Bacaan
Ekaristi : Am. 6:1a,4-7; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; 1Tim. 6:11-16; Luk. 16:19-31.
Mazmur
Tanggapan hari Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan menjunjung tinggi orang asing
serta janda dan anak yatim di antara umat-Nya. Pemazmur secara eksplisit
menyebutkan orang-orang yang sangat rentan, sering dilupakan dan menjadi
sasaran penindasan. Tuhan memiliki perhatian khusus terhadap orang asing, janda
dan anak yatim, karena mereka tidak memiliki hak, tercampakkan dan
terpinggirkan. Inilah sebabnya Allah mengatakan kepada umat Israel untuk
memberikan perhatian khusus terhadap mereka.
Dalam
Kitab Keluaran, Tuhan memperingatkan umat-Nya untuk tidak memperlakukan dengan
cara apa pun para janda dan anak yatim, karena Ia mendengarkan seruan mereka
(bdk. 22:23). Kitab Ulangan mengumandangkan peringatan yang sama sebanyak dua
kali (bdk. 24:17;27:19), dan termasuk orang asing di antara kelompok yang
membutuhkan perlindungan ini. Alasan peringatan itu dijelaskan dengan gamblang
dalam kitab yang sama : Allah Israel adalah Allah yang “membela hak anak yatim
dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan
kepadanya makanan dan pakaian” (10:18). Kepedulian yang penuh kasih bagi yang
orang-orang yang kurang beruntung ini dipaparkan sebagai ciri khas Allah Israel
dan juga diperlukan, sebagai suatu kewajiban moral, oleh semua orang yang akan
menjadi umat-Nya.
Itulah
sebabnya kita harus memberikan perhatian khusus kepada orang asing yang ada di
tengah-tengah kita serta kepada para janda, anak yatim dan semua orang yang
tercampakkan di zaman kita. Dalam Pesan untuk Hari Migran dan Pengungsi Sedunia
ke-105 ini, tema "Bukan Hanya Tentang Migran" diulang sebagai sebuah
refrain. Dan memang benar : bukan hanya tentang orang asing; tetapi tentang
semua orang yang berada di pinggiran yang, bersama dengan para migran dan
pengungsi, adalah korban dari budaya mencampakkan. Tuhan memanggil kita untuk
mengamalkan amal kasih terhadap mereka. Ia memanggil kita untuk memulihkan
kemanusiaan mereka, juga kemanusiaan kita, dan tidak meninggalkan siapa pun.
Bersamaan
dengan melaksanakan amal kasih, Tuhan juga mengundang kita untuk memikirkan
ketidakadilan yang menyebabkan keterasingan - dan khususnya pengistimewaan
segelintir orang, yang, untuk mempertahankan status mereka, bertindak merugikan
banyak orang. "Dunia dewasa ini menjadi semakin elitis dan kejam terhadap
orang-orang yang tercampakkan" : inilah kebenaran yang menyakitkan;
perkataan kita setiap hari semakin elitis, semakin kejam terhadap orang yang
tercampakkan. “Negara-negara berkembang terus kehabisan sumber daya alam dan
manusia mereka yang terbaik demi kepentingan pasar segelintir orang. Perang
hanya mempengaruhi beberapa wilayah di dunia, namun senjata perang diproduksi
dan dijual di wilayah-wilayah lain yang kemudian tidak mau menerima para
pengungsi yang diakibatkan oleh berbagai pertikaian ini. Mereka yang membayar
harganya selalu anak-anak kecil, orang-orang miskin, orang-orang yang paling
tidak berdaya, yang dihalangi duduk di meja dan dibiarkan dengan 'remah-remah'
perjamuan” (Pesan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ke-105).
