Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU ADVEN I BERSAMA UMAT KATOLIK KONGO ROMA DI BASILIKA SANTO PETRUS (VATIKAN) 1 Desember 2019


Bacaan Ekaristi : Yes. 2:1-5; Mzm. 122:1-2,4-5,6-7,8-9; Rm. 13:11-14a; Mat. 24:37-44.

Paus Fransiskus : Boboto [Damai sejahtera]

Umat : Bondeko [Persaudaraan]

Paus Fransiskus : Bondeko [Persaudaraan]

Umat : Esengo [Sukacita]

Dalam Bacaan-bacaan hari ini kata kerja tersebut sering muncul, kata kerja tersebut muncul tiga kali dalam Bacaan Pertama, sementara Bacaan Injil berakhir dengan mengatakan bahwa “Anak Manusia datang” (Mat 24:44). Yesus datang : Adven mengingatkan kita akan kepastian ini dengan nama tersebut, karena kata Adven berarti kedatangan. Tuhan datang: inilah akar harapan kita, kepastian bahwa penghiburan Allah mencapai kita di antara kesengsaraan dunia, penghiburan yang tidak berupa kata-kata, tetapi kehadiran, kehadiran-Nya yang datang di tengah-tengah kita.


Tuhan datang. Hari ini, hari pertama Tahun Liturgi, pemberitaan ini menandai titik tolak kita : kita tahu bahwa di balik setiap peristiwa yang menguntungkan atau sebaliknya, Tuhan tidak meninggalkan kita sendirian. Ia datang dua ribu tahun yang lalu dan akan datang lagi di akhir zaman, tetapi Ia juga datang hari ini dalam hidupku, dalam hidupmu - ya, hidup kita, dengan segala permasalahannya, kesedihan dan ketidakpastiannya, dikunjungi oleh Tuhan. Lihat di sinilah sumber sukacita kita : Tuhan tidak lelah dan tidak akan pernah lelah dengan kita. Faktanya, dalam Bacaan Pertama Yesaya menubuatkan : “Banyak suku bangsa akan pergi serta berkata : 'Mari, kita naik ke gunung Tuhan' (2:3). Sementara kejahatan di bumi berasal dari fakta bahwa masing-masing orang mengikuti jalannya sendiri, nabi Yesaya menawarkan penglihatan yang indah : semua datang bersama-sama ke gunung Tuhan. Bait Allah itu berada di gunung, rumah Allah. Jadi, nabi Yesaya meneruskan kepada kita undangan atas nama Allah, ke rumah-Nya. Kita adalah tamu-tamu Allah, dan kita yang diundang diharapkan dan diinginkan. "Mari - Allah berkata - karena di dalam rumah-Ku ada tempat untuk semua orang. Mari, karena di hati-Ku tidak ada satu orang, tetapi semua orang".

Saudara-saudari yang terkasih, kamu datang dari jauh. Kamu telah meninggalkan rumahmu; kamu telah meninggalkan kasih sayang dan benda-benda yang dicintai. Sesampainya di sini, kamu telah menemukan keramahan bersama dengan kesulitan tak terduga. Namun, bagi Allah kamu selalu merupakan tamu-tamu yang menyenangkan. Kita tidak pernah merupakan orang-orang asing bagi-Nya tetapi anak-anak yang dinantikan. Dan Gereja adalah rumah Allah : oleh karena itu, di sini kamu selalu merasakan berada di rumah. Kita datang ke sini untuk berjalan bersama menuju Tuhan dan menggenapi kata-kata yang dengannya nabi Yesaya mengakhiri : "Mari kita berjalan di dalam terang Tuhan!" (ayat 5).

Namun, kegelapan dunia bisa lebih disukai daripada terang Tuhan. Kita dapat menanggapi Tuhan yang datang dan undangan-Nya untuk pergi kepada-Nya, dengan mengatakan : "Tidak, aku tidak akan pergi". Seringkali, bukan "tidak," secara langsung tetapi tebal muka namun licik. 'Tidak' yang dalam Injil menyebabkan Yesus menempatkan bagi kita berjaga-jaga, menasihati kita untuk tidak melakukan seperti pada "zaman Nuh" (Mat 24:37). Apa yang terjadi pada zaman Nuh? Pada zaman Nuh terjadi bahwa, sementara sesuatu yang baru dan luar biasa akan segera tiba, tak ada seorang pun yang memperhatikannya, karena mereka semua hanya memikirkan makan dan minum (bdk. ayat 38). Dengan kata lain, semua orang merendahkan kehidupan demi kebutuhan mereka; mereka puas dengan kehidupan yang datar-datar, yang mendatar, tanpa gairah. Tidak menunggu seseorang, hanya klaim memiliki sesuatu untuk dirinya sendiri, untuk dikonsumsi. Menunggu Tuhan yang datang, dan bukan klaim memiliki sesuatu untuk kita konsumsi. Inilah konsumerisme.

