Bacaan
Ekaristi : Kej. 4:1-15,25; Mzm. 50:1,8,16bc-17,20-21; Mrk. 8:11-13
“Di
mana saudaramu?” Inilah pertanyaan yang ditanyakan Allah kepada hati kita
masing-masing mengenai saudara kita yang sakit, di dalam penjara atau
kelaparan. Paus Fransiskus menjadikan hal ini sebagai permenungan dalam
homilinya pada Misa harian Senin pagi 18 Februari 2019 di Casa Santa Marta,
Vatikan.
Mengulas
kisah Kain dan Habel dalam Bacaan Pertama hari itu (Kej. 4:1-15,25), Paus
Fransiskus menjelaskan bahwa umat manusia, seperti Kain, sering berupaya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan Allah yang tidak mengenakkan dan membuat malu
berkaitan dengan sesama kita. “Apa yang harus aku lakukan dengan kehidupan
saudaraku? Apakah aku penjaganya? Aku mencuci tangan akan dia ...”. Paus
Fransiskus menjelaskan bahwa Kain, yang membunuh saudaranya, berusaha melarikan
diri dari pandangan Allah.
Paus
Fransiskus kemudian menjelaskan bagaimana Yesus juga mengajukan pertanyaan yang
tidak mengenakkan tersebut. Ia bertanya kepada Petrus sebanyak tiga kali apakah
ia mengasihi-Nya. Ia bertanya kepada murid-murid-Nya apa yang dikatakan
orang-orang tentang diri-Nya dan apa yang dipikirkan mereka tentang diri-Nya.
Paus
Fransiskus mengatakan hari ini Tuhan menanyakan kepada kita masing-masing
beberapa pertanyaan pribadi seperti ini :
"Di
mana saudaramu yang lapar?", Tuhan bertanya kepada kita. Dan untuk
menyelamatkan muka kita, kita menjawab, “Tentunya ia sedang makan siang dengan
kelompok Karitas paroki yang sedang memberinya makan”.
"Bagaimana
dengan yang lain, yang sakit ...?" "Oh baik, ia ada di rumah
sakit!". "Tetapi tidak ada tempat di rumah sakit! Dan apakah kalian
memberinya obat?". "Tetapi, itu urusannya, aku tidak sudi ikut campur
dalam kehidupan orang lain ... dan selain itu, ia akan memiliki kerabat yang
memberinya obat". Jadi aku mencuci tangan akan dia.
"Di
mana saudaramu, sang narapidana?" "Ah, dia layak dan
membayarnya". Kita lelah melihat begitu banyak penjahat di jalanan.
Mungkin,
kata Paus Fransiskus, kalian tidak pernah mendengar jawaban-jawaban seperti itu
dari Tuhan. "Di mana saudaramu, saudaramu yang dieksploitasi, orang yang
bekerja secara ilegal, sembilan bulan selama setahun ... tanpa keamanan, tanpa
liburan ...?"
Bapa
Suci mendesak setiap orang untuk memberi nama kepada masing-masing nama yang
disebutkan Tuhan dalam Injil Matius bab 25 - orang yang sakit, orang yang
lapar, orang yang haus, orang yang tanpa pakaian, anak kecil yang tidak bisa
pergi ke sekolah, pecandu narkoba, narapidana ... di mana dia?
Paus
Fransiskus mengatakan pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menerus diajukan
kepada kita. “Di mana saudaramu di dalam hatimu? Apakah ada ruang bagi
orang-orang ini di dalam hati kita? Atau apakah kita berusaha menenangkan hati
nurani kita dengan memberi derma?”
"Kita
terbiasa", beliau mengatakan, "memberikan jawaban-jawaban yang mempermalukan
diri sendiri untuk melarikan diri dari masalah, tidak melihat masalah, tidak
menyentuh masalah".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa jika kita tidak memasukkan nama-nama ke dalam
daftar dalam Injil Matius bab 25, kita akan menciptakan "suatu kehidupan
yang gelap" bagi kita dengan dosa yang mendekam di pintu kita, menunggu
untuk masuk dan menghancurkan kita.
Ketika
Allah bertanya kepada Adam dalam Kitab Kejadian, "Adam, di manakah
engkau?" - Adam menyembunyikan diri karena malu. Mungkin kita tidak memperhatikan
hal-hal ini, penderitaan-penderitaan ini, kesengsaraan-kesengsaraan ini, kata
Paus Fransiskus. Beliau mendesak umat Kristiani untuk tidak menyembunyikan diri
dari kenyataan tetapi menjawab secara terbuka, dengan setia dan penuh sukacita
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Tuhan kepada kita tentang saudara-saudara
kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.