai di lingkungan sekitar, di sekolah dan di tempat kerja.

Paus Fransiskus mendesak umat Kristiani untuk bertanya pada diri mereka apakah mereka menemukan alasan untuk berperang, membenci, berbicara buruk tentang orang lain dan mengutuk atau apakah mereka lemah lembut dan berusaha membangun jembatan. Anak-anak juga dapat bertanya pada diri mereka apakah di sekolah mereka melecehkan teman yang tidak mereka sukai karena ia sedikit penuh kebencian atau lemah, atau mereka berdamai dan mengampuni segalanya.

Damai, kata Paus Fransiskus, tidak tinggal diam tetapi selalu bergerak maju. Damai dimulai dengan jiwa, dan setelah melakukan perjalanannya, damai kembali ke jiwa. Berdamai sedikit bagaikan meniru Allah. Ketika Ia ingin berdamai dengan kita dan mengampuni kita, Ia mengutus Putra-Nya untuk berdamai, untuk menjadi Tokoh Damai.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa sebagai pembawa damai, kita tidak harus bijak serta belajar dan mempelajari damai. Damai adalah sikap yang dibicarakan Yesus dalam Injil (Luk 10:21-24). Yesus memuliakan Allah karena Ia telah menyembunyikan hal-hal ini dari orang-orang bijak dan orang-orang pandai serta telah menyatakannya kepada orang-orang kecil.

Paus Fransiskus mendesak umat Kristiani untuk menjadikan diri mereka kecil, rendah hati dan pelayan orang lain. “Tuhan akan memberimu kemampuan untuk memahami bagaimana berdamai dan akan memberimu kekuatan untuk mewujudkannya”, Paus Fransiskus meyakinkan.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa setiap kali ada kemungkinan "perang kecil" di rumah, di dalam hati, di sekolah atau di tempat kerja, kita harus berhenti sejenak dan berusaha serta berdamai. “Jangan pernah, jangan pernah melukai orang lain. Jangan pernah”, beliau mengatakan, menasehati umat Kristiani untuk memulai dengan tidak berbicara buruk tentang orang lain atau pertama menembakkan meriam. Dengan cara ini, beliau mengatakan, kita menjadi manusia damai, menyalurkan damai.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.