Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 19 Februari 2019 : PEPERANGAN ADALAH AIR BAH MASA KINI

Bacaan Ekaristi : Kej.6:5-8;7:1-5,10; Mzm.29:1a,2,3ac4,3b,9b-10; Mrk. 8:14-21

Dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi 19 Februari 2019 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus membandingkan air bah pada zaman Nuh dengan banyak peperangan yang terjadi di dunia dewasa ini. Merenungkan Bacaan Pertama hari itu (Kej 6:5-8;7:1-5,10), Bapa Suci mengatakan bahwa ada sebuah benang merah yang menghubungkan kisah air bah dengan pertikaian masa kini.


Beliau mengatakan kita harus memohon kepada Allah rahmat untuk menangis dan meratap ketika berhadapan dengan berbagai bencana dunia dan para korban perang, banyak dari mereka adalah anak-anak yang kelaparan, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin yang membayar harga tertinggi. Menghadapi kenyataan-kenyataan ini, Paus Fransiskus mengundang kita untuk memiliki hati seperti hati Allah - yang mampu marah, sedih, dan dekat dengan orang lain - yang manusiawi dan ilahi.

Paus Fransiskus menyoroti penderitaan Allah ketika Ia melihat kejahatan manusia, dan mencatat bahwa Allah "menyesal" telah menciptakan banyak orang sehingga Ia memutuskan untuk mengenyahkan kita dari muka bumi. Inilah Allah yang berperasaan, kata Paus Fransiskus, "yang tidak semu" dan yang "menderita". Beliau menyebut hal ini "misteri Tuhan".

“[Inilah] Allah yang berperasaan, Allah Bapa yang mengasihi kita - dan kasih adalah suatu hubungan. Ia bisa marah dan merasa gusar. Yesuslah yang datang dan memberi kita jalan, dengan derita hati, segalanya ... Tetapi Allah kita memiliki perasaan. Allah kita mengasihi kita dengan hati; Ia tidak mengasihi kita dengan berbagai gagasan tetapi mengasihi kita dengan hati. Dan ketika Ia membelai kita, Ia membelai kita dengan hati-Nya, dan ketika Ia mendisiplinkan kita, seperti seorang ayah yang baik, Ia mendisiplinkan kita dengan hati-Nya, lebih menderita daripada kita”.

Paus Fransiskus mengatakan hubungan kita dengan Allah adalah hubungan "dari hati ke hati, dari putra ke Bapa yang membuka diri, dan jika Ia mampu merasakan penderitaan di dalam hati-Nya, maka kita juga akan dapat merasakan penderitaan di hadapan-Nya". Paus Fransiskus mengatakan ini bukan kepekaan perasaan, tetapi kebenaran.

Jaman kita, beliau mengatakan, tidak jauh berbeda dengan zaman air bah. Ada berbagai masalah dan malapetaka, orang miskin, lapar, dianiaya, dan disiksa, “orang-orang yang meninggal dalam peperangan karena orang lain melempar bom seolah-olah bom tersebut adalah sebuah permen".

"Saya tidak memikirkan jaman kita lebih baik daripada jaman air bah; saya kira tidak. Berbagai bencana kurang lebih sama; para korban kurang lebih sama. Marilah kita memikirkan teladan orang-orang yang paling lemah : anak-anak. Banyak anak-anak yang kelaparan dan anak-anak tanpa pendidikan tidak dapat tumbuh dengan tenang. [Banyak anak yang] tanpa orang tua karena mereka telah dibantai dalam peperangan ... tentara anak-anak ... Marilah kita memikirkan anak-anak itu". Paus Fransiskus mengatakan kita perlu memohon rahmat untuk memiliki "hati seperti hati Allah - hati kita menjadi serupa dengan hati Allah" yang merasa sakit ketika menyaksikan orang lain menderita.

“Ada bencana besar air bah; ada bencana besar peperangan dewasa ini, yang harganya secara sepihak dibayar oleh orang lemah, orang miskin, anak-anak, dan orang-orang yang tidak memiliki sumber daya untuk melanjutkan. Marilah kita memikirkan bahwa Tuhan bersedih hati, serta marilah kita mendekat kepada Tuhan dan berbicara kepada-Nya, dengan mengatakan : ‘Tuhan, camkanlah hal-hal ini; aku memahami Engkau'. Marilah kita menghibur Tuhan : ‘Aku memahami Engkau, dan aku beserta Engkau. Aku menyertakan Engkau dalam doa dan jadilah pengantara bagi semua orang agar terhindar dari berbagai malapetaka yang merupakan buah iblis yang ingin menghancurkan karya Allah ini’”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.