Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 30 September 2019 : MEMBERDAYAKAN BUDAYA HARAPAN DENGAN KEPEDULIAN TERHADAP KAUM MUDA DAN KAUM TUA


Bacaan Ekaristi : Za. 8:1-8; Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23; Luk. 9:46-50.

Mengabaikan anak-anak dan orang tua karena mereka tidak produktif bukanlah tanda kehadiran Allah. Oleh karena itu kita harus peduli terhadap kaum muda dan kaum tua, dalam keluarga dan dalam masyarakat pada umumnya. Hal tersebut disampaikan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi, 30 September 2019, di Casa Santa Marta, Vatikan.


Kasih Allah bagi umat-Nya laksana nyala api, kata Paus Fransiskus. Terlepas dari kenyataan bahwa umat-Nya mengkhianati-Nya dan melupakan-Nya, kasih-Nya sedemikian rupa sehingga janji keselamatan-Nya terus ditawarkan kepada kita semua dan kita masing-masing.

"Dalam Bacaan Pertama (Za 8:1-8), Tuhan bersabda, 'Aku berusaha untuk Sion' dan 'Aku akan kembali ke Sion'", kata Paus Fransiskus. Tuhan sedang mengatakan kepada kita bahwa berkat kasih-Nya, Yerusalem akan hidup.

Peduli terhadap orang tua dan anak-anak adalah sebuah janji akan masa depan. Dalam Bacaan Pertama ini, Paus Fransiskus mencatat, kejelasan "tanda-tanda kehadiran Tuhan" di tengah-tengah umat-Nya. Tanda-tanda itu dibuktikan dengan berlimpahnya kehidupan dalam keluarga dan dalam masyarakat : laki-laki dan perempuan tua duduk di jalanan, anak laki-laki dan perempuan bermain.

Ketika ada rasa hormat, kepedulian dan cinta terhadap kehidupan, Paus Fransiskus menjelaskan, inilah tanda kehadiran Allah dalam jemaat-jemaat kita. Kehadiran kaum tua, beliau melanjutkan, merupakan tanda kedewasaan. Indahnya hal ini : "Laki-laki dan perempuan tua, masing-masing dengan tongkat di tangan oleh karena usia lanjut, akan kembali duduk di jalanan Yerusalem". Dan begitu banyak anak juga, beliau melanjutkan, yang membawa serta seabrek kegiatan. “Orang tua dan anak-anak tumpah ruah. Inilah tandanya bahwa ketika suatu bangsa peduli terhadap kaum tua dan kaum muda, serta menganggap mereka sebagai khazanah, ada kehadiran Allah, sebuah janji akan masa depan”, kata Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus mengingatkan kembali nubuat Yoel : "orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan". Beliau menjelaskan bahwa ada pertukaran timbal balik di antara mereka, dan hal tersebut tidak akan terjadi ketika budaya mencampakkan berlaku.

Bapa Suci menggambarkan budaya mencampakkan - budaya yang "di tengah jalan mengirimkan anak-anak kembali kepada sang pengirim" atau yang menempatkan orang tua di panti jompo karena "mereka tidak produktif" dan mungkin menghambat kita dalam kehidupan sehari-hari - sebagai budaya yang meluluhlantahkan.

Paus Fransiskus mengingat kembali sebuah cerita, yang diceritakan neneknya, tentang sebuah keluarga yang di dalamnya sang ayah memutuskan untuk memindahkan sang kakek ke dapur selama waktu makan karena ia akan menumpahkan sup dan mengotori pakaiannya sendiri. "Suatu hari," kata Paus Fransiskus, "sang ayah pulang ke rumah dan mendapati anak laki-lakinya sedang membuat sebuah meja kecil karena ia beranggapan cepat atau lambat ia juga akan menjadi korban pengasingan yang sama".

Ketika kamu mengabaikan anak-anak dan orang tua, beliau berkata, kamu akhirnya menjadi bagian dari masyarakat modern ini yang telah memberikan kehidupan terhadap suatu musim dingin demografis. “Ketika sebuah negara bertambah tua dan tidak ada anak-anak, ketika kamu tidak melihat kereta bayi di jalanan dan kamu tidak melihat perempuan hamil (...), ketika kamu membaca bahwa di negara itu ada lebih banyak pensiunan daripada pekerja, itu tragis!”, kata Paus Fransiskus.

Kehilangan tradisi turun temurun juga sungguh tragis, kata Paus Fransiskus. Beliau menggambarkan tradisi "bukan sebagai museum", tetapi sebagai pelajaran untuk masa depan : "getah bening akar yang membuat pohon tumbuh serta menghasilkan bunga dan buah-buahan".

Inti pesan Allah, Paus Fransiskus menjelaskan, adalah "budaya harapan" yang diwakili oleh kaum tua dan kaum muda. "Kaum tua dan kaum muda, bersama-sama. Inilah tandanya sebuah bangsa menghargai kehidupan, di sana ada budaya harapan : kepedulian terhadap kaum muda dan kaum tua", beliau berkata, "mereka adalah kepastian kelangsungan hidup suatu negara dan Gereja".

Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengingat kembali bagaimana selama banyak perjalanannya di seluruh dunia, beliau telah dikejutkan oleh para orangtua yang mengangkat tinggi anak-anak mereka ketika beliau lewat dengan meminta berkat, dan pada saat yang sama menunjukkan kepadanya siapa khazanah mereka yang sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.