Dalam
konteks inilah kata-kata keras Nabi Amos yang diwartakan dalam Bacaan Pertama
(6:1.4-7) harus dipahami. Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion,
yang tidak mengkhawatirkan kehancuran umat Allah, meskipun kehancuran itu
terlihat jelas. Mereka tidak memperhatikan kehancuran Israel karena mereka
terlalu sibuk memastikan bahwa mereka masih bisa menikmati kehidupan yang baik,
makanan lezat dan minuman yang enak. Sangat mengejutkan bagaimana, dua puluh
delapan abad kemudian, peringatan-peringatan ini tetap tepat waktu seperti
biasanya. Karena hari ini juga, "budaya kenyamanan ... membuat kita hanya
memikirkan diri kita sendiri, membuat kita tidak peka terhadap jeritan orang
lain ... yang mengakibatkan ketidakpedulian terhadap orang lain; memang, budaya
kenyamanan tersebut bahkan mengarah ke globalisasi ketidakpedulian” (Homili di
Lampedusa, 8 Juli 2013).
Pada
akhirnya, kita juga memiliki resiko menjadi seperti orang kaya dalam Injil yang
tidak peduli pada si miskin Lazarus, "badannya penuh dengan borok, dan
ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya
itu" (Luk 16:20-21). Begitu berhasrat untuk membeli pakaian yang anggun
dan mengadakan perjamuan makan yang mewah, orang kaya dalam perumpamaan itu
buta terhadap penderitaan Lazarus. Terlalu berhasrat untuk menjaga
kesejahteraan kita sendiri, kita juga memiliki resiko buta terhadap
saudara-saudari kita yang berada dalam kesulitan.
Namun,
sebagai umat kristiani, kita tidak dapat acuh tak acuh terhadap tragedi
bentuk-bentuk kemiskinan yang lama dan baru, terhadap suramnya keterasingan,
penghinaan dan diskriminasi yang dialami oleh mereka yang tidak termasuk dalam
kelompok "kita". Kita tidak bisa tetap tidak peka, hati kita mati, di
hadapan kesengsaraan banyak orang yang tidak bersalah. Kita tidak boleh gagal
menangis. Kita tidak boleh gagal menanggapi. Marilah kepada Tuhan kita mohonkan
rahmat air mata, air mata yang dapat mengubah hati kita dari dosa-dosa seperti
itu.
Jika
kita ingin menjadi manusia Allah, sebagaimana Santo Paulus mendesak Timotius,
kita harus “menuruti perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela,
hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya” (1Tim 6:14).
Perintahnya adalah mengasihi Allah dan mengasihi sesama kita; keduanya tidak bisa
dipisahkan! Mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri berarti
berketetapan hati yang kuat untuk membangun dunia yang semakin adil, di mana
setiap orang memiliki akses ke benda-benda duniawi, di mana semua orang dapat
berkembang sebagai individu dan sebagai keluarga, dan di mana hak-hak asasi dan
martabat semua orang terjamin.
Mengasihi
sesama kita berarti merasakan belas kasihan atas penderitaan saudara-saudari
kita, mendekat kepada mereka, menjamah luka-luka mereka dan ambil bagian dalam
kisah-kisah mereka, dan dengan demikian mewujudkan kasih Allah yang lembut bagi
mereka. Ini berarti menjadi sesama bagi semua orang yang diperlakukan
sewenang-wenang dan diterlantarkan di jalan-jalan dunia kita, menyejukkan
luka-luka mereka dan membawa mereka ke tempat perlindungan terdekat, di mana
kebutuhan mereka dapat dipenuhi.
Allah
memberikan perintah suci ini kepada umat-Nya dan memeteraikannya dengan darah
Yesus Putra-Nya, untuk menjadi sumber berkat bagi seluruh umat manusia. Agar
kita bersama-sama dapat bekerja membangun keluarga manusia seturut dengan
rencana-Nya yang semula, yang dinyatakan dalam diri Yesus Kristus : semuanya
saudara-saudari, semuanya putra-putri dari Bapa yang sama.
Hari
ini kita juga membutuhkan seorang ibu. Maka kita mempercayakan kepada kasih
Maria yang keibuan, Bunda Maria Sang Jalan, jalan dari begitu banyak perjalanan
yang menyakitkan, seluruh migran dan pengungsi, bersama dengan orang-orang yang
hidup di pinggiran dunia kita dan orang-orang yang telah memilih untuk ambil bagian
dalam perjalanan mereka.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.