Bacaan Ekaristi : Dan. 7:2-14; Dan. 3:75,76,77,78,79,80,81; Luk.
21:29-33.
Dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi, 29 November 2019,
di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa dalam pekan
terakhir tahun liturgi ini Gereja mengundang kita untuk bercermin pada
kesudahan : kesudahan dunia dan kesudahan kita masing-masing. Tema ini, beliau
mengatakan, digemakan dalam Bacaan Injil (Luk.
21:29-33) melalui ucapan Yesus: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi
perkataan-Ku tidak akan berlalu". Paus Fransiskus memusatkan
homilinya pada bagaimana “segalanya akan berakhir” tetapi “Ia akan tetap” dan
beliau mengundang umat yang hadir untuk merenungkan saat kematian mereka.
Tidak seorang pun dari kita yang tahu persis kapan kesudahan itu
akan terjadi; memang, beliau mencatat, kita cenderung menunda pemikiran yang
meyakini keabadian diri kita, tetapi seharusnya tidaklah demikian. "Kita
semua memiliki kelemahan ini, kerapuhan ini", kata Paus Fransiskus dan
beliau menyebutkan sebuah artikel yang baru saja diterbitkan dalam publikasi
Jesuit Civiltà Cattolica yang menyoroti fakta bahwa kerapuhan adalah sesuatu
yang kita semua miliki bersama. Kita semua sama-sama rapuh, beliau mengatakan.
Untuk menunjukkan bahwa pada titik tertentu kerapuhan ini menyebabkan kita
mati, Bapa Suci mengulas tentang bagaimana kita pergi ke dokter atau psikolog
untuk mengusahakan penyembuhan tubuh atau pikiran kita.
Paus Fransiskus mengatakan kepada umat yang hadir bahwa di
negaranya sendiri, orang-orang akan membayar biaya pemakaman mereka di muka
dalam khayalan menabung uang untuk keluarga. Tetapi ketika terungkap bahwa
beberapa perusahaan pemakaman menipu orang-orang, kecenderungan tersebut
berakhir. "Berapa kali kita tertipu oleh khayalan?", kata Paus
Fransiskus, seolah-olah khayalan menjadi abadi.
Kepastian kematian, beliau mengatakan, tertulis dalam Kitab Suci
dan Injil, tetapi Tuhan selalu menyajikannya kepada kita sebagai "sebuah
perjumpaan dengan-Nya" dan menyertainya dengan kata "harapan". “Tuhan
memberitahu kita untuk bersiap menghadapi perjumpaan tersebut, kematian
merupakan sebuah perjumpaan : Ia datang untuk melawat kita, Ia datang untuk
menatang kita dan membawa kita bersama-Nya”, kata Paus Fransiskus.
Tuhan, beliau mengatakan, akan mengetuk setiap pintu kita suatu
hari nanti. Oleh karena itu, kata Paus Fransiskus, kita perlu mempersiapkan
diri dengan baik untuk saat itu. "Ajakan saya", beliau mengakhiri
homilinya, adalah mempersiapkan hal itu : "pikirkanlah tentang kematianmu,
(...) saling mendoakan, dan agar dapat membuka pintu dengan kepercayaan dan
keyakinan ketika saatnya tiba", ucapkanlah doa kepada Allah, “Tuhan,
persiapkan hatiku untuk mati dengan baik, mati dalam damai, mati dengan
harapan”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.