Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 8 Maret 2019 : PERBEDAAN ANTARA KENYATAAN DAN PENAMPILAN MENYEBABKAN KITA MUNAFIK

Bacaan Ekaristi : Yes. 58:1-9a; Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19; Mat.9:14-15

Dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi 8 Maret 2019 di Casa Santa Marta, Vatikan, dengan mengacu pada Bacaan Pertama liturgi hari itu (Yes. 58:1-9a), Paus Fransiskus mengutuk segala bentuk kemunafikan dan menjelaskan perbedaan yang ada di antara kenyataan yang obyektif dan formal.

Kenyataan formal, kata Paus Fransiskus, adalah ungkapan kenyataan yang obyektif, tetapi keduanya harus berjalan seiring, jika tidak kita akhirnya hidup dengan keberadaan "penampilan", kehidupan "tanpa kebenaran".


Kesederhanaan penampilan, beliau melanjutkan, seharusnya ditemukan kembali terutama dalam Masa Prapaskah ini, ketika kita berpuasa, beramal dan berdoa.

Umat Kristiani, kata Paus Fransiskus, harus menunjukkan sukacita seraya melakukan penebusan dosa. Mereka seharusnya bermurah hati dengan orang-orang yang membutuhkan tanpa "membunyikan sangkakala mereka"; mereka seharusnya berbicara kepada Bapa secara intim, tanpa mencari kekaguman dari orang lain.

Pada zaman Yesus, beliau menjelaskan, hal ini terbukti dalam perilaku orang-orang Farisi dan para pemungut cukai; dewasa ini umat Katolik merasa mereka "benar" karena mereka termasuk dalam "perhimpunan" yang serupa itu atau karena mereka menghadiri Misa setiap hari Minggu, mereka merasa mereka lebih baik daripada umat lainnya.

“Orang-orang yang mengusahakan penampilan tidak pernah mengenali diri mereka sebagai orang-orang berdosa, dan jika kamu mengatakan kepada mereka : ‘Kamu juga adalah orang berdosa! Kita semua adalah orang-orang berdosa' mereka menjadi orang yang istimewa", kata Paus Fransiskus, dan berusaha menunjukkan diri mereka "sebagai gambaran kecil yang sempurna, segenap penampilan". Ketika ada perbedaan antara kenyataan dan penampilan ini, beliau menambahkan, “Tuhan mempergunakan kata sifat : munafik”.

Setiap orang tergoda oleh kemunafikan, kata Paus Fransiskus, dan Masa Prapaskah yang menuntun kita menuju Paskah dapat menjadi sebuah kesempatan untuk mengenali ketidakmantapan kita, mengenali lapisan-lapisan dandanan yang mungkin telah kita terapkan untuk “menyembunyikan kenyataan”.

“Kaum muda”, beliau mengatakan, “tidak terkesan oleh orang-orang yang berpenampilan dan kemudian tidak berlaku sesuai, terutama ketika kemunafikan ini dikenakan oleh orang yang disebut Paus Fransiskus sebagai “para pakar agama”. Tuhan, beliau mengatakan, meminta keselarasan.

“Banyak umat Kristiani, bahkan umat Katolik, yang menyebut diri mereka berlaku Katolik, mengeksploitasi orang-orang!”, beliau mengatakan.

Begitu sering, Paus Fransiskus melanjutkan, mereka merendahkan dan mengeksploitasi para pekerja mereka dengan memulangkan mereka pada awal musim panas dan menarik mereka kembali pada akhir musim sehingga mereka tidak berhak atas upah pada masa rehat.

“Banyak dari mereka menyebut diri mereka Katolik, mereka pergi ke Misa pada hari Minggu ... tetapi inilah apa yang mereka lakukan”. Perilaku semacam ini, beliau mengatakan, adalah sebuah dosa besar!

Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengajak umat yang hadir untuk menemukan kembali indahnya kesederhanaan, indahnya kenyataan yang "harus menyatu dengan penampilan" selama Masa Prapaskah ini.

“Mohonkanlah kekuatan dari Tuhan dan berjalanlah maju dengan kerendahan hati, lakukanlah apa yang kamu bisa. Tetapi jangan mendandani jiwamu, karena Tuhan tidak akan mengenalimu. Marilah kita memohon rahmat kepada Tuhan agar selaras, tidak sia-sia, tidak ingin tampil lebih layak daripada diri kita yang sesungguhnya. Marilah kita memohon rahmat ini, selama Masa Prapaskah ini : perpaduan antara formalitas dan kenyataan, antara siapa kita dan bagaimana kita ingin tampil”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.