Konsumerisme adalah virus yang merusak iman pada akarnya, karena konsumerisme membuat orang percaya bahwa hidup hanya bergantung pada apa yang dimilikinya, dan karenanya kita melupakan Allah yang datang untuk menjumpai satu demi satu orang di sebelahmu. Tuhan datang, tetapi kita malahan mengikuti selera yang datang kepada kita; saudaramu mengetuk pintumu, tetapi kamu merasa terganggu karena ia mengganggu rencanamu - dan inilah sikap egois dari konsumerisme. Ketika dalam Injil Yesus menunjukkan bahaya terhadap iman Ia tidak peduli dengan musuh yang kuat, dengan permusuhan dan penganiayaan. Semua ini telah, sedang dan akan terjadi, tetapi tidak melemahkan iman. Bahaya yang sebenarnya, sebaliknya, adalah apa yang membius hati : bahaya tersebut tergantung pada konsumsi, membiarkan diri sendiri terbebani dan mengusir hati dengan kebutuhan (bdk. Luk 21:34).

Kemudian kita hidup dari berbagai benda dan tidak lagi tahu untuk apa; ada begitu banyak benda tetapi benda tersebut tidak lagi terpakai; rumah dipenuhi dengan benda-benda tetapi hampa anak. Inilah tragedi hari ini : rumah-rumah penuh dengan barang-barang tetapi hampa dari anak-anak, musim dingin demografis yang sedang kita derita. Waktu terbuang dalam waktu luang, tetapi tidak ada waktu untuk Allah dan orang lain. Dan ketika kita hidup untuk benda-benda, benda-benda tidak pernah cukup, keserakahan tumbuh dan orang lain menjadi hambatan dalam perlombaan dan dengan demikian kita akhirnya merasa terancam dan, selalu tidak puas dan marah, tingkat kebencian meningkat. ‘Aku ingin lebih, aku ingin lebih, aku ingin lebih ...’. Kita melihatnya dewasa ini di mana konsumerisme berkuasa : betapa banyak kekerasan, juga hanya secara verbal, seberapa besar kemarahan dan keinginan untuk mencari musuh dengan segala cara! Jadi, sementara dunia penuh dengan senjata yang menyebabkan kematian, kita tidak menyadari bahwa kita terus mempersenjatai hati dengan kemarahan.

Yesus ingin membangunkan kita kembali dari semua ini. Ia melakukannya dengan kata kerja : "Berjaga-jaga" (Mat 24:42). "Perhatikan, berjaga-jagalah". Berjaga-jaga adalah pekerjaan penjaga, yang tetap berjaga-jaga sementara semua orang tidur. Berjaga-jaga bukan untuk menghasilkan tidur yang menyelimuti semua orang. Untuk dapat berjaga-jaga kita harus memiliki harapan yang pasti : bahwa malam tidak akan bertahan selamanya, bahwa fajar akan segera tiba. Demikian juga bagi kita : Allah datang dan terang-Nya juga akan menerangi kegelapan yang paling pekat. Namun, berjaga-jaga, berjaga-jaga bagi kita hari ini : mengatasi godaan bahwa makna hidup adalah untuk mengumpulkan - inilah godaan. Makna hidup bukanlah untuk mengumpulkan -, bagi kita adalah untuk membuka kedok penipuan bahwa kita bahagia jika memiliki banyak benda, melawan terang konsumsi yang menyilaukan, yang bersinar di mana-mana di bulan ini, dan percaya bahwa doa dan amal bukan waktu yang sia-sia, tetapi harta yang terbesar.

Ketika kita membuka hati untuk Tuhan dan untuk saudara-saudara kita, barang yang berharga datang, benda-benda yang tidak akan pernah bisa diberikan kepada kita dan yang diberitakan nabi Yesaya dalam Bacaan Pertama, perdamaian : “mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang" (Yes 2:4). Kata-kata tersebut membuat kita memikirkan juga tentang tanah airmu. Hari ini kita berdoa untuk perdamaian, yang sangat mengancam bagian timur negara itu, terutama di wilayah Beni dan Minembwe, tempat pertikaian berkobar, dipicu juga dari luar, dalam keheningan yang melibatkan begitu banyak orang. Pertikaian dipicu oleh orang-orang yang memperkaya diri mereka dengan menjual senjata.

Hari ini kamu mengenang sosok yang sangat cantik, Beata Marie-Clementine Anuarite Nengapeta, yang dibunuh dengan kejam tanpa terlebih dahulu mengatakan, seperti Yesus, kepada para algojonya : "Aku mengampunimu, karena kamu tidak tahu apa yang sedang kamu perbuat!". Marilah kita mohon pengantaraannya agar, atas nama kasih Allah dan dengan bantuan penduduk yang negara tetangga, senjata diserahkan untuk sebuah masa depan yang tidak lagi saling berseteru, tetapi bersatu, dan agar terjadi pertobatan dari sebuah ekonomi yang memanfaatkan perang menjadi sebuah ekonomi yang melayani perdamaian.

Paus Fransiskus : Siapa yang punya telinga hendaknya mendengar

Umat : Perkenankan ia mendengar

Paus Fransiskus : Siapa yang punya hati hendaknya memperkenankan

Umat : Perkenankan dia

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.