Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 7 Maret 2019 : MEMELIHARA INGATAN AKAN APA YANG TELAH DILAKUKAN TUHAN

Bacaan Ekaristi : Ul. 30:15-20; Mzm. 1:1-2,3,4,6; Luk. 9:22-25.

Dalam homilinya pada Misa harian Kamis pagi 7 Maret 2019 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus berfokus pada tiga ungkapan pokok dari Bacaan Pertama hari itu (Ul. 30:15-20). Untuk mempersiapkan mereka memasuki Tanah Terjanji, Musa menempatkan sebuah tantangan di hadapan mereka, yang juga merupakan sebuah pilihan antara hidup dan mati. “Tantangan tersebut merupakan permohonan bagi kebebasan kita”, Paus Fransiskus menjelaskan, ketika beliau berfokus pada tiga ungkapan pokok yang digunakan oleh Musa : "jika hatimu berpaling”; jika engkau “tidak mau mendengar”; serta "engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya".


Ketika hatimu berpaling, ketika kamu mengambil jalan yang tidak benar - baik berjalan di jalan yang salah maupun mengambil jalan yang berbeda, tetapi tidak berjalan di jalan yang benar - kamu kehilangan indra haluan, kamu kehilangan penunjuk haluanmu, yang dengannya kamu seharusnya berjalan maju. Dan hati tanpa penunjuk haluan adalah bahaya publik : berbahaya bagi orang itu sendiri, dan bagi orang lain. Dan hati yang mengambil jalan yang salah ini ketika ia tidak mendengar, ketika ia memperkenankan dirinya disesatkan, terpesona oleh allah-allah [lainnya], ketika ia menjadi seorang penyembah berhala.

Namun, sering kali kita tidak mampu mendengar, kata Paus Fransiskus. Banyak orang “tuli jiwanya” - dan “kita juga, dalam berbagai kesempatan menjadi tuli jiwa, kita tidak mendengar Tuhan”. Paus Fransiskus memperingatkan terhadap “kembang api” yang memanggil kita kembali, “para allah palsu" yang memanggil kita untuk menyembah berhala. Inilah bahaya yang kita hadapi di sepanjang jalan "menuju tanah yang dijanjikan kepada kita : tanah perjumpaan dengan Kristus yang bangkit". Masa Prapaskah “membantu kita untuk menempuh jalan ini”, kata Paus Fransiskus.

Kata kedua, "tidak mendengar Tuhan" - dan janji-janji yang telah Ia buat bagi kita - berarti kehilangan ingatan kita. Paus Fransiskus mengatakan bahwa ketika kita kehilangan ingatan “akan hal-hal besar yang telah dilakukan Tuhan dalam kehidupan kita, yang telah dilakukan-Nya di dalam Gereja, di dalam umat-Nya”, kita kemudian terbiasa berjalan sendirian, dengan kekuatan kita sendiri, dengan kecukupan diri. Karena alasan ini, Paus Fransiskus meminta kita untuk memulai Masa Prapaskah dengan memohon “rahmat ingatan”. Inilah, kata Paus Fransiskus, apa yang didesak Musa untuk dilakukan pada Bacaan Pertama, mengingat semua yang telah dilakukan Tuhan terhadap mereka di sepanjang jalan. Di sisi lain, ketika semuanya baik-baik saja, ketika secara rohani kita melakukannya dengan baik, ada bahaya kehilangan "ingatan akan perjalanan".

Kesejahteraan, bahkan kesejahteraan rohani, memiliki bahaya ini : bahaya lupa ingatan tertentu, hilangnya ingatan. Aku merasa baik seperti itu, dan aku lupa apa yang telah dilakukan Tuhan dalam hidupku, seluruh rahmat yang telah Ia berikan kepada kita, dan aku percaya bahwa itu adalah jasaku, dan aku terus seperti itu. Dan kemudian hati mulai berpaling, karena ia tidak mendengarkan suara hatinya sendiri : ingatan. Rahmat ingatan.

Paus Fransiskus mengingatkan kembali perikop yang serupa, dari Surat kepada orang Ibrani, yang mendesak kita untuk mengingat "masa lalu". "Kehilangan ingatan sangat umum", kata Paus Fransiskus; "Bahkan orang Israel kehilangan ingatan mereka". Kehilangan ingatan semacam ini bersifat pilihan, beliau menjelaskan : "Aku ingat apa yang nyaman bagiku sekarang, dan aku tidak ingat sesuatu yang mengancamku". Misalnya, orang Israel di padang gurun ingat bahwa Allah telah menyelamatkan mereka; mereka "tidak bisa melupakan Dia". Tetapi mereka mulai bersungut-sungut ketika kekurangan air dan daging, serta "memikirkan hal-hal yang telah mereka miliki di Mesir". Paus Fransiskus mencatat bahwa inilah ingatan yang bersifat pilihan, karena mereka lupa bahwa hal-hal baik yang mereka miliki di Mesir dimakan di atas "meja perbudakan". Untuk berjalan maju, kita harus ingat, kita harus tidak “kehilangan sejarah : sejarah keselamatan, sejarah hidupku, sejarah Yesus bersamaku”. Paus Fransiskus mengatakan bahwa kita tidak harus berhenti, kita tidak harus berbalik, kita tidak boleh memperkenankan diri kita terpesona oleh berhala-berhala”.

Paus Fransiskus bersikeras bahwa penyembahan berhala tidak hanya berarti “pergi ke kuil kafir dan menyembah patung” : Penyembahan berhala adalah sebuah sikap hati, ketika kamu lebih suka melakukan sesuatu karena lebih nyaman bagiku, daripada Tuhan - justru karena kita telah melupakan Tuhan. Pada awal Masa Prapaskah, akan ada baiknya kita memohon rahmat untuk memelihara ingatan, memelihara ingatan akan segala yang telah dilakukan Tuhan dalam hidupku : betapa Ia sangat mengasihiku, betapa Ia mengasihiku.

Dan dari ingatan itu, bergerak maju. Dan juga akan ada baiknya kita terus mengulangi nasehat Paulus kepada Timotius, murid kesayangannya : “Ingatlah ini : Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati”. Saya ulangi : “Ingatlah ini : Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati”. Ingatlah Yesus, Yesus yang telah menyertaiku sampai sekarang, dan akan menyertaiku sampai saat ketika aku harus tampil di hadapan-Nya dalam kemuliaan. Semoga Tuhan memberi kita rahmat untuk memelihara ingatan”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.