Bacaan
Ekaristi : Bil. 24:2-7,15-17a; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; Mat. 21:23-27.
Dalam
homilinya pada Misa harian Senin pagi 16 Desember 2019 di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus menggambarkan dua sikap umat kristiani yang suam-suam
kuku - “menempatkan Allah di pojok dan mencuci tangan mereka dari-Nya”. Paus
Fransiskus mengacu pada Bacaan Injil hari itu (Mat 21:23-27) yang menceritakan
para imam kepala mempertanyakan kepada Yesus tentang asal-usul kuasa
pengajaran-Nya.
Yesus
membalikkan pertanyaan tersebut dan bertanya kepada mereka apakah kuasa Yohanes
Pembaptis berasal dari Allah. Mereka mengaku tidak tahu, dan menolak mengambil
posisi dalam masalah ini.
Paus
Fransiskus mengatakan pertanyaan para kepala imam itu mengungkapkan dua sikap
umat kristiani yang suam-suam kuku : ingin menempatkan Allah di pojok dan
mencuci tangan kita akan berbagai tantangan.
Paus
Fransiskus menyebut kedua sikap ini "berbahaya" karena keduanya
"ibarat sedang menantang Allah". Jika Allah melakukan hal yang sama
dengan kita, beliau berkata, “kita tidak akan pernah masuk surga”.
Paus
Fransiskus mencatat bahwa Yesus mengajar, mendesak, dan menyembuhkan
orang-orang. Hal ini menyebabkan kekhawatiran di antara para imam kepala dan
tua-tua bangsa, beliau mengatakan, karena kebaikan dan perhatian Yesus
"membawa semua orang kepada-Nya". Jadi para pemimpin agama menantang
kuasa-Nya.
Yesus,
kata Paus Fransiskus, dengan bijaksana balik bertanya tentang kuasa Yohanes
Pembaptis, yang tidak mereka percayai tetapi tidak ditentang karena takut akan
para pendukungnya.
Bapa
Suci menyebut posisi mereka yang di tengah jalan sebagai “sikap biasa-biasa
saja” dan “sikap yang diambil oleh para pendusta iman”.
“Bukan
hanya Pilatus yang mencuci tangan dari Yesus; orang-orang ini juga melakukannya
: “Kami tidak tahu”. Tidak menjalin hubungan dengan orang lain, tidak terlibat
dalam masalah mereka, tidak memperjuangkan hak-hak mereka, tidak berjuang untuk
menyembuhkan banyak orang yang membutuhkan, dengan mengatakan 'Lebih baik tidak
melakukannya. Jangan mengotori tangan kita dengan hal ini'".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa Yesus menolak untuk menjawab para penanyanya dengan
nada yang sama dengan mereka : "Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan
kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu".
“Inilah
dua sikap umat kristiani yang suam-suam kuku, sikap yang kita miliki - seperti
kata nenek saya - 'umat kristiani air mawar': umat kristiani tanpa hakekat.
Kita menempatkan Allah di pojok : 'Entah Engkau melakukan hal ini untukku
ataupun aku tidak sudi pergi ke Gereja lagi'. Dan bagaimana tanggapan Yesus?
‘Baik, pergilah. Atasilah sendiri’”.
Sikap
lainnya, tambah Paus Fransiskus, adalah mencuci tangan akan segala sesuatu,
"seperti para murid yang bepergian ke Emaus pada pagi Kebangkitan".
“Banyak
umat kristiani mencuci tangan ketika dihadapkan dengan berbagai tantangan yang
ditimbulkan oleh masyarakat, sejarah, atau orang-orang sezaman mereka, bahkan
mengenai kesulitan-kesulitan yang terkecil. Seberapa sering kita mendengar
tentang umat kristiani murahan yang menolak memberikan sedekah kepada orang
yang memintanya : 'Tidak, aku tidak akan memberikan apa-apa karena ia hanya
akan mabuk-mabukan'. Mereka mencuci tangan mereka ... Menempatkan Allah di
pojok dan mencuci tangan adalah dua sikap yang berbahaya, karena keduanya
ibarat sedang menantang Allah. Kita dapat membayangkan apa yang akan terjadi
jika Tuhan menempatkan kita di pojok. Kita tidak akan pernah masuk surga. Dan
apa yang akan terjadi jika Tuhan mencuci tangan akan kita? Hal-hal yang buruk".
Sebagai
penutup, Paus Fransiskus mengundang kita untuk bertanya apakah salah satu dari
sikap ini ada di hati kita. Jika demikian, beliau mendesak, kita harus
membuangnya “untuk meluruskan jalan Tuhan yang akan datang”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.